4

100 24 0
                                    

Raden Bakti  dan Haji Masdar berjalan menuju kuda yang telah disiapkan oleh Panca. Seekor kuda berwarna hitam kecokelatan dengan bulu yang mengkilap terkena terpaan sinar matahari.

"Saya sangat berharap Raden mempertimbangkan penawaran saya."

"Akan saya pertimbangkan. Perhimpunan yang Akang pimpin ternyata memiliki tujuan yang mulia."

"Ini bukan hanya tujuan jangka pendek. Tapi juga tujuan jangka panjang demi anak cucu kita."

Haji Masdar melirik ke arah Panca yang sedang mengelus-elus kuda milik juragan padi itu. Orang tua itu menghirup nafas panjang sambil memandang cakrawala. Dia nampak memikirkan sesuatu yang besar. Sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan.

"Saya mendirikan Perhimpunan Pribumi bukan hanya untuk mengumpulkan orang-orang pribumi. Perhimpunan ini didirikan untuk melawan kelicikan bangsa lain yang datang ke negeri yang indah ini."

"Negeri yang dikaruniai kekayaan alam luar biasa."

"Sayangnya, bukan kita yang menikmatinya."

Raden Bakti menganggukan kepala sambil tersenyum ketus. Kedua tangannya dikepalkan di belakang punggung. Dia menunduk seakan sama-sama merasakan keresahan yang dialami Haji Masdar.

"Ya, sudahlah. Sepertinya tidak cukup waktu untuk membicarakan banyak hal." Haji Masdar menyadari kita perbincangan harus segera ditutup.

"Iya, kita harus sering-sering berbincang seperti ini."

"Saya berterima kasih karena telah diperkenankan berkunjung sepagi ini. Saya sengaja datang pagi-pagi karena saya tahu, Raden sibuk membuat gerabah jika siang menjelang."

"Kang Haji juga sepertinya sibuk panen kalau sudah siang."

Mereka tertawa renyah sebagai bentuk saling mengerti kehidupan masing-masing. Sebuah ikatan persahabatan yang kuat. Meskipun desa mereka berjauhan tetapi komunikasi diantara keduanya terjalin karena alasan yang berbeda.

Setelah mengucapkan salam, Haji Masdar melecut kudanya ke arah utara menjauh dari Desa Pujasari. Raden Bakti, Panca dan orang-orang di sekitarnya terus memandang pria berkuda itu sampai berbelok di belokan pertama. Dia tidak terlihat lagi.

"Ayah, Haji Masdar itu juragan padi ya?" Panca membuka percakapan dengan Raden Bakti.

"Ya, sawahnya luas sekali."

"Kalau Perhimpunan Pribumi itu apa? Sama juga menjual padi?"

"Itu perhimpunan orang-orang pribumi agar bisa hidup berdikari."

"Hidup berdikari itu ... harus melawan Pemerintah?"

"Tidak juga. Kita bisa bekerjasama dengan Pemerintah."

"Ayah, saya khawatir ... akan keselamatan kita kalau Haji Masdar mengajak Ayah untuk melawan Pemerintah."

"Itu juga yang Ayah khawatirkan. Kita harus mengorbankan banyak orang jika melawan Pemerintah."

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang