Chapter 36: Kasih Sayang

2.2K 148 10
                                    

*****

jika kata "selamat tinggal" terlalu sulit untuk diucapkan, maka katakan saja "sampai jumpa lagi"

*****

Bandung.

Hari-hari terasa berat dan lambat bagi Kelvan. Sejak sang kekasih, Acavella dinyatakan koma di salah satu rumah sakit besar Bandung, separuh jiwa Kelvan seolah ikut hilang. Keadaan itu membuat Kelvan terpaksa meninggalkan mansion dan tinggal jauh dari keluarganya. Rindu seringkali dia rasakan, tetapi rasa khawatir terhadap kondisi Acavella membuatnya tetap bertahan di tempatnya berada sekarang.

Seperti malam ini, Kelvan duduk sendirian di kursi tunggu yang berada di luar ruang rawat Acavella. Dokter sedang ada di dalam untuk pemeriksaan rutin. Kelvan hanya bisa duduk dengan kepala tertunduk dalam, berharap ada perkembangan pada kondisi Acavella meski hanya sedikit.

Pintu ruang rawat dibuka dari dalam. Kelvan dengan wajah lelah langsung berdiri, menyambut pria berjas putih seusia ayahnya.

"Bagaimana keadaan pacar saya, Dok?"

Dokter Iwan tersenyum tipis seraya menatap wajah Kelvan. Dia menepuk bahu pemuda itu untuk memberikan sedikit kekuatan. "Belum ada perkembangan yang signifikan."

Kelvan menghela nafas. Sudah satu bulan lebih, Acavella berada dalam keadaan koma, tetapi gadis itu tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan sadar.

"Sampai kapan Aca akan seperti itu, Dok?" tanya Kelvan seraya melirik ke arah Acavella yang terbaring di ranjang lewat kaca lingkaran pintu ruang rawat.

"Saya juga tidak bisa memprediksinya," jawab Dokter Iwan. "kamu berdoa saja, semoga Aca bisa segera sadar."

Kelvan mengangguk. Dari hari ke hari, harapannya semakin terkikis. Namun, karena rasa cinta Kelvan yang besar kepada Acavella membuatnya tetap percaya gadis itu pasti akan bangun kembali.

"Kalau tidak ada yang mau kamu tanyakan lagi, saya permisi," pamit Dokter Iwan.

Kelvan mengangguk. "Terima kasih, Dok."

Dokter Iwan pun pergi. Baru setelah itu, Kelvan masuk ke dalam ruang rawat lagi. Setiap kali masuk ke dalam, aroma pertama yang menyapa indra penciuman Kelvan hanyalah bau dari obat-obatan. Terkadang, Kelvan merasa mual karena terus mencium bau itu selama satu bulan lebih lamanya. Tetapi demi Acavella, Kelvan rela menahan semuanya.

Kelvan duduk di samping ranjang Acavella. Matanya tak pernah lepas dari wajah cantik gadisnya yang tampak pucat. Kelvan memegang punggung tangan Acavella yang bebas dari selang infus, mengusapnya pelan dan mengecupnya singkat.

Rindu. Hanya rasa rindu yang Kelvan rasakan setiap kali menatap wajah itu.

"Aca," panggil Kelvan pelan. "bangun, Ca."

Kelvan mendongakkan kepala sejenak, menahan air mata yang seakan ingin jatuh. Tidak, Kelvan tidak mau menangis didepan Acavella.

"Aku kangen sama kamu, Ca," ungkap Kelvan. Dia mengikis jarak, sehingga bisa melihat wajah cantik Acavella yang pucat dari jarak dekat. "besok aku ulang tahun. Kamu harus bangun dan menemani aku memotong kue."

"Kak Kel!"

Kelvan berbalik. Dia refleks berdiri saat melihat ke arah pintu. Cukup terkejut dengan keberadaan adiknya. Kelvan merasa tubuhnya di tubruk begitu keras, hingga hampir terhuyung ke belakang kalau saja tidak segera menyeimbangkan tubuh. Lizora memeluknya erat, sehingga Kelvan tidak punya pilihan lain selain membalas pelukan adiknya itu. Namun, beberapa detik kemudian, Kelvan merasa kaosnya menjadi basah di bagian dada.

Elfino (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang