Jari jemari kecil dengan gesit menari bermain main diatas papan tombol memainkan papan tombol sebagai penghapus sepi dan kopi sebagai asupan tenaga agar Lily dapat terjaga lebih lama.
Dengan bahasa gamblang apa saja Lily tuliskan merangkai kalimat demi kalimat sesuka hatinya, kebetulan moodnya malam ini cukup bagus membuat nya bersemangat jemarinya terus mengetuk ngetuk tombol keyboard tanpa jeda, memang hobbynya suka menulis jika sudah larut malam ataupun disaat ia mempunyai waktu senggang.
Kebetulan saat ini Lily tidak bisa tidur merasa suhu ruangannya tak bersahabat akibat pendingin ruangan yang berada di kamarnya saat ini sedang di servis. Gadis itu memang terbiasa tidur dengan AC menyala namun tubuhnya ditutupi selimut dan kakinya memakai kaos kaki.
Hening. Begitulah suasana di malam hari, dimana semua orang sudah terlelap. Lily menyukai itu.
Tiba tiba pintu kamarnya terdengar suara.
Tok...tok..tok
Sudah jelas itu ayahnya siapa lagi yang tinggal dirumah ini selain beliau. Tetapi tak seperti biasanya. Tumben ayah kemari selarut ini.
Biasanya ayahnya tidur lebih awal, kalaupun tidak beliau berjibaku di depan komputernya berada di kamar mengurus pekerjaannya semalaman tanpa keluar kamar.
" Masuk yah." Sahut Lily dengan halus.
Terdengar suara pintu berdecit namun tak terlalu nyaring, nampaknya daun pintunya memang sudah waktunya diperbaiki. Pria berjambang tipis di dagunya yang berwana keabu abuan sedikit terlihat beberapa bagian yang mulai memutih menunjukkan usianya sudah tak muda lagi. Pria itu membuka pelan pelan daun pintu putih kamar Lily.
Langkahnya pelan namun tegap penuh aura kewibawaan tak heran karena keluarga Hery Sanggiawan tergolong terpandang terhormat.
"Lily, ayah ingin bicara." Tak seperti biasanya kali ini pancaran mata ayahnya begitu tajam dan tegas seirama dengan nada bicaranya.
Namun Lily tak terlalu menggubris semua itu jarinya masih asik bermain papan keyboard sesekali menatap ayahnya. Masih belum menyadari topik yang dibawakan ayahnya sangatlah serius menyangkut hidupnya.
Memang sudah sifat gadis itu dingin tak terlalu menganggap soal apapun dengan serius.
"Iya yah duduk aja, Lily dengerin kok."
"Lily, dengar. Ini masalah serius." Pak Hery menghela napas panjang ia ragu jika anaknya tak siap mendengar hal ini. Ayah Lily terdiam sejenak untuk menstabilkan suaranya yang agak gugup.
"Ada pria yang ingin melamarmu." Lanjut pria paruh baya itu sembari memegang pundak anaknya itu.
Seketika ketikan jemari Lily berhenti pada tombol huruf T, matanya melotot ke layar monitor. Ia berharap tadi salah dengar apa yang di ucapkan ayahnya. Berlanjut menatap ayahnya dengan tatapan elang menunggu penjelasan ayahnya selanjutnya. Perasaan Lily pun mulai tak enak.
Untuk memastikan ia tak salah dengar, ia melemparkan pertanyaan dengan nada sakratis. " Apa?!!"
" Ada yang ingin melamar mu." Ulang ayah Lily.
"Siapa dia?" Sontak suara Lily menggebu gebu. Penasaran siapa pria itu.
"Adik si Ahmad teman ayah ." Jawab pak Hery menekankan nama Ahmad. Sebab gadis itu mengenal Ahmad dengan baik, pria itu sering berkunjung ke rumahnya dengan urusan bisnis tentunya. Pria itu juga sering memberi hadiah kepada Lily saat berkunjung ke rumahnya.
Ha
"Ahmad orang arab itu?! Ayah pernah bertemu dengan adiknya?" Mata lily terbelalak, alisnya terangkat sebelah, bibirnya hanya bisa nyengir kuda seolah olah tak percaya apa yang sebenarnya ayahnya pikirkan sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...