1

347 31 2
                                    

Seekor tikus berjalan diantara tumpukan padi. Moncongnya menghirup sesuatu yang tidak biasa. Binatang pengerat itu mendengus tanpa tahu bau apa yang datang masuk ke dalam lubang hidungnya.

Ah, biasanya aku mencium bau ini ketika ada domba disembelih. Mungkin itulah yang dipikirkan si tikus ketika dia semakin dekat dengan sumber bau.

Tikus itu mengarahkan pandangan pada pintu lumbung padi yang terbuka. Cahaya matahari masuk ke dalam ruangan tidak berlubang udara itu. Tidak biasanya pintu lumbung padi itu terbuka lebar, tetapi tidak ada orang yang sengaja mengambil padi atau menyimpannya.

Lumbung padi kala itu hanyalah bangunan panggung. Berbahan dasar kayu dan bambu serta beratap ijuk yang mudah ditemukan di sekitarnya.  Sebuah tempat yang dianggap penting bagi warga untuk menyimpan cadangan pangan ketika musim panen belum tiba.

Sebagai binatang yang tidak mau tahu urusan ummat manusia, si tikus hanya mencari apa yang dia inginkan. Butiran padi untuk sarapan pagi.

Dia pun melangkah lagi berjalan diantara tumpukan padi sambil memakan apa yang ada di hadapannya. Matanya tertuju pada buliran padi yang ada di depannya.

Namun, ketika berdiri dengan dua kaki sambil memegang sebutir padi binatang itu melihat pemandangan tak biasa. Karena dorongan rasa ingin tahu, dia menghampiri sesuatu yang aneh baginya.

Kaki kecil binatang itu menyentuh sesuatu yang lengket. Cairan yang mulai mengering. Kumisnya yang panjang bergerak-gerak sebagai reaksi pada sesuatu yang asing.

Oh, manusia ... tapi kenapa tidak bergerak?

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang