Haiii...
Jangan lupa bersyukur dan kerjain tugasnya. Buat yang udah tatap muka, gimana rasanya setelah sekian lama akhirnya lepas dari zoom dan classroom:)
Tetap semangat okay? Jalanin hari sesuai keinginan kalian, tapi bukan berarti harus memaksa orang lain buat ikutan juga.
Happy reading
~♥~
Hari itu libur, mobil sedan putih melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota yang tampak ramai karena memang sedang weekend.
Di belakang setir mobil, duduk seorang lelaki dewasa, di sebelahnya sang istri berada dan pada kursi tengah Arya menatap jendela dengan gamang.
Helaan napas berulang kali terdengar, cukup mengundang atensi Alena yang kini menatap sang putra satu-satunya melalui spion tengah mobil.
"abang kenapa?"
Mata mereka bertemu melalui siluet bayangan pada cermin, senyuman di paksa untuk terbit di kedua sudut bibir si laki-laki dengan kepala menggeleng pelan.
"gapapa bun, agak cape aja."
"mau mampir bentar gk di minimarket buat beli sesuatu gitu?" tawar sang ayah.
"gk usah yah, bentar lagi juga kita telat."
Mereka tiba tak lama setelah itu, turun satu persatu dan segera Arya mengundang perhatian para perempuan yang ada di sana.
Namun seolah tak pernah melihat orang lain selain keluarganya, Arya segera melangkah memasuki gereja tanpa menoleh sedikit pun.
Wajahnya datar tak secerah biasanya. Untuk pertama kali Arya datang ke gereja dengan keadaan kacau.
Ia ikut duduk di salah satu kursi, menatap sekitar beberapa saat sampai kemudian menunduk. Tangannya terangkat dan saling menggenggam, dalam hati Arya berujar.
"tuhan, apa yang harus saya lakukan?"
Matanya terpejam, menyerukan isi hati pada sang tuhan.
"tolong- tolong tuhan, berikan petunjukmu."
Genggamannya semakin mengerat, kepala menunduk dalam dengan khusyuk berdoa. Tak lama, Arya menyudahi aktifitas religiusnya. Menatap patung yesus yang terpantri di depan altar gereja.
Semua orang tengah berdoa, mendengarkan ceramah yang di bawakan oleh pendeta.
Sekitar beberapa menit berikutnya, kegiatan religius itu selesai. Arya keluar lebih dulu ketimbang kedua orang tuanya yang masih beramah-tamah dengan jama'ah lain.
Di depan gereja, ia duduk pada kursi panjang di bawah pohon. Melonggarkan krah kemeja dan membuka kancing atas. Rambut yang awalnya tertata rapih kini sengaja di acak-acak.
Tangannya menggenggam ponsel, menatap foto Rena yang ia jadikan wallpaper. Bucin? Yah begitulah. Arya sudah terlanjur jatuh.
"cantik."
Ia tersentak, dan segera menoleh ke arah dimana datangnya suara. Sang Ayah duduk di sana, entah sejak kapan namun bibirnya tersenyum sambil menggulung lengan baju hingga siku. Tampak menawan meski telah muncul kerutan.
"pacar kamu?"
Arya tersenyum sekilas, "hampir."
"kenapa?"
"beda yah, dia alhamdulillah sementara abang puji tuhan."
Kristian terkekeh pelan, mengundang tanda tanya dari sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARENA
Teen FictionArya memperhatikan gadis itu, "suka, dia manis." "permen juga manis," sahut Rena kembali. "tapi dia lembut," jawab Arya tetap kekeh. "gulali lembut tuh." "gk, gulali sifatnya lumer kalau kena air." ~♥~ "kenapa kita gk bisa bareng?" tanya Arya mulai...