Chapter 54: Takut

1.6K 98 2
                                    

*****

aku mencintaimu, karena itu adalah kamu.

*****

Malam ini, hujan turun deras sekali. Hampir seluruh siswa-siswi telah kembali ke tenda masing-masing untuk berteduh. Namun, itu tidak berlaku bagi Lizora yang justru berlari semakin jauh masuk ke dalam hutan.

Petir di atas langit bersahut-sahutan, membuat Lizora semakin ketakutan. Dia sudah basah kuyup, tetapi terus berlari menerobos hujan untuk mencari tempat berteduh sementara waktu. Akhirnya, setelah berlarian tanpa arah, Lizora menemukan sebuah rumah tua di dalam hutan. Dia berlari lebih cepat ke arah rumah itu.

"Permisi," ucap Lizora seraya mengetuk pintu yang sudah dipenuhi oleh rayap itu. "apa ada orang di dalam?" tanyanya, memastikan.

Lizora sudah mengetuk pintu berkali-kali, tetapi tidak ada sahutan sama sekali. Akhirnya, dia pun memutuskan untuk langsung masuk saja karena sudah tidak tahan lagi dengan udara dingin di luar.

Rumah tua itu kosong. Keadaannya juga terlihat seperti rumah yang sudah tidak dihuni. Lizora menutup pintu rumah itu kembali. Dia berjalan semakin masuk ke dalam, lalu mendudukkan tubuhnya di pojok ruangan. Celana dan sepatunya yang putih berubah menjadi kotor karena terkena tanah yang tercecer di lantai rumah.

Lizora menyandarkan punggungnya ke dinding sembari memeluk lututnya yang ditekuk. Dia meringkuk ketakutan. Saat ini, tidak ada yang bisa Lizora lakukan, sehingga ia hanya bisa menangis dalam diam.

Sampai kapan gue akan disini, batin Lizora.

*****

"Mel," panggil Elfino sedikit berteriak. Dia menghampiri Caramel yang duduk di karpet depan tenda. "Zora udah balik, belum?" tanyanya to the point.

Caramel dan Belva saling pandang, lalu keduanya pun berdiri dengan raut bingung.

"Kok lo nanya ke gue, sih, El?" Caramel mengernyit bingung. "harusnya, gue dong yang nanya ke lo, gimana, sih?"

"Tapi Zora nggak sama gue," balas Elfino. Raut wajahnya terlihat begitu frustasi.

"Hah, apa lo bilang?" Belva langsung berdiri, berhadapan dengan Elfino. "kok bisa Zora gak sama lo? Kalian, kan, satu kelompok."

"Zora memisahkan diri dari gue," jawab Elfino jujur tanpa di tutup-tutupi.

Saat mendengar Elfino berkata seperti itu, Belva sudah tidak bisa mengendalikan emosinya lagi. Dia menarik kerah baju Elfino. "Apa-apaan lo?!" sentak nya. "tadi Zora sama lo, ya? Bisa-bisanya lo biarin Zora pergi gitu aja. Gak becus banget, sih, lo jadi cowok! Jagain satu cewek aja gak bisa. Kalau Zora sampai kenapa-kenapa, gimana, hah?"

Belva memarahi Elfino habis-habisan, tetapi Elfino sama sekali tidak memberi respon. Dia merasa, dirinya memang pantas disalahkan karena kurang baik dalam menjaga Lizora.

"Udah, Bel, sabar." Caramel menarik bahu Belva agar gadis itu melepaskan cengkeramannya di kerah baju Elfino. "lo harus tahan emosi lo, kita bisa membicarakan ini baik-baik." Dia menasehati Belva setelah sudah payah menjauhkan gadis itu dari Elfino.

"Apalagi, sih, yang harus dibicarakan, Mel?" sentak Belva. "Zora udah hilang. Dan ... itu semua karena Elfino," tuduh nya seraya menunjuk wajah Elfino.

Elfino (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang