"Bapa ... Kenapa Bapa tega membiarkan anakku dibunuh?" Minarti menangis meraung-raung.
"Kenapa kau menyalahkan Bapa, dia yang sudah membunuhnya!" Haji Masdar marah pada Minarti, anak sulungnya.
"Kalau Bapa tidak keras kepala, ini semua tidak akan terjadi!"
"Keras kepala? Jaga ucapanmu, Minarti. Aku masih orang tuamu!"
"Bapa ... tadi aku dan Kang Munarman berpapasan dengan warga ... dan mereka menceritakan bagaimana kejadiannya ...."
Minarti dan Munarman, datang dengan menyewa delman. Mereka berdua datang tergesa setelah tahu jika anak-anaknya tidak ada di rumah.
Anak-anak itu diculik oleh anak buah Burhan. Kedua orang tua anak-anak itu baru sadar jika mereka diculik ketika berita penyekapan keluarga Haji Masdar tersebar ke desa sebelah. Kebetulan, rumah mereka berada di desa tetangga. Sehingga mudah bagi warga untuk memberitahu apa yang telah terjadi di rumah Haji Masdar.
"Minarti ... anakku ... ikhlaskanlah mereka. Sekarang mereka sedang menuju surga."
"Argghhh! Omong kosong dengan surga yang Bapa tawarkan!" Munarman tidak sanggup menahan emosinya. Setelah bertahun-tahun menjadi menantu Haji Masdar, baru kali ini dia berani membentak mertuanya.
"Hei jaga mulutmu! Paham apa kau tentang agama?"
"Bukan begini cara manusia masuk surga ...," Munarman menangis sambil bersimpuh di tanah. Kakinya lemas menyaksikan kenyataan di hadapannya.
"Munarman, aku tahu kau orang terpelajar. Tapi ilmu yang kau dapat hanyalah ilmu orang kafir!"
"Tidak tidak tidak, Bapa. Bukan ini Islam yang aku tahu ...."
Munarman menangis sejadi-jadinya. Dia sudah tidak sanggup menyaksikan mayat anak-anaknya ditumpuk bersama mayat orang dewasa seperti menumpuk sampah yang siap dibakar.
Burhan hanya tersenyum sinis menyaksikan drama antara anak, menantu dengan ayahnya.
"Sudah sejak lama aku tidak setuju dengan pergerakan yang Bapa lakukan. Tapi Bapa bersikeras untuk melawan Pemerintah ...."
"Ini jihad!"
"Bukan! Ini konyol! Mereka ini punya kekuatan!" Munarman menunjuk Burhan yang sedari tadi menyaksikan dari samping kiri Haji Masdar. "Mereka bisa melumat orang pribumi dengan mudah .... Ini buktinya."
"Kau pengecut Munarman!"
"Lalu Bapa sendiri apa? Ingin dianggap sebagai pahlawan? Ingin dikenal sebagai tokoh yang memiliki banyak pengikut?"
"Munarman, jalan pikiranmu telah diracuni penjajah!"
"Bukan, pikiran Bapa telah diracuni orang-orang dari seberang yang jauh di sana ... padahal mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."
"Ha! Kau malah menyalahkan aku?"
"Sejak Bapa pergi ibadah haji, Bapa telah banyak berubah. Jalan pikiran Bapa jadi keras ... tidak mau mendengarkan orang lain ... dan hanya mementingkan diri sendiri!"
Prok prok prok ...
Burhan bertepuk tangan seakan terhibur dengan tontonan yang tersaji. Pria berpakaian serba putih itu berjalan menuju tumpukan mayat di tengah pekarangan.
"Kenapa kalian tidak mengingatkan orang tua itu sejak dulu. Sekarang sudah terlambat ...."
"Bajingan!" Minarti berdiri dan memegang kerah baju Burhan. Burhan berdiri mematung, dia hanya tertawa terbahak-bahak.
"Akan kubunuh kau!" Munarman hendak berdiri ketika sedang tersimpuh tetapi urung dilakukan ketika pistol diarahkan padanya.
Minarti melepaskan tangannya dari baju Burhan, dia berhenti menangis. Kemudian menatap Burhan dengan tajam. Tidak lama, perempuan itu mengarahkan pandangan kepada Haji Masdar.
"Kalian, harus membayar ini semua!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Tragedi Lumbung Padi
Mystery / ThrillerSebagai binatang yang tidak mau tahu urusan ummat manusia, si tikus hanya mencari apa yang dia inginkan. Butiran padi untuk sarapan pagi. Dia pun melangkah lagi berjalan diantara tumpukan padi sambil memakan apa yang ada di hadapannya. Matanya tertu...