56

47 18 0
                                    

"Malam ini ... dan besok ... akan menjadi hari yang panjang. Persiapkan jiwa dan raga kalian untuk menjalankan tugas kali ini!"

Kepala Polisi memberikan pidato penyemangat bagi lima puluh anak buahnya. Di samping kuda tunggangan masing-masing, para polisi itu mendengarkan arahan dari pimpinannya. Di bawah temaram cahaya lampu, mereka masih bisa melihat pimpinannya berpidato dengan nada berapi-api.

Panca, Bajra, Asih dan Pratiwi berdiri di hadapan pria-pria berseragam biru tua sembari mendengarkan setiap kata yang disampaikan Kepala Polisi. Keempat anak remaja itu begitu terpana karena terbawa suasana yang jarang mereka rasakan. Malam itu, menjadi malam yang melelahkan bagi  Panca dan kawan-kawannya sekaligus menjadi malam yang penuh semangat.

"Di hadapan kalian ada empat orang remaja yang akan menjadi pemandu kalian sekaligus menjadi orang yang harus kalian lindungi. Keselamatan mereka berada di tangan kalian."

Setelah diperkenalkan pada sepasukan polisi berkuda di halaman Markas Besar Kepolisian, Panca dan kawan-kawannya melakukan persiapan. Mereka bersiap untuk melakukan perjalanan menghabiskan malam menuju tempat tugas mereka. Segala perbekalan yang diperlukan, di masukan ke tas yang dipasang di pelana kuda.

"Persiapkan diri kalian, karena ... sangat mungkin kalian mendapati hal-hal yang tidak diharapkan."

"Kami mengerti, Tuan Gubernur. Kami berterima kasih karena telah membantu kami." Panca menjadi juru bicara bagi sekelompok remaja tanggung itu.

"Tapi, aku akan menagih janji kalian jika ini semua sudah selesai."

Panca bisa mengerti kenapa Gubernur Jenderal bicara seperti itu. Panca paham jika masalah Asih dan keluarganya adalah masalah politik. Dan, itu harus diselesaikan dengan jalan politis.

"Tuan Gubernur, maaf bila kami merepotkan. Karena saya berpikir ... jika bukan Tuan Gubernur yang dapat  menyelesaikan masalah ini ... kami tidak tahu harus bagaimana."

"Ya, aku salut pada kalian. Kalian datang pada orang yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini."

***

Satu peleton pasukan polisi itu melecut kudanya meninggalkan gedung berukuran besar di tengah kota Batavia. Kuda-kuda itu berlari beriringan membelah malam.

Seorang Inspektur Polisi memimpin pasukan berkuda yang berlari beriringan di jalanan Batavia yang mulai sepi. Malam yang semakin larut, membuat orang malas untuk keluar rumah. Bagi warga Batavia saat itu, malam semakin larut hanya mengundang para penjahat untuk memangsa korbannya.

Namun, mendengar derap langkah puluhan kuda di jalanan warga pun penasaran ingin keluar rumah. Ini kejadian langka di Batavia. Wajar jika bertanya-tanya akan ke manakah kuda-kuda itu?

Apabila ada seorang penjahat berniat merampok rumah warga, sepertinya dia akan mengurungkan niatnya. Menyaksikan pasukan berkuda begitu banyak, wajar jika hati si penjahat menjadi ciut. Ada apa lagi ini?

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang