32

49 21 0
                                    

"Lihatlah mayat-mayat itu!"

Burhan membentak Haji Masdar yang masih enggan mengubah pendiriannya. Telunjuk pegawai Pemerintah itu tertuju pada tumpukan sebelas mayat di pekarangan.

"Lihat juga wargamu yang rela mati untuk membelamu!"

Darah yang menetes dari kepala mayat seorang perempuan perlahan-lahan membasahi tanah. Haji Masdar menyaksikan itu. Namun, Burhan masih sulit mencari cara untuk membuat orang tua tersebut mengubah pendiriannya.

"Kau tahu Tuan Burhan, darah itu akan mengantar mereka menuju surga."

"Cuih!"

Warga yang mulai cemas dengan keselamatan mereka kini bertanya-tanya tentang bagaimana mereka harus bertindak. Kerumunan laki-laki dengan pakaiannya yang masih kotor, kini bercampur keringat karena sengatan matahari juga ketegangan yang dirasakan. Para laki-laki pengikut Haji Masdar itu sebenarnya sedang menunggu aba-aba dari pemimpinnya, tetapi Burhan dan anak buahnya akan menembak siapa saja yang mendekat.

"Suruh mereka pulang!" Burhan meminta Haji Masdar dengan suara merendah.

"Oh, kenapa harus pulang dan membubarkan diri. Terserah mereka, apakah mereka mau balik kanan kemudian pergi ... atau mereka tetap di sini."

"Oh, begitu ya. Jadi kau menginginkan mereka mati satu per satu, Juragan."

Warga mendengar dengan jelas percakapan antara Haji Masdar dengan Burhan. Dan, mereka memberikan reaksi tegas.

"Kami akan tetap di sini. Kami rela mati untuk Juragan Haji!"

Burhan tertawa lepas mendengar warga bersikukuh untuk berdiri berhadapan dengan sekelompok penembak dengan senapan di tangan. Semangat mereka kembali menyala.

"Oh ... apa yang akan kalian dapatkan jika mati seperti mayat-mayat di hadapan kalian ini?"

"Kami akan masuk surga!"

Sekali lagi, Burhan tertawa terbahak-bahak, "Siapa yang menjamin kalian masuk surga? Dia?"

"Ini jihad, kami harus menyelesaikan ini sampai kau melepaskan Juragan Haji."

Burhan geleng-geleng kepala.

"Kalian ini ingin masuk surga dengan cara mati konyol? Hah, Juragan ... ajaran apa yang kau tanamkan pada otak bodoh mereka?"

Haji Masdar memandang dengan tenang wajah Burhan. Pria tua itu tetap menampakkan sikap tenang meskipun tubuhnya diikat. Dia hanya duduk di atas lantai beranda sambil meyakinkan pengikutnya bahwa apa yang tengah terjadi adalah bagian dari perjuangan.

"Dasar kalian orang tolol! Kalian dibohongi oleh orang tua ini dengan dalil-dalil agama dan wanginya surga." Burhan menarik nafas, "padahal dia sedang memanfaatkan kalian dengan ambisinya menjadi raja di negerinya yang kecil ini."

Haji Masdar tersenyum.

"Kau ingin memanfaatkan kebodohan mereka demi tujuanmu ... berharap sejajar dengan para bangsawan yang bergelar 'raden'. Namun sayang ... di dalam dirimu tidak mengalir darah seorang bangsawan."

Burhan mengakhiri kalimatnya dengan membelakangi Haji Masdar. Dia memberi perintah pada anak buahnya yang sedang berdiri di depan pintu.

"Bawa mereka!"

Tidak membutuhkan waktu lama untuk menjalan perintah sang majikan. Anak buah Burhan datang kembali ke hadapan kerumunan orang itu sambil menyeret 3 orang yang sangat mereka kenal.

"Cucuku ...."

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang