*****
obat terbaik adalah orang yang menggoreskan luka itu sendiri.
*****
Semenjak pulang sekolah sampai jam makan malam usai, Elfino tidak kunjung keluar dari dalam kamar. Sejak tadi, Elfino tidak merubah posisinya. Dia duduk di atas karpet dengan keadaan kamarnya yang gelap, pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong. Suasana kamarnya benar-benar sepi, hanya suara detik jarum jam yang terdengar menemani Elfino yang sedang patah hati.
Tiba-tiba gagang pintu kamar Elfino bergerak, lalu muncul Mikayla yang datang membawa nampan berisi makan malam untuk sang putra. Mikayla sedikit terkejut melihat kondisi kamar Elfino yang gelap gulita, lalu berjalan menuju saklar berada untuk menyalakan lampunya. Setelah lampu menyala, Mikayla dapat melihat Elfino yang duduk di lantai beralas karpet. Mikayla menaruh makan malam di nakas, lalu bergegas menghampiri sang putra dan ikut duduk di sampingnya.
"Kamu kenapa, El?" tanya Mikayla seraya mengusap belakang kepala Elfino dengan sayang. "kamu lagi ada masalah, ya?"
Elfino menoleh, menatap Mikayla yang tengah tersenyum kepadanya. Namun, Elfino tidak kunjung bicara membuat Mikayla mulai khawatir melihat kondisinya.
"Kalau kamu ada masalah, cerita sama mama, El," ucap Mikayla, lagi. Dia berusaha menjadi ibu yang terbuka untuk putra semata wayangnya. "jangan diam aja, El!"
Elfino menghela nafas berat, melihat Mikayla yang masih setia menunggunya bercerita. "Ini ... soal Zora, Ma." ucapnya pelan bahkan suaranya hampir tidak terdengar.
Mikayla diam untuk beberapa detik, lalu menggenggam tangan putranya. "Iya, ada apa sama Zora?"
Elfino menghela nafas lagi, sebenarnya berat untuk menceritakan perihal perasaannya ini kepada Mikayla. "Sebenarnya, El suka sama Zora, Ma," ungkapnya jujur.
Mikayla tersenyum. Dia merasa senang karena putranya bisa jatuh cinta lagi, padahal dia sempat berpikir Elfino mungkin akan menutup hatinya rapat-rapat setelah kisah cintanya di masa lalu.
"Bagus dong kalau gitu," balas Mikayla. "mama mungkin belum ketemu sama Zora, tapi sepertinya Zora anak yang baik. Zora juga cantik."
Mikayla sempat melihat foto Lizora sewaktu Elfino di rumah sakit waktu itu. Dia memang sudah merasa kalau ada sesuatu di antara Elfino dan Lizora. Menurut Mikayla, tidak mungkin sang putra menyimpan foto seorang gadis jika bukan didasari sebuah rasa semacam suka atau cinta.
"Iya, Ma." Elfino menyetujui penilaian Mikayla terhadap Lizora. "tapi masalahnya, Zora gak suka sama El."
"Loh, kenapa?" tanya Mikayla heran. "sebelumnya, mama gak pernah lihat kamu ditolak cewek. Mama seringnya lihat kamu yang nolak cewek," ledeknya.
"Ya, Zora emang beda banget sama cewek-cewek yang dekat sama El," balas Elfino. "di mata Zora, El gak lebih dari cowok brengsek."
"Gak boleh ngomong gitu," elak Mikayla. "kamu putra mama yang terbaik!"
Elfino hanya merespon pujian Mikayla dengan senyuman. Dia merasa lebih lega setelah membagi hal yang membebaninya kepada mamanya. Elfino memeluk tubuh Mikayla dari samping, ingin bermanja-manja sebentar agar semua bebannya benar-benar hilang.
"Udah, galau-galaunya?" tanya Mikayla seraya mengusap rambut putranya dengan sayang. "daripada kamu galau sendirian disini, mendingan kamu main sama teman-teman kamu. Kamu masih muda, patah hati itu udah biasa. Jangan terlalu dipikirkan!"
Elfino mengangguk, lalu mencium punggung tangan Mikayla. "El pergi dulu ya, Ma," pamitnya.
Mikayla berdiri. Elfino menyambar jaket, dompet dan kunci motornya lalu bergegas keluar dari dalam kamar menyisakan Mikayla yang masih berada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfino (Proses Revisi)
Teen FictionSama-sama pernah dikhianati, bagaimana Elfino dan Lizora bisa jatuh cinta lagi?