part 61

648 83 9
                                    


Hello kalian...

Untuk kali ini, bacanya pelan-pelan aja. Santai resapi dan hayati yah, biar makin ngefeel.

Ayo ramein kolom komentar dengan segala unek-unek kalian, kalau part ini rame aku janji bakal double up.

Cusss baca

Happy reading

~♥~

Malam itu hujan, cukup deras diiringi dengan petir dan kilat yang menyambar.

Menakutkan namun di dalam rumah terasa hangat, wangi masakan tercium hingga memenuhi penjuru dapur, sampai-sampai dapat menjangkau area lantai dua yang membuat Arya tertarik untuk turun.

"bunda masak apa?"

"rendang, tadi ayah bilang pengen makan itu yaudah bunda buatin."

Sang putra menarik kursi lalu duduk, memilih untuk tetap stay di dapur menemani Alena.

"ayah mana?"

"tadi ada yang nephone, jadinya ayah kedepan dulu disini berisik suara masakan."

Arya menjawab dengan anggukan, sesekali mencomot kerupuk yang ada di atas meja.

"tadi Rena balik jam berapa?"

"agak sore an, abang ngga ngizinin dia pulang sebelum selesai nugas."

Kening Alena mengerut, "kenapa gitu? Ngga kasian kamu sama dia?"

"yaa biar abang semangat ngerjainnya, kalau ada Rena jadi makin rajin terus juga suka di omelin kalau kelamaan ngobrol meskipun dia juga yang ngajak duluan."

Alena geleng kepala, mendengar kisah cinta Arya kadang membuatnya tak habis pikir.

"kalian udah jadian ya?"

"ngga ada alasan buat abang nahan lagi bun, malam ini juga abang mau minta ayah buat datang kerumah Rena, setau abang pacaran itu dilarang dalam islam, jadi abang pengen secepatnya nikahin Rena."

Terkesiap, Alena menatap putranya tak percaya, "kamu yakin dengan pilihan kamu? Maksudnya gini, nikah itu ngga semudah yang kamu kira, kalian sama-sama masih muda, apa ngga terlalu cepet?"

Arya menggeleng,"abang udah 24 jalan 25 tahun, udah cukup umur buat nikah, lagian bentar lagi juga wisuda, akhir tahun."

Sejenak mereka terjebak dalam keheningan, Alena berpikir keras menanggapi permintaan putranya, tak menyangka jika hari itu bisa datang secepat ini, Arya sudah dewasa sekarang.

Menghela napas, wanita setengah setengah abad itu tersenyum menatap anaknya.

"bicarain sama ayah kalau memang abang udah yakin, tapi apapun nanti keputusan ayah bunda harap kamu bisa terima."

"tapi bun-"

"abang dengerin bunda dulu yah, hubungan kita sama eyang lagi kacau sejak kamu mutusin jadi mualaf, kita perbaiki dulu baru kamu bisa realisasikan maksud dan tujuan kamu."

ARENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang