Dokter Asli Atau Palsu ?

868 19 1
                                    

   Apa ini benar-benar obat pencahar?

Dalam sekejap, ekspresi wajah Indra berubah suram.

Kini, istrinya sudah semakin parah. Jika ditambah dengan meminum obat pencahar lagi, apakah tubuh wanita malang itu masih bisa tahan terhadap rasa sakit?

Banyak keraguan yang melekat dalam pikiran Indra saat ini.

Namun, setelah melihat ekspresi Leon yang tampak acuh tak acuh dengan komentar itu, Indra meyakinkan dirinya jika sebelum kebenarannya terungkap, dia tidak boleh langsung menyimpulkan begitu saja.

“Nak Leon, aku yakin kamu tidak akan melakukan sesuatu di luar dari etika medis, tapi kamu benar-benar memberi resep obat pencahar untuk istriku?”

Indra tidak ingin menganggap Leon sebagai dokter gadungan hanya karena kata-kata Andrew. Bahkan jika dia memang bodoh, bukankah Ezra pun bisa dibilang sama bodohnya?

Jika dibandingkan dengan dokter-dokter kenamaan ibukota, Ezra mungkin tidak sebagus mereka. Namun dia tidak mungkin salah menilai seseorang yang berurusan dengannya.

“Benar, itu obat pencahar,” jawab Leon sembari mengangguk.

“Beraninya kamu menyakiti nenek dan mempermainkan hidupnya?” seru Sucyanti pada Leon

Sucyanti memang sudah lama meragukan kemampuan medis Leon. Kali ini, dia langsung meluapkan amarahnya.

Indra sontak terkejut sekaligus bingung. Dia pun menatap Leon dengan alis bertaut.

Leon sudah menyelamatkan hidupnya. Dia tidak ingin bersikap seperti Sucyanti yang menuntut pertanggungjawaban darinya, namun masalah ini harus diselesaikan dengan baik.

Sementara itu, Andrew terkekeh dalam hati. Baginya, itu adalah kesempatan sekali seumur hidup. Dengan ‘bantuan’ Leon si dokter gadungan itu, dia bisa memanfaatkannya untuk menaikkan namanya.

Leon menyadari jika suasananya semakin suram, terutama Sucyanti yang menatapnya dengan tajam, seolah-olah wanita itu siap mencabik-cabik dirinya.

“Itu memang obat pencahar, lalu? Aku yakin kalian tidak akan kecewa dengan resep yang saya buat.”

Meskipun suasananya seolah tidak mendukungnya, namun nada bicara Leon tetap terdengar biasa-biasa saja dan tenang.

Leon menguasai teknik yang diwariskan oleh Dr. Melina, dokter wanita pertama di Indonesia. Dengan teknik yang diperoleh dari seorang dokter legendaris, bagaimana bisa dia mengabaikan etika medis begitu saja? Dia justru memperlakukan pasien jauh lebih bersungguh-sungguh ketimbang dokter lainnya.

Alasan di balik sikap santai dan tenang yang diperlihatkan Leon adalah karena dia berpikir bahwa penyakit yang dianggap rumit dan sulit untuk disembuhkan oleh banyak dokter hanyalah masalah kecil baginya.

Orang-orang ini berlebihan. Mereka tidak tahu saja kalau menggunakan obat pencahar untuk mengobati suatu penyakit itu sama seperti pengobatan dengan metode melawan racun dengan ‘racun’.

Saat Indra melihat gestur tubuh Leon yang tampak tenang, dia akhirnya memiliki keyakinan pada kemampuan Leon.

“Aku percaya padamu.”

Mendengar perkataan kakeknya, Sucyanti semakin menggila.

“Kakek, aku yakin banget kalau ini tuh obat pencahar, kenapa Kakek masih ngebelain dia, sih? Apa memang kesehatan Nenek nggak sepenting si dokter gadungan ini?”

Saat itu juga, Andrew semakin memperkeruh suasana dengan berusaha menghasut Indra, “Pak Indra, saya rasa Anda sebaiknya berhati-hati. Meskipun obat pencahar ini bukan obat berbahaya, tapi diarenya nanti bisa membahayakan tubuh istri Anda. Saya mohon pertimbangkan kembali keputusan Anda ini, Pak.”

“Pendapatmu itu dangkal dan kasar. Semua obat pasti ada efek sampingnya. Karena aku sudah berani menggunakannya, aku pastikan akan menyembuhkan penyakitnya,” ujar Leon dengan tegas sembari memberikan tatapan dingin pada Andrew.

“He he, siapa yang memberimu keberanian seperti ini? Beraninya kamu menjanjikan sesuatu yang belum tentu berhasil? Memberi resep obat pencahar untuk penangkal penyakit saja sudah membuktikan kalau kamu hanyalah dokter gadungan. Dengan caramu membanggakan diri tanpa berkaca seperti sekarang, itu semakin membuktikan kalau kamu cuma seorang dokter bajingan yang bermulut besar!” cibir Andrew sembari menyeringai pada Leon.

“Bodoh!”

DI mata Leon, Andrew tidak lebih dari seorang pecundang yang tak pantas mendapatkan perhatian darinya.

“Aku bodoh? Aku kasih tahu ya, aku ini keturunan Grup Sabah. Keluarga kami itu ahli dalam teknik pengobatan kuno selama ratusan tahun!” pekik Andrew sembari mendongakkan kepala.

Mendengar hal itu, Leon tidak bisa menahan tawanya.

Aku ini keturunan ahli pengobatan kuno. Aku pernah berdebat dengan beberapa ahli pengobatan kuno di Perkumpulan Bunga Teratai. Dia dan Grup Sabah itu saja tidak punya kualifikasi untuk bersaing denganku. Sekarang, berani-beraninya orang rendahan seperti dia menyebut dirinya keturunan ahli pengobatan kuno?

“Waktu ratusan tahun itu sia-sia saja kalau nama kalian belum menembus tingkat nasional. Itu namanya gagal,” balas Leon sembari tersenyum tipis.

“Kamu! Kamu! Kamu!” seru Andrew dengan tergagap-gagap.

Tak lama kemudian, seorang pelayan membawakan rebusan obat di teko.

Sekarang, Indra dihadapkan pada masalah baru. Dia harus memutuskan apakah dia akan memberikan obat yang diresepkan oleh Leon pada istrinya atau tidak.

Pada akhirnya, Indra memilih untuk tetap percaya pada Leon. Itu karena ia teringat pada perkataan Ezra bahwa Leon mungkin saja merupakan keturunan ahli pengobatan kuno.

Keturunan ahli pengobatan kuno sangatlah langka. Jikalau ada, mereka sama berharganya dengan panda raksasa yang sudah hampir punah. Meskipun reputasi Grup Sabah sudah tidak diragukan lagi, namun tetap saja ada kesenjangan tertentu di antara Grup Sabah dan keturunan ahli pengobatan kuno.

Apa yang dikagumi Indra dari sosok Leon Wijaya adalah bahwa pria muda itu tidak pernah mengungkapkan identitas aslinya. Jika seandainya Leon memberi tahu semua orang kalau dirinya adalah keturunan ahli pengobatan kuno, Andrew tidak akan bisa berkata-kata seperti saat ini.

“Mungkin aku mengerti maksud Leon. Jika dia mengungkapkan identitas aslinya sebagai keturunan asli ahli pengobatan kuno sekarang, itu hanya akan membawa masalah baginya. Saat itu terjadi, pasti banyak pasien yang meminta untuk disembuhkan. Itu pasti akan berpengaruh pada kehidupannya sebagai warga biasa,” pikir Indra.

“Kakek, aku kan sudah bawa Om Andrew ke sini. Kenapa kita nggak minta dia buat memeriksa denyut nadi dan mendiagnosis penyakit Nenek saja?” pinta Sucyanti pada kakeknya.

“Benar, Pak Indra. Meskipun saya ini bukan dokter berbakat yang terkenal, tapi setidaknya saya lebih baik daripada anak itu,” ujar Andrew, menambahkan.

Karena Andrew sudah membuka mulutnya, Indra merasa jika dia harus memberinya kesempatan. Namun baginya, dia lebih cenderung mendukung Leon.

Sebelum membuat keputusan, Indra menanyakan pendapat Leon dulu.

“Bagaimana menurutmu, Nak Leon? Kamu saja yang tentukan, ya.”

Perkataan Indra membuat Sucyanti dan Andrew bingung. Mereka tidak habis pikir dengan keputusan Indra yang memberikan hak pengambilan keputusan pada Leon.

Hal itu semakin mencerminkan seberapa besar perhatian dan ketertarikan Indra pada Leon.

Leon mengangguk, lalu menjawab, “Saya tidak pernah takut dengan tantangan. Biarkan dia mencobanya!”

Omong-omong, Andrew tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk menantang Leon. Generasi kakeknya Andrew mungkin saja masih memenuhi syarat untuk menjadi penantangnya.

Ayah mana yang akan membiarkan anaknya untuk merasakan pengalaman seperti ini? Ah, jelas-jelas Leon bisa menghancurkannya, namun dia berpura-pura menjadi dokter yang tidak tahu apa-apa di sini.

Bersambung.

Super Rich ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang