“Bagi yang masih pelajar kayak kalian sih pasti susah!” ucap Pak Wilson dengan nada serius.
“Aku punya resep obatnya,” sahut Leon santai.
“Kalau begitu coba jelasin.”
Pak Wilson merasa kalau langsung membantahnya agak kurang pantas, karena itu dia memutuskan untuk memberi Leon kesempatan. Leon tidak memberikan kesan yang baik karena biasanya dia tidak pernah mendengarkan pelajaran Pak Wilson.
Meskipun dalam mata kuliah Western Medicine Leon mendapat nilai terbaik, tapi dalam pelajaran TCM (Traditional Chinese Medicine) Leon selalu dapat nilai jelek.
Apalagi pertanyaan ini di luar materi yang diajarkan, bahkan murid yang mendapat nilai tertinggi di pelajaran TCM pun tidak mungkin bisa menjawab, jadi mana mungkin Leon bisa menjawabnya.
Pak Wilson meminum tehnya sambil menunggu waktu berlalu.
Tiba-tiba terdengar suara Leon menjawab pertanyaan darinya.
“Tusuk di meridian perikardium dulu untuk lindungin aliran darah ke jantung. Untuk mencegah bisanya naik, tusuk titik Qu Chi sama Huan Tiao. Di dalam ilmu ‘12 titik Tian Xing’ yang ditulis Ma Dan Yang, Qu Chi dipasangin sama He Gu, Huan Tiao sama Yang Ling Quan. Kalau gak begitu darahnya bakal stagnan dan bikin napas jadi gak teratur, kalau sampai jadi begitu bisa gawat.”
Mendengar jawaban dair Leon, Pak Wilson langsung menyemburkan teh yang ada di mulutnya hingga membasahi mejanya.
Tidak disangka Leon bisa menjelaskan teknik akupunktur untuk membersihkan darah dari bisa.
“Leon, lanjutin.”
“Sehabis ditusuk, olesin semua bahan obat yang sudah dicampur jadi satu di atas bekas gigitan.”
Mendengar penjelasan dari Leon, Pak Wilson masih sulit mengendalikan emosinya.
“Ini … ini kan resep kuno!”
Awalnya Pak Wilson mengira Leon bakal nyebut resep obat modern, alangkah kagetnya ternyata yang Leon sebutkan adalah resep kuno yang sudah lama hilang.
Leon heran melihat Pak Wilson yang seolah baru saja memenangkan lotre.
Pak Wilson langsung mengeluarkan secarik kertas dan pen, kemudian menuliskan apa yang baru saja dia dengar di depan kelas.
Meski mejanya sudah basah kuyup tapi dia tidak peduli dan fokus dengan apa yang dia masih ingat di otaknya.
“Pak Wilson, lagi ngapain?” tanya Leon heran.
“Aku lagi catat resep kuno yang tadi kamu sebutin, resep ini isinya 2 bahan obat lebih banyak dibanding resep obat modern yang biasa kita pakai, dan kebetulan 2 bahan ini juga yang bisa memperkuat efek obatnya.”
Tentu saja Pak Wilson tidak enak bilang ke murid lainnya kalau dia sempat stuck saat sedang melakukan persiapan untuk simposium, tapi penjelasan Leon barusan memberikannya pencerahan.
Tanpa mengangkat kepalanya sekali pun Pak Wilson terus mencatat resep yang masih menempel di otaknya.
Setelah selesai mencatat, Pak Wilson tiba-tiba mendongakkan kepalanya dan melihat Leon, dia merapikan kacamatanya yang hampir terjatuh dari batang hidungnya.
“Oh ya, Leon, kamu dapat resep ini dari mana?”
“Sudah lupa,” Leon sengaja berbohong karena tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada Pak Wilson.
Dulu gurunya, Bu Liana sempat berpesan jangan sampai Leon memberi tahu namanya pada orang lain.
Kalau sampai ada yang tahu Leon mewarisi ilmu dari dokter legendaris, dia akan menjadi perebutan di antara praktisi TCM di Indonesia, dan berbagai aliran serta organisasi TCM akan bertikai hingga terjadi pertumpahan darah.
“Lupa? Resep ini resep kuno yang sudah lama hilang, hari ini kamu dah berkontribusi besar bagi kemajuan dunia TCM!”
“Pak Wilson lebay ah,” sebenarnya Leon ingin bilang kalau dia punya resep kuno seperti ini hingga ratusan di dalam otaknya.
“Gak! Aku gak lebay! Biarpun sekarang sudah ada serum untuk nangkal bisa ular, tapi gak semua tempat bisa didapat. Resep kuno ini bukan cuma bisa sembuhin bisa ular, tapi juga bisa bantu penelitian pakar-pakar TCM, 2 tambahan bahan ini penting banget!”
“Ok.”
Leon tidak tahu harus berkata apa lagi, dia tidak menduga kemajuan ilmu TCM begitu merosot. Seingat Leon saat Bu Liana mengajarkannya, resep ini hanya resep obat biasa.
Yang hebat itu adalah ilmu awet muda ilmu panjang umurnya. Kalau sampai rahasia kedua ilmu ini sampai terbongkar, dunia bisa kacau.
Sekarang baik Pak Wilson maupun teman sekelasnya mulai menaruh hormat pada Leon.
Meski nama baik Leon sudah tercemar di kampusnya, dalam bidang pengetahuan medis Leon berhasil membuat orang lain takjub padanya.
Pak Wilson pun mulai menilai Leon dengan pandangan baru, dan ke depannya ingin bisa berinteraksi lebih banyak dengannya. Seusai kelas Pak Wilson memanggil Leon untuk mengobrol.
“Leon, keluarga kamu juga dokter ya?”
“Bukan.”
“Aneh juga ya kalau begitu. Resep kuno ini sudah gak ada lagi di buku-buku pelajaran TCM zaman sekarang, tapi memang efeknya terbukti ampuh. Kalau keluargamu bukan dokter, agak mustahil bisa dapat resep kuno ini.”
Apakah mungkin Leon sengaja menutupi latar belakang keluarganya?
Tapi kalau dipikir-pikir lagi tidak mungkin juga. Kalau memang keluarga Leon ada yang dokter, tidak mungkin dia hidup miskin begini sedangkan resep obat itu bisa dijual sampai jutaan harganya
“Leon, aku bisa bantu kamu apply beasiswa ke sekolah.”
Tapi Leon hanya mengangkat bahunya, dia merasa sudah tidak perlu uang beasiswa lagi.
Menyedihkan sekali kalau dia harus menggunakan resep mutu rendah ini demi mencari ketenaran. Lagi pula Leon juga tidak perlu menggunakan cara ini jika memang dia ingin namanya terkenal sampai ke seluruh penjuru Indonesia.
Setelah dia tiba di asramanya, Leon masih mencari informasi soal properti rumah dari handphone-nya. Tiba-tiba dia mendapatkan telepon dari kepala jurusan kuliahnya untuk datang ke kantor.
Leon mengira dia dipanggil karena kasus pemerkosaan waktu itu, jadi dia bertekad untuk lebih cepat membersihkan namanya atas tuduhan itu.
Setelah tiba di kantor Leon baru tahu kalau ternyata dia direkomendasikan magang di RS Royal Taruma.
“Pak, bukannya aku sudah ditolak ya?” tanya Leon heran.
“Leon, nilai kamu bagus, sayang kalau kesempatan ini disia-siain. Aku sudah minta banyak koneksiku supaya bisa dapat kesempatan magang ini, jadi kamu harus manfaatin sebaik-baiknya ya!”
Leon merasa curiga dengan maksud kepala jurusan ini. Kalau saja dia tidak memanas-manaskan kasus tuduhan pemerkosaan Leon, desas-desus kasus tersebut tidak akan tersebar luas.
Sekarang Leon tidak membutuhkan siapa-siapa untuk mendapatkan posisi yang dia inginkan. Asal Leon mau, dia bisa menguasai seluruh kota Jakarta hanya dengan kekuatannya sendiri.
Tapi Leon ingin tahu apa tujuan tersembunyi kepala jurusan ini.
“Ok, Pak, terima kasih,” ujar Leon sambil menganggukkan kepalanya.
“Leon, kamu jangan sampai ngecewain aku ya!”
“Siap, Pak.”
Setelah Leon pergi, bapak kepala jurusan itu membuka laci mejanya dan memandangi selembar kartu bank yang ada di dalam. Seketika sorot matanya terpancar tatapan tamak!
Tak lama kemudian Leon tiba di RS Royal Taruma untuk mendaftarkan diri. Dia datang ke bagian Bedah Toraks Kardiovaskular dan mencari Pak Iskandar, sesuai dengan arahan kepala jurusan.
“Leon dari fakultas kedokteran ya,” ujar Pak Iskandar sambil melihat CV Leon.
“Pak kepala jurusan yang merujuk aku ke sini,” sahut Leon.
“Ya, aku juga sudah dengar. Tapi sekarang orangnya sudah penuh, gimana kalau kamu bantu pindahin jenazah dulu.”
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Rich Man
Romance(Novel ini merupakan novel terjemahan resmi). Leon bekerja sebagai tukang delivery makanan, bahkan dibully sudah jadi menu hariannya. Tapi tak ada yang menyangka jika Leon, nyatanya adalah seorang putra dari keluarga miliuner. Dia memilih berpura-p...