"Asih, Bapa tidak suka kamu menguping pembicaraan Bapa."
"Maaf, Pa. Saya hanya penasaran dengan apa yang Bapa lakukan."
"Ini bukan urusanmu, Asih."
"Jika ini bukan urusan saya, saya berharap saya tidak menjadi korban berikutnya?"
Haji Masdar bicara pada Asih yang tertunduk. Anak gadis itu tidak sanggup menatap wajah ayahnya. Dia tahu jika orang tua itu sedang marah padanya.
"Korban?"
Asih hanya menunduk. Dia tidak bisa berkata-kata. Anak itu malah meneteskan air mata. Menangis tersedu-sedu.
"Pa, cukup Kang Majid yang ...."
"Maksudmu, kematian kakakmu ada hubungannya dengan gerakan yang Bapa lakukan? Ah, itu hanya dugaanmu saja! Kau belum cukup dewasa untuk mengerti apa yang Bapa lakukan."
"Saya hanya merasa jika kehidupan keluarga kita baik-baik saja sebelum Bapa mendirikan Perhimpunan."
"Asih, tidak ada hubungannya ...."
Asih terus menangis. Dadanya merasa sesak. Begitu banyak kata yang ingin dia ucapkan, tapi melihat wajah ayahnya yang marah maka dia tidak berani bicara lebih banyak.
"Asih, nanti juga kau akan mengerti kenapa Bapa harus mendirikan Perhimpunan."
"Tapi, sebelum saya mengerti ... mungkin saya sudah tidak ada di dunia ini."
"Apa yang kau katakan?"
"Bapa ... saya takut ...."
Haji Masdar hanya menatap wajah anak gadisnya.
"Saya yang pertama kali menyaksikan Kang Majid meninggal. Lehernya mengeluarkan banyak darah ...."
"Bapa tahu itu."
"Tapi Bapa tidak tahu siapa yang melakukannya."
"Nanti juga kita akan tahu."
"Kenapa kita tidak melapor kepada polisi."
"Polisi itu orang Pemerintah."
"Bapa tidak mempercayai mereka?"
"Tentu saja. Bisa saja mereka mengarang cerita ...."
"Tapi apakah Bapa percaya pada anak Bapa ini ...."
Haji Masdar kembali menatap wajah anaknya.
"Saya ... melihat orang asing yang berada di lumbung padi ketika Kang Majid dibunuh."
"Kenapa kau baru bicara sekarang?"
"Karena Bapa sedang marah. Dan, saya tidak ingin Bapa terus-terusan menuduh Pemerintah."
"Bapa punya alasan."
"Tapi ... saya satu-satunya saksi pembunuhan Kang Majid ... tidak mau asal menuduh ...."
"Kalau begitu, tunjukan orangnya. Akan Bapa cari."
"Itu yang tidak saya mau. Bapa akan bertindak sesuai keinginan Bapa tanpa bisa membuktikan kebenarannya."
"Lalu bagaimana kita membuktikannya?"
"Kita serahkan ke Polisi. Biar pengadilan yang ...."
"Tidak. Bapa tetap tidak percaya pada Pemerintah. Kalau kita bicara dengan polisi berarti kita mengakui mereka sebagai pemerintah padahal mereka penjajah."
"Lalu, siapa yang akan melindungi Asih. Tempo hari Kang Majid, besok lusa mungkin saya yang akan menjadi sasaran."
Haji Masdar terdiam.
"Apakah Bapa sanggup melindungi Asih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Tragedi Lumbung Padi
Mystery / ThrillerSebagai binatang yang tidak mau tahu urusan ummat manusia, si tikus hanya mencari apa yang dia inginkan. Butiran padi untuk sarapan pagi. Dia pun melangkah lagi berjalan diantara tumpukan padi sambil memakan apa yang ada di hadapannya. Matanya tertu...