*****
tolong jelaskan, apa yang harus aku lupakan disini, kamu atau kenangan kita?
*****
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Kelvan dan Lizora akhirnya sampai di salah satu rumah sakit yang ada di Bandung. Dari parkiran, menyusuri koridor sampai ke ruang rawat Delima nomor 5, Kelvan terus menggandeng tangan Lizora. Dia benar-benar menjaga adiknya.
"Ca," panggil Kelvan seraya membuka pintu ruang rawat. "coba liat, siapa yang datang untuk menjenguk kamu."
Perlahan, Lizora semakin melangkah masuk ke dalam ruang rawat. Indra penciumannya langsung disambut dengan aroma obat-obatan hingga dia rasanya ingin mual. Lizora mengedepankan pandangan, lalu menemukan seorang gadis yang tengah berbaring tenang di ranjang dengan infus dan segala alat penunjang kehidupan.
Lizora berjalan lebih dekat, memperhatikan wajah cantik Acavella yang terlihat pucat. Sudah satu bulan lebih, Acavella berada dalam kondisi koma.
"Hai, Kak Aca," sapa Lizora seraya duduk di kursi samping ranjang Acavella. "ini Zora, Kak."
Hening dalam beberapa detik, lalu Lizora melihat sebuket bunga lily putih yang tadi sempat dia beli. "Zora bawain bunga buat, Kak Aca. Kata kak Kel, kak Aca suka bunga ini, ya?" ucapnya. "Zora taruh disini, ya."
Lizora menaruh bunga itu di nakas, sementara Kelvan hanya memperhatikannya dengan hati bahagia.
Rasanya bahagia banget bisa liat dua cewek yang gue sayang sedekat ini, batin Kelvan.
"Kak Aca," panggil Lizora seraya menggenggam tangan Acavella, berniat memberikan sedikit kehangatan disana. "bangun dong kak! Kasian tuh kak Kel, udah kangen sama kak Aca. Emangnya, kak Aca gak capek ya tidur terus?"
"Syen, Aca kan lagi koma," ucap Kelvan yang sejak tadi hanya diam memperhatikan. "kok kamu ajak bicara."
"Gapapa dong!" balas Lizora. "Kak Aca kan masih bisa dengerin Zora ngomong."
Kelvan hanya bisa geleng-geleng kepala seraya menepuk pelan puncak kepala Lizora. "Syen, kamu tunggu disini dulu, ya," ucapnya. "Kakak mau cariin makanan dulu buat kamu."
Lizora menoleh sebatas bahu seraya tersenyum dan mengangguk. "Iya, Kak Kel," jawabnya. "tenang aja, aku pasti jagain Kak Aca kok!"
Kelvan menepuk bahu Lizora, lalu keluar.
Kak Aca harus sembuh ya, batin Lizora.
*****
"Kak Kel, gak makan?"
Lizora meletakkan sendok di meja. Nasi gorengnya masih belum habis, tetapi dia berhenti makan karena melihat Kelvan tidak ikut makan dan hanya diam memperhatikannya.
"Kamu aja yang makan, Syen."
"Kenapa gitu?" balas Lizora seraya cemberut. "Syen gak mau makan, kalau kak Kel gak makan."
"Kakak udah makan di rumah tadi."
"Tapi kan itu tadi, sebelum berangkat kesini," balas Lizora masih cemberut. "lagian kak Kel kan cuma makan roti, mana kenyang sih?"
Hening dalam beberapa detik. Lizora membuka satu bungkus nasi goreng lagi seraya menyodorkan ke arah Kelvan. "Kak Kel, makan juga ya!"
Meski Lizora sudah menyuruhnya untuk makan, Kelvan tetap tidak menyentuh nasi gorengnya.
"Kak Kel," panggil Lizora seraya menatap kakaknya, bersiap menasehati Kelvan yang masih keras kepala. "dengerin Syenna, ya! Kak Kel harus makan. Kalau Kak Kel gak makan, kakak bisa sakit. Terus kak Kel sakit, siapa yang mau jagain Kak Aca? Jawab, siapa?"
Kelvan berhasil dibuat merenung. Selama berada di Bandung, dia memang sulit mengatur jadwal makannya. Jika biasanya selama di rumah Kelvan makan tiga kali sehari sesuai jam, tetapi di Bandung Kelvan seringkali melewatkan sarapan dan hanya sebanyak dua kali sehari (siang dan malam). Itu pun porsi makannya hanya sedikit, karena Kelvan kehilangan sebagian nafsu makannya sebab melihat keadaan Acavella yang berjuang di antara hidup dan mati.
"Iya, Kakak makan," ucap Kelvan.
Lizora menghela nafas lega karena telah berhasil membujuk kakaknya. Dia tersenyum. "Gitu dong!" balasnya. "Kak Kel harus sehat terus supaya bisa jagain kak Aca."
Kelvan hanya mengangguk, adiknya memang benar.
*****
Sejak tadi, yang dilakukan Elfino hanyalah mondar-mandir di depan teman-temannya. Dua hari, hanya dua hari dia tidak bertemu dengan Lizora terhitung dari kemarin, tetapi rasanya dia sudah tidak bertemu Lizora untuk waktu yang sangat lama. Padahal hari ini, Elfino berangkat sekolah dengan semangat berharap bisa bertemu Lizora yang sejak kemarin dia rindukan. Namun, sayang sekali, Lizora malah tidak masuk sekolah hari ini. Itu tentu membuat Elfino frustasi dan berdampak pada inti Ferelix yang harus melihat ketua mereka itu uring-uringan sepanjang hari.
"El, lo gak capek mondar-mandir gitu?" ujar Arthur seraya melihat Elfino malas. "gue aja yang cuma lihat capek."
"Lo bisa diam dulu nggak, Thur?" sentak Elfino kesal.
"Lo ada masalah, El?" tanya Maxime dengan raut datar seperti biasa.
"Pakai nanya lagi lo," sahut Diovan berapi-api. "gue yakin sih, si Elfino pasti lagi mikirin Zora."
Elfino tiba-tiba berhenti mondar-mandir, berbalik dan menatap teman-temannya. "Gimana, kalau kita susul Lizora ke Bandung?"
"Jangan gila deh, El!" ujar Frico mulai kesal. "Bandung itu luas, bro. Mana mungkin sih, kita keliling seluruh Bandung cuma untuk nyari Zora."
"Ya, memangnya kenapa?"
Oh, tolong cegah inti Ferelix agar tidak sampai memukul kepala Elfino.
"Gue setuju sama Frico," balas Diovan. "kalau kita aja gak tau dimana keberadaan Zora, mana mungkin kita bisa nemuin dia."
"El, gue tau kok lo cinta sama Zora." Arthur mendekat ke Elfino dan merangkul bahunya. "tapi please lah, yang normal-normal aja. Jangan jadi gila kayak gini!"
Frico mengangguk setuju. "Iya, El," ucapnya. "apalagi itu hanya untuk cewek egois kayak Zora."
"Co!" tegur Clemen. "jaga mulut lo!"
Sejak tau alasan Lizora tidak mau menerima Elfino menjadi pacarnya, Frico jadi tidak suka dengan Lizora karena menganggap gadis itu terlalu egois. Bagaimana bisa Lizora punya pemikiran mempengaruhi Elfino untuk meninggalkan geng Ferelix, pikirnya.
"Sorry," balas Frico.
*****
terima kasih untuk kalian yang sudah mau mampir dan baca cerita ini.
tinggalkan vote dan komen kalian disini, ya.
salam sayang 🤍
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfino (Proses Revisi)
Teen FictionSama-sama pernah dikhianati, bagaimana Elfino dan Lizora bisa jatuh cinta lagi?