New Page

1.5K 82 1
                                    

Kicauan burung mulai terdengar mengiringi sang mentari yang mulai menampakkan semburat oranye memenuhi angkasa di ufuk timur yang mampu memaksa kaki orang orang untuk bergerak untuk memulai aktifitas barunya, siluet siluet cahaya berhasil merangsek melalui celah celah jendela.

Selimut tampak kusut masih menutupi tubuh mungil Lily, alarm ponselnya yang berdering dering berteriak memekakkan telinga sedari tadi tak mampu membuat tubuhnya bergerak sedikitpun, masih terdengar suara dengkuran halus jika mendekatinya nampaknya Lily memang benar benar kelelahan.

Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka seiring dengan aroma lavender sabun ikut keluar menyeruak keseluruh ruangan berhasil membuat Lily memaksa membuka matanya. Aroma khas dari Aran, pria itu sepanjang hari berbau lavender.

Ia mengedarkan pandangan mencari sosok Aran, rupanya laki laki itu sudah berganti baju seperti hendak pergi. Rambutnya masih belum sepenuhnya kering sangat terlihat segar wajahnya.

Aran berdiri di depan cermin besar yang memantulkan bayangan tubuhnya yang tegap tinggi, lengannya menampakkan urat urat membuat Lily bergidik ngeri terlihat betapa kuatnya pria itu. Lekuk lekuk tubuhnya sangat atletis membuat Lily tak berkedip, tak meloloskan pandangannya di setiap inci lekuk tubuh Aran. Sungguh dahsyat godaan pria itu.

Meskipun terbilang sudah tak terlalu muda lagi, namun tubuh Aran sangat proporsional untuk ukuran laki laki, dadanya terlihat bidang, dan sangat sixpack.

Seperti biasa, Aran membenahkan kerahnya yang kusut melipat setiap ujung lengan kemejanya, ia sengaja tak mengancingkan kancingnya bagian atas memperlihatkan dadanya yang bidang kemudian ia berpamitan untuk pergi.

Ia tahu sebenarnya Lily memperhatikannya sedari tadi, sama sekali tak merasa risih dengan tatapan Lily, menebak isi kepalanya bertanya tanya hendak kemana sepagi ini bahkan jam sarapan pun dimulai.

"Aku ada meeting rapat penting mendadak, ambilah kau akan membutuhkan ini." Aran membuka dompetnya menyodorkan kartu ATM.
"Kalau ada apa apa hubungi ponselku saja. Hari ini aku terburu buru. Aku pergi dulu."

Apa apaan ini?! Baru kemarin jadi pengantin sudah ditinggal tinggal terus begitu saja.

Lily mengerucutkan bibirnya kesal merutuki Aran tak henti henti. Mengapa pria itu dingin sekali, bagaikan bongkahan es dingin nan keras. Hey Lily adalah istri mu Aran.

" Apa kau akan pulang malam?" Pertanyaan Lily sudah seperti istri pada umumnya saja.

" Mungkin, jadwalku hari ini sangat padat. Maaf aku tidak bisa menemanimu hari ini." Lihatlah betapa sok sibuknya Aran hari ini. Bahkan ia tak menganggap hubungan mereka seperti pengantin baru.

" Tidak apa apa, hati hati di jalan." Lily terpaksa tersenyum kecut, ah dia akan melewati hari harinya sendirian seperti ini terus rupanya. Baguslah, dengan begini Aran tak akan meminta aneh aneh darinya.

Punggung pria itu sudah lenyap dari pandangan Lily setelah Aran menutup pintunya kembali.

Baru juga ia membuka matanya, suaminya sudah menghilang begitu saja tanpa sekedar berbasa basi sebentar.

Dan Lily sendirian kembali. Hari hari tampak menyebalkan rupanya.

Lily mendesah pelan cukup akan membosankan jika berada di kamar sendirian hendaknya ia jalan jalan meskipun sendirian mengusir kejenuhan lagi pula Aran juga menyerahkan kartu ATM padanya sehingga ia bebas melakukan apapun sesuka hati.

Pria itu tidak terlalu buruk juga.

Dilingkapnya selimut Lily beranjak dari tempat tidur bergegas penuh semangat untuk mandi ingin rasanya ia segera keluar dari kamar yang penuh sesak ini.

Kini terdengar senandung senandung kecil dari bibir mungil Lily menandakan suasana hatinya cukup cerah hari ini, sesekali ia menari nari sendiri terhanyut dalam suasananya sendiri. Meskipun awalnya ia merutuk tak jelas.

Sepertinya ia akan terbiasa dalam kesendiriannya. Aran akan sibuk setiap hari mengurus perusahaannya, yang pasti natinya ia tak mempunyai waktu luang cukup banyak untuk Lily.

Seperti halnya dengan ayahnya pun begitu sebagai pria berbisnis, selama ini ia dirumah bersama bi Erni asisten rumah tangganya jika ayahnya tak pulang.

Jadi Lily tidak akan terlalu kaget dengan keseharian Aran.

Hampir satu jam Lily berada di kamar mandi hanya untuk berendam dan membersihkan diri.

Setelah itu ia mengganti bajunya dengan rok kotak kotak dengan atasan blouse putih.

Lily menghadap kaca besar di depannya memandangi dirinya, melihat sebuah cincin melingkar di jari manisnya, ia memutar mutar memainkannya, ia masih tak percaya jika ia sudah menjadi milik orang.

Marganya kini menjadi Lily Alyssa Aran. Lily terkekeh geli dengan sebutan itu. Lily masih belum percaya bagaimana seseorang mengimbuhkan marga nama belakang laki laki bisa menjadi milik pemilik marga tersebut.

Antara percaya tidak percaya, Aran lah yang akan menyetir kehidupannya untuk kedepannya mulai saat ini.

Cincin yang diberikan Aran mengikat sebagai tanda bahwa dirinya sudah menjadi milik pria itu.

Namun yang sempat Lily ragukan, bagaimana dengan cinta? Apakah ia akan bahagia dengan Aran tanpa perasaan apapun? Ia tahu keduanya menikah secara terpaksa, tak ada yang menginginkan pernikahan ini diantaranya mereka.

Pantas saja sikap Aran begitu dingin terhadap Lily, Lily dianggap hanya seperti orang asing baru bertemu. Memang sebenarnya itu yang terjadi.

Cincin yang dipakai Lily bermata berlian cantik, Lily menyukainya.

Kemudian, Lily mengambil tasnya mengisinya dengan dompet dan ponselnya, lalu pergi ke luar untuk mencari udara segar.

Ia berharap kali ini ia tidak memergoki Aran lagi, atau melihat sisi buruk Aran. Ia berharap kejadian tempo hari hanyalah kesalah pahaman biasa.

Setelah menutup pintunya, Lily berjalan menyusuri koridor berjalan menuju lift.

Baru keluar saja ia sudah melihat beberapa pasang kekasih bergandengan tangan, berjalan saling beriringan.

Berbanding terbalik dengannya, Aran tak melakukan hal itu padanya. Malah meninggalkannya sendirian dalam kamar.

Lily tak merasa ia menjadi pengantin baru, hari harinya terlalu dingin untuk itu.

Hari masih pagi, ia berusaha tak merutuk lagi agar moodnya tidak hancur hanya karena pemikirannya sendiri.

Lily menunggu lift dengan bersenandung kecil, melipat tangannya menunggu dengan jenuh. Pagi ini lift cukup tampak sibuk karena tak kunjung terbuka.

Ia termenung sendiri, begitu amat kesepiannya, tak ada seseorang pun yang mengajaknya mengobrol. Perasaannya terasa hampa, kosong.

Mungkin itulah yang dirasakan oleh Aran terhadapnya. Hampa tak ada terbesit rasa cinta yang mendasari pernikahan ini.

Semua berjalan dengan kehidupannya masing masing. Tidak ada yang saling peduli. Bahkan Lily juga meragukan, apakah ia akan kuat menghadapinya sehari hari.

Ting...

Lily tersadar dari lamunannya dan bergegas memasuki lift. Lagi lagi lift itu di isi dengan orang berpasang pasangan. Hanya Lily seorang diri yang tak membawa pasangannya.

Lucu ya, Lily seorang gadis yang sudah dinikahi tetapi ia merasa seperti masih single. Kalau orang pun tak tahu, Lily tampak masih anak sekolah yang berkeliaran sendiri di hotel.

Bahkan ada yang beranggapan Lily sedang berkencan dengan om om di hotel. Begitulah pemikiran orang orang di sekitarnya.














The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang