Sorry

1.6K 74 0
                                    

Sinar matahari yang amat terang tanpa ragu ragu menyilaukan pandangan menandakan kini sang Surya mulai meninggi dari tempat persembunyiannya, seiring Lily membuka matanya tangannya meraba raba ranjang sekitarnya begitu melihat Aran tak ada disampingnya.

Lily terbangun mengedarkan pandangannya celingak celinguk mencari sosok bayangan Aran berharap pria itu ada disekitarnya, sayangnya Lily terlalu berlebihan berekspektasi. Tidak ada orang sama sekali di kamar itu kecuali dirinya sendiri. Entahlah rasanya aneh jika pria itu tak terlihat ada di sampingnya saat di pagi hari.

Lily membuang selimutnya ia turun dari ranjang berjalan menuruni anak tangga menuju lantai dasar.

Berjalan menyusuri ruangan demi ruangan berharap Lily menemukan sosok Aran. Lily terheran ketika mengelilingi rumah itu, seisi barang yang ada dirumah itu tergolong barang barang mewah dan antik.

Hmm cukup tinggi juga selera pria itu, pantas saja ayah Lily memaksa sekali menjodohkan gadis itu, rupanya memang tak diragukan lagi harta dan kekayaan dari keluarga Ahmad.

Irish Lily menangkap bayangan bahu lebar Aran berada di sofa hitam yang ada di ruang tamu. Seperti biasa pria itu telanjang dada setiap malam.

Pria itu semalaman tidur di sana rupanya pantas saja udara di kamar tadi malam terasa dingin. Sejak kapan pria itu mempengaruhi suhu udara mengapa Lily baru menyadarinya, memang pria itu akhir akhir ini berada di dekat pria itu serasa udara menjadi hangat entah kekuatan magis dari mana itu datang, hanya saja Lily merasa aneh entah apa yang terjadi dalam dirinya.

Lily melangkah mendekati Aran secara perlahan, napasnya masih teratur menandakan pria itu sedang tertidur pulas. Wajahnya terlihat amat damai.

Begitu Lily melangkah agar lebih dekat lagi mempersingkat jarak antara dia dan Aran, Lily melihat ada bekas lebam pada pipi kiri Aran. Tampak jelas luka berwarna biru terlalu kontras dengan warna kulit sawo matangnya.

Lily mencoba menyentuh pipi kiri Aran yang halus dengan ragu ragu, dirabanya luka itu. Sesaat ia menyentuh area warna biru itu, Lily mengusap pelan Aran mengerutkan alisnya tangan betonnya menangkup tangan mungil Lily. Setelah itu pria itu membuka matanya dilihatnya Lily sudah ada di depannya dengan jarak yang amat dekat hanya berjarak beberapa centimeter saja. Mata mereka saling bertemu.

" Kau..." Otak Aran tiba tiba membeku kehabisan kata kata pertama kali ia terlihat gugup di depan gadis itu.

" Sakit?" Lily masih mengusap lembut pipi Aran yang lebam.

Aran hanya menatap Lily heran dan mengangguk. Dirinya merasa terkena sihir mendengar suara Lily yang halus menanyakan keadaannya, mungkin bagi sebagian orang kalimat itu hanya kalimat biasa yang sering di gunakan beberapa orang untuk menanyakan keadaannya. Sekali lagi kalimat Lily penuh sihir dan sangat berpengaruh membuat Aran merasa lebih baik untuk saat ini.

" Maaf, kau jadi begini karena ku." Ujar Lily penuh penyesalan.

Lagi lagi Aran hanya mengangguk dingin tanpa mengeluarkan kata kata. Pria itu masih tidak percaya sihir atau entah apapun itu namanya, entah dari mana sihir itu berasal yang masih membuat Aran terus menatap Lily. Gadis itu memiliki daya tarik tersendiri.

Merasa iba dengan Aran yang seperti sedang kelelahan dan dengan luka lebam yang dimilikinya lantas Lily bergegas ke dapur untuk mengambil air es dan handuk kecil. Aran yang malang.

Setelah kembali, Lily duduk di samping Aran mengompreskan handuk yang sudah dibasahi dengan air dingin. Lily sedikit mendongak lantaran tubuh Aran yang amat besar dibandingkan dengan Lily yang mungkin hanya setengahnya ukuran dari tubuhnya.

" Assh... Pelan pelan!" Aran mengerang begitu handuk basah itu mendarat di pipinya.

" Iya tahan. Tidak usah teriak teriak." Rutuk Lily dengan kesal.

" Sakit!" Saat kesal pria itu selalu mengerutkan alisnya yang tebal.

" Seharusnya kemarin kau tidak perlu berkelahi. Salahmu sendiri." Geram Lily.

" Aku tidak akan berkelahi jika kau tidak berada di klub itu. Kau pikir aku kesana karena siapa." Timpal Aran tak mau kalah membuat Lily kalah telak tak bisa berkata kata lagi.

Setelah usai, Lily kembali ke dapur hendak membuatkan Aran sup hangat agar pria itu merasa lebih baik hitung hitung balas budi karena kemarin ia telah menyelamatkannya dari pria mabuk itu. Lily pikir Aran masih peduli dengan dirinya terbukti pria itu mencarinya disaat mereka sedang bertengkar dan membawa pulang Lily.

Sementara itu, Aran kembali membenahkan posisi tidurnya kembali, menaikkan selimutnya hingga ke leher guna menutupi tubuhnya.

Selang beberapa saat, gadis itu muncul kembali dengan membawa nampan berisi penuh dengan makanan, aroma semangkuk sup asparagus yang masih mengepul panas menyeruak ke dalam hidung Aran mampu menarik perhatian Aran membuat dirinya yang tadinya merebahkan bobot tubuhnya kini sudah berganti posisi menjadi terduduk bersandar di sofa, selimutnya yang menutupi tubuhnya tadi kini jatuh ke lantai begitu saja terlihat bahu lebarnya, dadanya yang bidang, lekuk lekuk otot tampak indah di depan mata Lily.

Lily akui ia mengagumi tubuh Aran yang perfeksionis bagi dia Aran adalah tipe pria ideal secara fisik bagi semua wanita. Bahkan dia hampir kehilangan fokus hanya karena melihat pemandangan yang ada di depannya itu.

Lily duduk di sebelah Aran, tangannya meraih sendok, Lily menyendok sup panas itu dengan pelan pelan meniupinya kemudian menyuapi suaminya perlahan lahan. Pada awalnya aran ragu ragu untuk membuka mulutnya, meragukan sup yang dibuat Lily.

" Hati hati masih panas." Kata Lily saat Aran membuka mulutnya.

Dengan lahap Aran menghabiskan sup asparagus yang disuapkan istrinya. Aran sangat menikmati sup yang dibuat Lily.

" Kau bisa masak juga rupanya." Percayalah pria itu sedang mencoba memuji masakan istrinya.

" Kata siapa aku tidak bisa masak? Jangan meremehkan kemampuan ku." Lily tau pria itu sedang meragukan kemampuannya sebelumnya. Dan sekarang Lily membuktikan kemampuannya yang sempat membuat Aran ragu ragu.

" Masakanmu enak." Timpal Aran dengan tersenyum.

Lily ikut tersenyum malu malu senang mendengar Aran memuji makanannya. Lily merasa puas.

" Sudah jangan banyak bicara, makan saja buahmu." Lily menyodorkan sebuah pisang berukuran besar kepada Aran guna mengalihkan topik pembicaraan. Ia pikir buah itu bagus untuk pencernaan. Ah pria itu seperti terlihat sedang sakit saja.

Lily masih menunggu Aran menghabiskan buah pisangnya kemudian Lily menyuruh pria itu meminum susu yang sudah ia bawakan.

Setelah semua selesai Lily membereskan semuanya bergegas menuju dapur untuk mencuci perkakas makan yang baru saja digunakan Aran.

" Lily." Seru Aran berhasil menghentikan langkah gadis itu, Lily berbalik badan.

" Terimakasih." Simpul Aran melemparkan senyum yang tulus kepada Lily, Lily mengangguk tersenyum kemudian melenggang menuju dapur.

Bersambung....

The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang