3

133 27 0
                                    

Asih bukan gadis yang manja. Meskipun dia dilahirkan dari keluarga terkaya di desanya, orang tuanya sengaja mendidik anak itu untuk terbiasa dengan kegiatan seorang gadis remaja pada umumnya.

Begitupun pagi itu, Asih menjemur bajunya sendiri padahal sudah ada pembantu rumah tangga di rumahnya. Dia terbiasa menjemur bajunya di halaman belakang, dekat  pohon-pohon kelapa yang tinggi.

"Bi, itu siapa?" Asih bertanya pada pembantunya yang sama-sama sedang menjemur baju.

"Mana, Neng?"

"Itu di belakang lumbung padi?"

"Mana, Neng? Tidak ada orang."

Asih meneruskan menjemur bajunya. Sedangkan pembantunya masuk ke dalam rumah meninggalkan Asih yang belum selesai dengan pekerjaannya.

Eh, dia ada lagi. Asih heran dengan orang yang terlihat sosoknya di dekat lumbung padi.

Antara rumah dan lumbung padi tidak terlalu jauh. Jika diukur, mungkin sekitar 50 langkah kaki menuju tempat penyimpanan bahan pangan itu. Makanya, Asih masih bisa melihat ada orang tidak dikenal yang berjalan di dekat lumbung padi meskipun tempat itu dikelilingi pohon-pohon yang rindang.

Demi menuntaskan rasa penasaran, Asih berjalan ke arah lumbung padi. Dia berjalan diantara pohon kelapa dan pohon nangka yang tumbuh subur di sana.

"Kang, ada apa?"

Orang yang ditanya tidak menjawab. Asih terus berjalan mendekati lumbung padi.

"Akang, ada keperluan apa?"

Asih bertanya dengan setengah berteriak. Anak remaja itu mencoba ramah pada tamu. Bagi Asih, sudah biasa menerima banyak tamu yang berkunjung ke rumah orang tuanya. Makanya dia mengira jika lelaki berbaju pangsi itu adalah seseorang yang memiliki keperluan dengan keluarganya.

Siapa tahu dia ada keperluan mendesak. Begitulah perkiraan Asih. Mungkin saja dia orang yang membutuhkan makanan atau pekerjaan. Keluarga Asih sering menerima tamu dengan maksud seperti itu.

Laki-laki itu saling tatap dengan Asih. Gadis itu tersenyum sebagai tanda keramahan. Sayang, lelaki itu tidak membalas senyumannya.

Laki-laki malah itu berlari. Berlari ke arah berlawanan menjauh dari lumbung padi itu.

Siapa dia? Saya tidak mengenalnya.

Deg, Asih merasakan desiran di dadanya. Dia merasa curiga dengan gelagat orang itu.

Asih berlari ke arah lumbung padi. Gadis itu berlari dengan langkah-langkah pendek karena kain kebaya yang dikenakannya mempersulitnya.

Apakah dia pencuri?

Asih sampai di lumbung padi dengan nafas terengah. Masih pagi anak remaja itu harus berlari-lari.

Tapi, prasangka Asih salah. Dia menemukan sesuatu yang lebih mengagetkan. Di hadapannya ada pemandangan yang bisa meruntuhkan ketegarannya sebagai gadis desa. Pemandangan yang bisa mengguncang jiwanya.

"Aggrrhhh!" Asih berteriak dengan kerasnya.

Panca dan Tragedi Lumbung PadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang