part 2

2.5K 161 23
                                    

(murid baru?)

~♥~

Rabu, 28-juli

Suara gemelutuk sepatu menggema di koridor yang sepi, hanya terlihat beberapa orang di sana, sibuk dengan urusan mereka masing-masing padahal masih terlalu pagi.

Dengan setelan seragam, kemeja putih yang dibiarkan keluar, celana hitam bermotif garir-garis berwarna abu-abu, serta jas almamater yang menyingkap di atas bahunya, Arya berjalan menuju kelas dengan teramat santai.

Tangan kanannya masuk ke saku celana sementara tangan yang satunya ia gunakan untuk memainkan kunci motor kesayangannya.

Begitu sampai di kelas XII MIPA 3 yang pertama Arya lakukan adalah mengisi absensi kelas dengan menempelkan sidik jarinya lalu kemudian duduk di kursi keramat yang sudah ia labeli namanya, meskipun tak benar-benar tertulis.

Tas nya ia gantungkan ke sandaran kursi menghadap belakang, menarik untaian kabel headphone dan meraih sebuah buku tebal dari dalam tas miliknya, kemudian mulai membaca dalam diam.

Dia siapa? Mahatva Aryana .Z jawabannya. Laki-laki berusia 17 tahun yang merupakan putra tunggal dari pasangan ayah dan ibunya tentu saja, dan di gadang-gadang sebagai makhluk blasteran, yah Bandung-medan.

Ia anak satu-satunya tapi selalu merasa  di anak tirikan padahal ibu nya adalah salah satu penggemarnya.

Tidak, Arya bukan seorang kapten basket atau ketua osis famous bahkan ia bukan siswa superior yang jenius. Arya tidak lebih dari laki-laki usia 17 tahun yang hobi nya main game, makan marsmellow dan ngegabut, jika di alihkan ke persen, Arya= 10% niat untuk ambis, 10% napsu nonton miy*bi, 30% iman dan sisanya kebucinan akan makanan kenyal yang memiliki rasa strawberry tersebut.

Lalu kenapa laki-laki ini di kategorikan banyak penggemar? Dari segi mana mereka menilai seorang Arya? Tentu dari segi pandang netijen, tolak ukur dari segala keindahan dan alasan mengapa seseorang wajib di dukung dan di bela. Apalagi kalau bukan perkara goodlooking.

Yahh, selain skateboard, motor dan kehebatannya menonjok anak orang, Arya di berkati dengan fisik yang ekhem enak di pandang hingga berjam-jam.

Senyum dan tawa merdunya mampu menggetarkan jantung anak perawan bahkan yang sudah berstatus janda kembang sekalipun.

Gen keluarganya memang tak perlu di ragukan, bukan?

Kembali ke kenyataan yang pahit, Arya hanya sendirian di kelas. Entah karena takut kesiangan lagi atau memang rindu akan suasana sekolah setelah dua hari yang lalu izin tidak masuk karena sakit.

Yeah, salah siapa yang lebih memilih menerobos hujan dan memparodikan dilan tanpa milea hingga berakhir demam? Tentu Arya sendiri.

Sekitar 20 menit diam sembari membaca buku tebal tersebut, tak lama satu persatu teman sekelas Arya masuk ke kelas, semua orang yang masuk menyempatkan diri untuk bertegur sapa dengan Arya meskipun hanya sekedar ungkapan selamat pagi.

"SELAMAT PAGI SEMUANYA!" teriakan itu di sambut serempak dari siswa dan siswa yang sudah datang.

"pagi juga Ken."

Si pemilik nama cengar-cengir lalu segera menata langkahnya ketika melihat sang sohib sudah duduk di meja keramatnya.

"HEYYO MAMEN ARYA MY BRO, GIMAN-"

ARENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang