*****
-
*****
Hujan semakin deras, langit gelap dipenuhi cahaya petir disertai suara yang keras. Elfino berlarian dengan perasaan frustasi. Sejak tadi, ia belum kunjung berhasil menemukan Lizora sehingga emosi perlahan naik ke kepalanya, dan berakhir ia menyalahkan diri sendiri atas hilangnya gadis itu.
Elfino hampir menyerah. Dia membenturkan kepalanya sendiri pada salah satu pohon, berkali-kali seolah sedang menghukum dirinya sendiri atas semua yang sudah terjadi.
"Lo udah gila, El?!" Arthur menarik jaket Elfino. "apa untungnya nyakitin diri lo sendiri, hah?!" bentaknya seraya menggoyangkan kedua bahu Elfino cukup keras. Dia ikut emosi.
"Lepasin gue," balas Elfino seraya menepis tangan Arthur yang berada di bahunya.
Elfino hendak kembali membenturkan kepalanya ke pohon, tetapi Diovan sudah lebih dulu menarik kerah jaketnya. "Bukan cuma lo aja yang khawatir sama Zora, El. Kita semua disini juga khawatir," ucapnya berapi-api. "tapi, lo jangan bersikap kayak anak kecil gini!"
"Lo nggak ngerti apa yang gue rasain!" sentak Elfino. Dia mendorong Diovan hingga punggungnya membentur pohon. "kalian semua gak akan bisa ngerti ... seberapa berharganya Zora bagi gue."
"Elfino benar-benar udah lepas kendali," ucap Frico pelan agar tidak didengar Elfino.
Namun, Clemen yang berdiri disampingnya dapat mendengar itu. Dia mengangguk. "Iya, itu artinya Zora benar-benar berharga buat Elfino."
Emosi Elfino sudah tidak dapat ditahan lagi. Dia mengepalkan tangan kuat, lalu meninju salah satu pohon hingga tangannya lecet. "Lebih baik kalian semua balik ke tenda," suruhnya. "biar gue sendiri yang cari Zora!"
Setelah mengatakan itu, Elfino pergi begitu saja. Sementara itu, Arthur hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Elfino yang begitu kalut.
"Kita harus tetap ngikutin Elfino!" titah Arthur. "bahaya kalau kita ninggalin dia sendiri, apalagi disaat emosinya lagi gak stabil kayak sekarang."
Inti Ferelix yang lain mengangguk. Mereka pun melanjutkan perjalanan untuk mencari Lizora, meski Elfino melarang.
*****
"Zora!"
"Lo dimana, Ra?"
Elfino tidak berhenti berteriak memanggil-manggil nama Lizora. Dia terus berjalan menyusuri hutan dengan keadaan pakaian basa kuyup sebab hujan masih terus mengguyur. Elfino terus masuk ke dalam hutan, hingga ia melihat sebuah rumah tua yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dia berhenti untuk memperhatikan rumah tua itu.
Ada kemungkinan Zora di dalam sana, batin Elfino menduga.
Tanpa membuang banyak waktu lagi, Elfino bergegas berlari ke rumah tua itu. Begitu sampai di depan pintu, Elfino terdiam untuk beberapa detik lalu ia baru mengangkat kepalan tangan untuk mengetuk.
"Permisi, apa ada orang di dalam?"
Perlahan, Lizora mengangkat kepalanya yang terasa berat. Dia mendengar suara ketukan pintu dari luar. Lizora memasang telinganya baik-baik, berusaha mengenali suara yang terasa begitu familiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfino (Proses Revisi)
Teen FictionSama-sama pernah dikhianati, bagaimana Elfino dan Lizora bisa jatuh cinta lagi?