*****
bagaimana mungkin, aku bisa membenci seseorang yang kehadirannya selalu aku syukuri?
*****
Pintu ruang rawat Bougenville ditutup dari dalam, begitu Mikayla dan Maxime masuk. Mikayla langsung menghampiri ranjang, melihat Elfino yang masih terbaring tidak sadar. Maxime mendorong kursi di samping ranjang Elfino dan menyuruh Mikayla untuk duduk. Setelah mengucapkan terima kasih pada Maxime, Mikayla pun duduk di kursi tepat di samping ranjang putranya.
Mikayla mengelus rambut Elfino dengan penuh kasih sayang. Sementara Maxime yang berdiri di belakang Mikayla, hanya bisa melihat pemandangan itu dengan tatapan sendu. Maxime langsung teringat sang ibu, merindukan kehadiran sosok wanita yang telah melahirkannya itu.
"Elfino, sayang ... ini mama, Nak." Mikayla menatap Elfino lekat, memperhatikan setiap inci wajah tampan putranya. "kenapa bisa seperti ini, El? Mama jadi khawatir."
Maxime memegang bahu Mikayla dari belakang, membuat Mikayla menoleh sebatas bahu dan tersenyum padanya. "Tante, yang sabar ya," ucapnya. "Elfino pasti baik-baik aja."
"Terima kasih ya," ucap Mikayla tulus. "kalian semua sudah perhatian sama Elfino."
Mikayla melihat Elfino lagi, menggenggam tangan putranya itu. "El, kamu beruntung sekali punya teman-teman yang peduli dan selalu ada untuk kamu," ucapnya. "makanya, kamu harus cepat sembuh ya. Biar kamu bisa kumpul sama mereka lagi. Iya kan, Max?"
Maxime tersenyum tipis dan mengangguk. "Iya, Tante."
"Mama tau, kamu anak yang kuat, El." Mikayla terus mengajak Elfino bicara, meskipun Elfino belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar.
"Zora...." lirih Elfino, lagi-lagi mengingau.
Mikayla mengerutkan kening, bingung. "Zora?" dia merasa asing dengan nama itu. "siapa dia, Max?"
"Dia ... teman sekolah Elfino, Tante," jawab Maxime sejujurnya.
Hubungan Elfino dan Lizora itu, memang hanya teman satu sekolah kan?
"Teman satu kelas?"
Maxime menggelengkan kepala. "Bukan, Tante," jawabnya. "cuma sekedar kenal aja."
"Elfino dekat dengan dia?"
"Tidak terlalu dekat juga, Tante."
Mikayla hanya mengangguk, tidak mau bertanya lebih jauh lagi.
"Maxime, tante bisa minta tolong?"
Maxime menganggukkan kepalanya tanpa ragu. "Selama Maxime bisa, Maxime pasti akan bantu, Tante."
Mikayla memegang bahu Maxime. Dia sudah menganggap Maxime seperti putranya sendiri. Apalagi setelah Mikayla tau, Maxime tumbuh tanpa sosok seorang ibu. "Tante masih ada urusan di perusahaan. Kamu bisa kan, menemani Elfino sampai tante kembali?"
"Bisa, Tante," jawab Maxime langsung menyanggupi.
Mikayla pun berdiri dari kursi. Tapi saat hendak keluar dari ruang rawat, tiba-tiba Mikayla berbalik dan menghampiri Maxime lagi. "Ada satu hal lagi, Max," ucapnya begitu mengingat sesuatu. "kamu mau bantu tante, lagi?"
Tanpa ragu, Maxime mengangguk lagi.
"Tante mau, kamu bawa Zora kesini," suruh Mikayla. "mungkin, kehadiran Zora bisa membantu Elfino untuk segera sembuh. Kamu bisa membawanya kesini, kan?"
Maxime diam untuk beberapa detik, tapi pada akhirnya mengangguk. "Maxime usahakan, Tante."
Mikayla memeluk Maxime dan menepuk-nepuk punggungnya. "Terima kasih ya, Max."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfino (Proses Revisi)
Teen FictionSama-sama pernah dikhianati, bagaimana Elfino dan Lizora bisa jatuh cinta lagi?