14

56 22 0
                                    

Sebut saja namanya Burhan. Seorang pria muda berusia sekitar 35 tahun. Pria itu memimpin rombongan iring-iringan 10 pedati yang dikawal pria-pria berkuda.

Dengan pakaiannya yang serba bersih, Burhan duduk di pelana kuda dan tidak mau turun sebelum yakin jika dia diperbolehkan turun dari kudanya. Dia langsung berhadapan dengan orang-orang yang menjaga rumah Haji Masdar padahal sebelumnya rumah itu tidak dijaga ketat seperti itu.

"Tuan, apakah keperluan Tuan datang ke sini?" seorang warga menyambut Burhan dan anak buahnya di pekarangan.

"Seperti maksud kedatangan saya sebelumnya, tentu saja saya hendak bertransaksi dengan Juragan Haji Masdar."

"Maaf, untuk saat ini Juragan Haji tidak menerima tamu."

Sepuluh orang laki-laki dewasa dengan golok di pinggang berdiri di beranda rumah Haji Masdar. Mata mereka menatap Burhan dengan tatapan yang tajam.

"Saya mohon, berilah kami waktu untuk bertemu Juragan Haji."

Setelah berunding diantara para lelaki penjaga rumah itu, akhirnya Burhan diperkenankan untuk menunggu di beranda. Haji Masdar menyambut rombongan itu dan mempersilakan pimpinannya duduk di kursi rotan dengan sentuhan warna alami.

"Tuan Burhan, sudah saya katakan jika saya tidak tertarik bertransaksi dengan Anda." Haji Masdar langsung pada persoalan.

"Haha, Anda masih bersikukuh dengan pendirian Anda, Juragan."

"Tentu saja, kami tidak ingin hasil bumi yang kami miliki dinikmati oleh penjajah ...."

"Kami bukan penjajah, lihatlah wajah kami. Semuanya pribumi. Sama seperti Juragan."

"Tapi kalian orang Pemerintah."

Burhan tersenyum. "Juragan, marilah kita menjalin kerjasama yang menguntungkan."

"Kami tidak pernah merasa diuntungkan dengan menjual padi kepada Biro Urusan Pangan yang Anda pimpin, Tuan."

Burhan menghela nafas. Dia mulai jengkel dengan sikap Haji Masdar yang bersikukuh menolak menjual padi miliknya.

"Saya mau bercerita, bersediakah Juragan mendengarkan?"

"Silakan, bercerita tentang apa?"

"Dahulu, ketika VOC masih berdiri. Ada rakyat pribumi yang bersikukuh tidak mau menjual hasil buminya kepada VOC."

"Apa yang dilakukan VOC?"

"Hhhh, VOC membayar rakyat pribumi itu dengan nyawa ...."

"Kau mengancamku?"

------------------------
*) VOC, kongsi dagang milik Belanda.

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang