Langsung aja kali yah? Aku yakin kalian gk bakalan baca bacotan ini karena udah penasaran sama kelanjutan ceritanya.
Tanpa perlu berlama-lama lagi, kuy lah baca
Happy reading!
~♥~
"LO GK LEBIH DARI SEKEDAR BEBAN RENA!"
Orang-orang kini menatap Rena, merasa iba pada gadis itu dan mengutuk Tania dalam hati masing-masing.
Kepala Rena mendongak, menatap Tania lurus dengan mata memerah. Arya yang melihatnya mengumpat.
"lo tau, gue juga nyesel lahir di dunia ini." intonasi Rena rendah dengan suara gemetar, tangannya masih mengepal hingga kuku memutih.
Tania tersenyum, "lo emang gk pantes hidup!"
"lo ngomong gitu karena gk tau apapun!"
"APA YANG GK GUE TAU? LO PENGHALANG, LO SUMBER MASALAHNYA!"
"IYAAA GUE YANG SALAH, GUE SUMBER MASALAH, GUE PEMBAWA SIAL, PUAS LO?!" Rena balas berteriak, membuat Tania tersentak begitu melihat mata Rena yang memerah dengan air mata yang menggenang.
"gue jahat banget karena udah lahir di dunia ini, gue ngerenggut semua nya. Kebebasan mama, kebahagiaan papa dan sekarang orang yang lo suka, gue yang patut di salahkan atas semua ini!"
"Ren," Arya melepas tangan Tania, lalu bergerak mendekati Rena yang terlihat mulai goyah.
"lo sakit kan Tan? Kata lo sakit banget liat gue bareng Arya? AMBIL TAN, AMBIL!"
Pertahanan Rena runtuh, air matanya menetes di depan semua orang yang ada di sana.
"lo tanpa tau apa yang gue rasain, berani bilang sakit depan gue?" terkekeh hambar, Rena menyeka air matanya kasar sebelum kembali melanjutkan, "kasih tau gue, rasanya sesakit apa Tan? Kasih tau gue rasanya di tolak, di lupakan, di sisihkan dan di kutuk keberadaannya!"
Anak kelas turut merasakan sesak yang Rena rasakan, meskipun tidak tau apa pun. Arya yang saat itu sudah berdiri di depan Rena menatap gadis itu sendu, ia untuk kesekian kalinya melihat perempuan itu hancur.
Rena membalas tatapannya, "lo tau kan? Kasih tau Tania, Ar. Kasih tau dia betapa bahagianya gue selama ini, gk ada yang perlu gue khawatirin dan seberapa nyenyaknya gue tidur tiap malem."
"LO EGOIS REN!"
"IYAAA GUE EGOIS!"
Rena lelah, sungguh. Maka tanpa mengatakan apapun ia pergi dari sana, berlari di koridor menuju kemanapun asal tidak harus di kelas.
Arya mengejar, tak berniat menghentikan langkah Rena namun terus membuntuti.
Sementara Tania terdiam, tubuhnya menumpu pada meja guru, jantungnya berdegup kencang dan terasa sesak ketika kembali terbayang suara Rena dan tatapan terluka perempuan itu.
Anak kelas lainnya juga sama, mereka terdiam dan tak tau harus melakukan apa. Devan menghampiri Tania, berdiri menjulang di hadapan perempuan itu dan menatapnya datar.
"lo puas? Gue jadi kasian. Kehilangan teman, di tolak Arya, dan sekarang seluruh anak kelas tau kelakuan lo yang sebenarnya, congrast Tan lo udah berhasil bohongin kita semua dengan tingkah sok kalem lo selama ini."
Setelah mengatakan itu, Devan mengambil tas miliknya, Arya dan punya Rena, membawa semua itu keluar kelas di ikuti oleh Kenan yang tak mengatakan apapun, tepat di saat bel pulang berbunyi.
Tania menatap sekitar, tatapan menghakimi terarah untuknya, "lo semua salah, Rena yang-"
"lo menjijikan tau gk," ujar Gina dengan ekspresi datar.
"bagus banget akting lo, ketipu gue," Dion menimpali dan di ikuti dengan semua orang yang bergerak membenahi barang-barang mereka sebelum akhirnya pergi meninggalkan kelas satu persatu.
~♥~
Rena memutuskan untuk menenangkan diri di sini, gudang. Dengan berjongkok di samping lemari, gadis itu menangis, isakannya terdengar jelas membuat Arya yang berdiri beberapa langkah darinya memejamkan mata, tak tega.
Arya memberi Rena waktu 15 menit untuk menumpahkan semuanya, sampai kemudian ia mendekat, ikut berjongkok di hadapan gadis itu.
Rena masih terisak, Arya membiarkan.
"dia gk tau apapun Ar." kepala Arya mengangguk.
"Tania kesakitan katanya, jadi gue jauhin lo." lagi, Arya menggerakan kepalanya sebagai jawaban.
"gue gk mau orang-orang terdekat gue ngerasain hal yang sama, nahan rasa sakit itu gk enak, dan gk akan pernah enak."
"iyaa."
"kata lo, semua bakalan berubah indah pada waktunya, semuanya bakalan berakhir asal gue gk ngakhirin film yang belum sampai di ending, tapi kenapa semakin kesini, rasanya makin berat."
Arya masih diam, membiarkan Rena bicara.
Rena mendongak, menatap Arya dengan mata sembap serta wajah memerah.
"sakit Ar, gue gk tahan."
"gue capek, semuanya gk berguna."
"semuanya pergi ninggalin gue, mama, papa, dan gue yakin lo juga sama."
"izinin gue nyerah please," suara Rena semakin melemah, kedua tangannya menggenggam tangan kanan Arya erat, meremasnya seolah sedang menyalurkan rasa sakit.
"sakit banget Arya, gue gk berguna, gue hanya beban, gue gk lebih dari orang pembawa sial."
Arya menangis, dalam diam air matanya ikut meluncur turun. Membandingkan kehidupannya dan milik Rena yang bertolak belakang, kehilangan selalu jadi sumber rasa sakit yang paling berat.
Ia mendekatkan diri, meletakan kepala Rena di dadanya dan menggendong tubuh perempuan itu ketika melihat Rena tak lagi menunjukan tanda-tanda kesadaran.
Ia membawa gadis itu keluar dari gudang, menyusuri koridor yang sepi masih dengan air mata yang terus menetes.
Pada parkiran Devan dan Kenan sudah menunggu, membawakan mobil milik Kenan dan membiarkan Arya menggunakannya.
Arya menurunkan Rena pada jok belakang dengan dirinya duduk di sebelah, ada Devan di depan dan Kenan sebagai yang menyetir, dari kaca spion tengah Devan melirik sahabatnya.
Mereka tak bicara apapun, Arya hanya fokus mendekap Rena, membiarkan gadis itu tertidur dalam pelukannya hingga tiba di rumah.
"di dalem ada kak Saski sama Key, gue udah bilang tadi, jadi Rena aman," ujar Kenan begitu mereka sampai di rumahnya.
Arya setelah membaringkan Rena di atas ranjang, kembali menemui kedua sahabatnya.
"thanks udah bantuin, gue titip Rena bentar setelah mastiin papanya gk ada di rumah," ujarnya.
Kenan mengangguk, "lo masih ngutang penjelasan, gue ngerasa satu-satunya orang yang gk tau apapun di sini."
"iyaa nanti gue ceritain." Arya menaiki motor miliknya yang sudah lebih dulu di antarkan orang suruhan Kenan ke rumah, menuju rumah milik Rena sampai terakhir rumah nya sendiri.
..TBC..
|JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK|
sampai sini dulu yah, ngantuk. Sorry kalau pendek.
Btw, next gk nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARENA
Teen FictionArya memperhatikan gadis itu, "suka, dia manis." "permen juga manis," sahut Rena kembali. "tapi dia lembut," jawab Arya tetap kekeh. "gulali lembut tuh." "gk, gulali sifatnya lumer kalau kena air." ~♥~ "kenapa kita gk bisa bareng?" tanya Arya mulai...