55

41 20 0
                                    

Hepp!

Haji Masdar bisa mengelak. Sebatang kayu hampir saja menghantam keningnya. Api masih menyala di ujung batang kayu itu.

Wushhh!

Api hampir membakar wajah Haji Masdar.

Sejak awal, mata orang tua itu bisa melihat gelagat jelek laki-laki yang menginginkannya mati. Laki-laki itu adalah orang yang sedari tadi sesumbar menginginkan juragannya itu dibunuh saja. Orang itu selalu nampak gelisah ketika pertemuan itu baru saja dimulai.

Dan kini, orang itu pula yang paling berani menghantam Haji Masdar dengan senjata alakadarnya. Hanya dengan kayu bakar, dia yakin jika benda itu bisa mematikan korbannya.

Meskipun tangannya terikat ke belakang, Haji Masdar sanggup mengelak dengan menjatuhkan tubuhnya ke belakang. Menggeliat seperti cacing, tubuh orang tua itu masih sanggup menghadapi lawannya yang menyerang dengan beringas.

Si pembawa kayu bakar merasa kesal karena pukulannya gagal menghantam batok kepala orang yang dibencinya. Tangan kanannya kembali mengayunkan benda yang dipegangnya ke sebelah kiri. Kali ini mengarah ke kaki Haji Masdar. Dukk! Kayu bakar itu malah menghantam lantai.

"Ahhh!"

Si Pembawa Kayu Bakar tidak ingin melepaskan mangsanya begitu saja. Dia kembali mengayunkan kayu bakar itu ke arah kepala Haji Masdar yang terbaring di lantai. Dukk!

"Hei, berhenti!" seorang anak buah Burhan menyuruh mereka yang berkelahi untuk berhenti.

"Hahaha ... biarkan saja. Aku merasa terhibur dengan pergumulan kedua orang itu." Burhan malah menginginkan perkelahian dilanjutkan.

Orang-orang yang menyaksikan perkelahian itu ingin sekali membantu Haji Masdar. Sayang, moncong senapan diarahkan ke kepala mereka. Burhan tidak menginginkan perkelahian itu dibantu siapa pun.

"Oh, ternyata sebegitu bencinya orang itu pada juragannya sendiri. Memang begitulah resiko memelihara anak macan. Ketika kecil dia masih bisa menuruti kemauan tuannya. Ketika sudah besar, macan itu malah bermaksud membunuh tuannya .... hahahaha!"

Perkelahian masih berlangsung ketika Burhan tertawa puas. Ternyata strateginya untuk memecah belah warga Desa Sugihmakmur cukup berhasil. Ada juga orang yang terang-terangan membenci Haji Masdar dan menginginkannya mati.

Dukk!

Suara pintu berbenturan dengan kayu bakar kembali terdengar. Lagi, Haji Masdar bisa menghindar.

Kalau saja kaki dan tangannya tidak terikat, mungkin sekali orang tua itu akan membalas pukulan orang yang menyerangnya. Ternyata, tidak sulit mengukur kemampuan berkelahi si penyerang. Entah semata terbakar amarah atau memang dia tidak pintar berkelahi, orang ini membantingkan benda di tangannya dengan serampangan.

"Ahhh ...."

"Kenapa kau berhenti? Ayo pukul lagi."

"Juragan, di matamu ... mungkin aku ini pengkhianat ... tidak tahu diri ... tidak tahu terima kasih ...."

"Memang begitu adanya."

"Tapi kita punya kesamaan, Juragan."

"Tidak, aku tidak ingin disamakan denganmu."

"Haha, Juragan ... Juragan ... kita ini sama-sama suka memanfaatkan orang lain demi kepentingan sendiri."

"Aku tidak memanfaatkanmu."

"Hahaha ... kau memanfaatkan kebodohan kami, orang-orang desa yang kebetulan bernasib menyedihkan."

Haji Masdar memandang dengan tatapan nanar orang di hadapannya. Dia tidak menyangka jika ada orang berani terang-terangan berkhianat di depan matanya sendiri.

"Arghhh!"

Si Pembawa Kayu Bakar itu kembali mengangkat benda yang masih dipegang tangan kanannya. Kali ini dia benar-benar melampiaskan amarahnya dengan sekuat tenaga. Kayu itu diangkat hingga di atas kepala.

Tapi, niatnya belum terlaksana karena desingan peluru terlebih dahulu mengarah ke kepalanya.

Dor!

Orang itu rubuh tepat di hadapan Haji Masdar.

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang