11

66 20 0
                                    

"Cukup Kang Majid yang jadi korban! Jangan ada korban lagi! Kalian tidak malu, jenazah Kang Majid belum dikuburkan, kalian malah berselisih!"

Asih marah sambil menangis. Dia berteriak demi menghadang pertikaian antara orang-orang Biro Urusan Pangan dengan warga pengikut Perhimpunan yang dipimpin Haji Masdar.

"Apakah ada bukti kalau orang-orang Pemerintah itu adalah pelaku pembunuhan Kang Majid?" Asih menunjuk hidung seorang pria yang sedari tadi bersemangat ingin menerjang orang-orang Biro Urusan Pangan.

Tangisan Asih semakin menjadi-jadi. Kaki-kakinya melemas, dia ambruk.

Haji Masdar sigap membopong anaknya agar dia tidak terbaring di tanah. Kemudian saudara-saudaranya turut serta membopong anak remaja itu.

"Tuan Burhan, saya meminta maaf atas ketidaknyamanan Anda. Ini di luar kendali saya." Haji Masdar menurunkan egonya demi terhindar dari pertumpahan darah.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Juragan Haji. Mereka hanya salah paham. Kami sendiri datang di saat yang tidak tepat."

"Terima kasih atas pengertiannya."

"Jika diperkenankan, bolehkah kami sama-sama mengiringi jenazah hingga sampai pemakaman."

"Tentu saja, silakan."

***

Gemuruh teriakan tidak terdengar lagi. Suara-suara perlawanan kini tidak keluar dari mulut warga.

Mereka memilih untuk fokus pada penguburan jenazah Majid. Tanpa ada urusan di luar itu.

***

Rombongan dari Biro Urusan Pangan kembali ke Batavia. Mereka membatalkan maksud mereka untuk menemui Haji Masdar.

Warga Desa Sugihmakmur dan warga desa lain kembali pulang. Para petani pulang ke rumahnya, sebagai hari berkabung mereka berhenti bekerja hari itu. Para ibu berkumpul di rumah Haji Masdar untuk persiapan tahlilan yang akan digelar malam-malam setelah wafatnya Majid.

Sedangkan Haji Masdar sendiri belum mau pulang setelah warga lain pulang dari pemakaman. Pria tua itu masih menemani istrinya dan anak-anaknya yang juga belum mau meninggalkan pemakaman itu.

Diantara mereka tidak ada satupun yang bicara. Mereka tidak saling bicara satu sama lain.

Haji Masdar ditemani oleh anak-anaknya yang lain selain Asih yang tidak ikut ke pemakaman. Selain Asih dan Majid, sebenarnya ada 5 orang lagi anak Haji Masdar. Seorang putri sulung dan 4 anak laki-laki sebagai kakaknya Majid dan Asih. Kecuali Majid dan Asih, semua anaknya itu sudah menikah dan tidak tinggal serumah dengan Haji Masdar.

"Ayo kita pulang, Bu," Haji Masdar membujuk istrinya yang masih mengelus nisan.

"Ibu belum mau pulang, Pa."

"Kita harus mengikhlaskan Majid, Bu. Bapa tahu Ibu sulit melupakan ini tapi ...."

"Ibu hanya tidak menyangka betapa kemudahan-kemudahan hidup yang kita nikmati selama ini ... harus dibayar oleh nyawa anak kita ...."

Anak-anak Haji Masdar kaget dengan kata-kata ibunya. Apa yang dimaksud Ibu?

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang