66

51 19 0
                                    

Langit menjadi lebih terang dari sebelumnya. Fajar merekah di ufuk timur. Tak ada awan yang mencoba menghalangi cahayanya untuk memberi suasana berbeda pada alam raya.

Suara ayam berkokok terdengar dari kejauhan. Awalnya hanya seekor ayam jago yang berteriak membangunkan pemiliknya, kemudian ada ayam lainnya yang menyahut. Kemudian ayam tetangga juga ikut keluar dari kandang dan mengepakkan sayapnya lalu dia berkokok.

Bagi ayam-ayam itu, ini adalah hal rutin yang mereka lakukan setiap subuh. Mereka tidak peduli, apakah manusia mengikuti mereka untuk bangun atau masih menikmati tidur nyenyaknya.

Ada hal yang tidak disadari oleh ayam-ayam itu. Bahwa, pemilik mereka sudah terjaga semalaman. Warga desa Sugihmakmur tidak ada yang berani tidur pada malam tadi. Celakanya, mereka pun tidak berani keluar rumah walau sekedar pergi ke surau. Alhasil, tidak ada orang yang berani mengumandangkan adzan. Tidak terdengar suara adzan kala subuh itu.

Diantara warga yang belum tertidur itu, ada sepasang suami istri. Kebetulan rumahnya dekat dengan jalan desa. Jadi, mereka bisa tahu jika ada kuda atau pedati melewati jalan desa. Bahkan langkah kaki manusia pun bisa terdengar dari balik dinding anyaman bambu rumah mereka.

"Suara kuda lagi?"

"Iya, Kang. Mereka kuda-kuda yang semalam datang ke rumah Juragan Haji."

Dari balik jendela, sepasang anak manusia itu bisa melihat dengan samar siapa saja dan bagaimana rupa si penunggang kuda. Cahaya matahari cukup membantu mereka untuk melihat siluet si penunggang kuda walaupun wajah mereka belum terlihat dengan jelas.

"Diantara mereka ... ada Tuan Burhan  dan anak buahnya."

"Mereka ditangkap polisi."

"Bukan, mereka ... sepertinya mereka hanya dijemput. Tangan mereka tidak diikat. Tidak tampak sebagai tahanan polisi."

Sepasang suami istri itu tidak berani berbicara lebih banyak lagi, mereka ketakutan apabila suara mereka terdengar oleh puluhan polisi yang tidak henti-hentinya berjalan beriringan.

"Eh, bagaimana kabarnya Juragan Haji?" sang istri kembali berbisik ke daun telinga suaminya.

Si suami tidak menjawab pertanyaan istrinya. Laki-laki itu malah berjalan menjauh dari tempatnya berdiri. Si istri kebingungan dengan sikap suaminya.

"Akang mau ke mana?"

"Mencari jawaban dari pertanyaanmu."

"Hati-hati, Kang."

Si suami menganggukkan kepala. Bergegas membawa golok yang tersimpan di dekat tempat tidur, kemudian dia pergi dengan langkah tergesa.

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang