26

49 19 0
                                    

"Hei! Bebaskan Juragan!"

Teriakan demi teriakan terdengar di luar. Burhan merasa jengkel dengan teriakan-teriakan orang di luar.

Laki-laki berpakaian serba putih itu berjalan ke luar. Langkahnya tegap dengan memasang wajah penuh ketegangan. Dia seakan menegaskan jika dirinya tidak bisa ditekan oleh orang-orang yang tidak punya kepentingan seperti warga desa.

Puluhan waga desa sudah berkumpul di pekarangan rumah Haji Masdar. Burhan menemui mereka di beranda  hanya mengobati rasa penasaran. Burhan ingin menyaksikan seberapa banyak orang yang berani datang. Padahal, anak buah Burhan sudah siap menembak mereka yang berani merangsek masuk ke dalam rumah.

"Apa hak kalian menyuruhku!" Burhan berteriak dengan memasang mata melotot.

"Kami ingin Juragan dibebaskan."

"Kalau aku tidak mau?"

"Kami akan menyerang kalian."

Burhan melirik ke anak buahnya yang sedang berdiri di pintu. Laki-laki berbaju gelap itu nampaknya paham maksud lirikan majikannya.

"Lihatlah, laki-laki tua ini sudah tidak berdaya!" Burhan menunjuk Haji Masdar yang diseret keluar dari ruang tengah. "Kalian masih membela dia?"

Warga yang sudah menghunus senjata nampaknya mulai meredam amarah mereka. Tidak ada lagi yang berani berteriak apalagi mengacungkan senjata tajam seperti sebelumnya.

Burhan menodongkan pistol ke kepala Haji Masdar. Dia tidak main-main dengan ancamannya.

"Siapa yang berani mendekat, maka dia akan mati!"

Warga mulai mundur selangkah demi selangkah. Mereka memandang nanar laki-laki tua yang selalu dipanggilnya "juragan".

"Hei!" Burhan kembali menata kata, "memangnya apa yang telah laki-laki ini berikan untuk kalian, heh?"

Warga tidak ada yang menjawab pertanyaan Burhan. Semua terdiam.

"Kau, hei kau yang bajunya paling bersih? Aku tahu kau pengurus Perhimpunan. Apa yang telah kau dapatkan hingga kau membela laki-laki tua ini?"

"Eee ... Juragan sudah memberi kami kehidupan yang lebih makmur."

"Omong kosong!"

"Juragan Haji memperbolehkan kami mengolah lahannya."

"Bodoh! Kalian hanya jadi kacung! Kalian dimanfaatkan orang tua ini!"

Burhan mencoba mempermainkan pikiran orang-orang desa tidak berpendidikan yang sedang berdiri berkerumun. Orang-orang itu nampak berpikir, mereka saling tatap satu sama lain.

"Hei, kalian orang desa tidak tahu jika kalian hanya dimanfaatkan untuk memenuhi ambisi laki-laki ini!"

"Maksudmu apa?"

"Kalian sadar ... jika Perhimpunan Pribumi yang dia dirikan sebenarnya bukan untuk memperjuangkan nasib orang pribumi?" Burhan menghela nafas, "Tapi mengejar ambisinya untuk berkuasa di desa ini!"

Haji Masdar membelalakan matanya.

Orang tua itu sangat marah pada Burhan karena pernyataannya. Tapi, dia tidak bisa berkata-kata karena ujung pistol masuk ke dalam mulutnya ...

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang