42

47 18 0
                                    

Mata bulat seekor lalat samar-samar melihat sesuatu yang asing baginya. Dia mencium bau yang aneh tidak jauh dari tempatnya terbang. Benda itu belum pernah dilihatnya sejak dia menetas dari telur hingga usianya yang mulai menua.

Sayap si lalat mengepak cepat demi menghampiri benda asing itu. Ketika benda yang dimaksud sudah dekat, si lalat kaget karena sudah banyak temannya yang berkumpul di sana. Ada puluhan, oh ratusan ekor lalat dengan bentuk dan warna tubuh yang sama dengannya.

Mata merah si lalat tertuju ke benda lengket di hadapannya. Warna merah benda itu sering ditemuinya ketika si empunya rumah menyembelih seekor ayam.

Sungguh manusia-manusia tak beradab.

Si lalat terkaget-kaget ketika rombongan koloni lalat lainnya datang dalam jumlah banyak. Engggg ... suara kepakan sayap-sayap koloni lalat itu mendengung. Dan, tentu saja mereka langsung hinggap di benda lengket berwarna kemerahan itu. Sruppp ... mereka langsung menyeruput benda lengket itu.

"Tuan, mayat-mayat ini sudah dikerubungi lalat. Apakah kita tidak akan menguburnya?"

"Dikubur? Aku malah berpikir untuk membakarnya."

Suara dialog dua orang manusia terdengar oleh si lalat. Dan, dia tidak peduli.

Saking tidak peduli pada kondisi sekitarnya, si lalat tidak menyadari keberadaan dua orang manusia yang menghampiri tumpukan manusia tak bernyawa itu.

"Hei, Juragan! Menurutmu, harus saya apakan mayat-mayat ini?"

"Dikubur, biarkan mereka mati dengan tenang."

"Tapi aku belum tenang, aku masih penasaran ... apakah kau masih belum mengubah pendirianmu jika aku membakar mereka!"

"Burhan! Bajingan kau! Kau belum puas menyiksa mereka?"

"Juragan Haji, kau yang telah menyiksa mereka! Kau yang membiarkan mereka mati ...."

"Dasar orang gila!"

"Terserah apa katamu, aku hanya ingin kau menyaksikan sendiri bagaimana mayat-mayat ini menghantuimu ... dan mereka meminta pertanggunjawabanmu."

"Aku tidak percaya hantu!"

"Tapi ... rasa penyesalan akan menghantuimu."

Seorang kakek tua yang menjadi lawan bicara lelaki berbaju putih itu kini tertegun. Laki-laki tua itu terdiam tidak lagi mendebat.

"Juragan, ingat ... aku tidak akan membunuhmu. Tapi, aku ingin kau hidup lebih lama lagi. Aku ingin kau dihantui rasa penyesalan ... jika kau bisa menahannya, maka kau hebat."

Pria tua itu masih terdiam. Matanya tertuju pada lelaki berbaju putih itu.

"Jika kau tidak sanggup hidup dengan rasa penyesalan itu ... maka kau ... bisa mengakhiri hidupmu sendiri?"

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang