" Ashhh..." Sea berdesis menahan rasa perih di sudut bibirnya ketika Lily mengusap lukanya dengan alcohol.
Aran sangat keterlaluan memukul sea terlalu kencang membuat Sea terus menerus meringis memegangi dagunya yang juga terasa ngilu.
" Lily." Panggil Sea tiba tiba raut wajahnya berubah menjadi sangat serius.
" Ya." Timpal Lily singkat.
" Apa kau sedang ada masalah dengan suamimu?" Pertanyaan itu berhasil membuat Lily menghentikan aktivitasnya.
Lily terdiam sejenak, melemparkan pandangannya ke sembarang arah mencari jawaban yang tepat bagaimana ia harus menjawabnya, sebenarnya Lily malas membahas masalah ini. Akan sangat memalukan jika ia mengatakan pernikahannya tidak bahagia, bagaimana jika kalau berita ini sampai menyebar, apalagi jika sampai terdengar di telinga ayahnya.
Lily ragu hendak menjawab pertanyaan Sea. Lily berpikir keras mencari jawaban yang tepat untuk dikatakan agar tidak terjadi gosip gosip miring tersebar diantara teman-temannya.
" Hey!" Sontak Sea menyadarkan Lily dari lamunannya.
" Tidak, itu hanya permasalahan rumah tangga biasa " Lily memaksakan senyumnya menyungging hambar. Sesaat kemudian senyuman Lily memudar terlihat sangat mencolok membuat Sea curiga.
" Apa kau yakin yang kau katakan Lily?" Sea meragukan jawaban Lily yang terlihat tidak meyakinkan.
Kali ini Lily hanya tersenyum kecil, tak tahu harus menjawab bagaimana lagi.
" Lalu siapa Helena yang kau sebut tadi? Tidak mungkin tidak terjadi apa-apa jika sampai kau berteriak di pinggir jalan seperti tadi." Tak menyangka Sea akan mengingat nama itu ketika Lily bertengkar dengan Aran di pinggir jalan tadi.
Lily terkejut Sea akan menanyakan hal itu, segera mungkin Lily mencari cari jawaban secara sembarang. " Oh itu, hanya teman Aran. Kau tahu kan aku orangnya mudah cemburu hehe."
" Kau cemburu sampai segitunya ya, sampai kau mau terjun dari atas jembatan." Sea hanya berpikir tak masuk akal, mana mungkin hanya masalah sepele seperti itu gadis itu ingin mengakhiri hidupnya. Pasti terjadi sesuatu.
" Lily ceritakan yang sebenarnya. Kita sudah saling mengenal sejak lama, bagaimana aku tak mengenalmu?" Sesuai dugaan Sea pasti menebak nebak isi pikiran Lily, memaksa Lily bercerita.
Tetap saja Lily teguh pendirian tak mau melibatkan masalahnya dengan Sea. Cukup hanya dirinya saja membendung penderitanya sendiri.
Lily kembali mengompres memberi obat merah di sudut bibir Sea, mengabaikan setiap pernyataan Sea yang berhasil membuatnya gelagapan.
" Lily kau tidak apa apa?" Tangan Sea mengusap lembut pipi Lily yang kini tampak kemerahan, mungkin gadis itu tersipu karena perlakuan Sea terhadapnya.
Untuk kesekian kalinya Sea memergoki Lily sedang melamun terlihat isi kepalanya seperti penuh.
Lily menatap Sea dalam dalam, teringat ia saat waktu sekolah dulu bersama Sea, mereka berdua kemana mana selalu bersama sama melewati suka maupun duka. Sea, sahabatnya itu selalu ada disaat ia membutuhkannya, tidak pernah sedikitpun membuat Lily bersedih.
Teringat juga saat Sea mengatakan bahwa Sea suka padanya. Namun Lily saat itu belum mengerti soal percintaan, gadis itu selalu fokus pada sekolahnya berusaha mendapatkan nilai yang maksimal berharap agar dapat lolos ke universitas favoritnya.
Seandainya waktu dapat diputar kembali, ia ingin menerima Sea pada waktu itu. Pasti nasibnya tidak adan seperti saat ini.
Lily tersadar memanglah Sea adalah pria yang baik selama ini. Andai saja Aran memiliki sifat seperti Sea, atau andaikan Sea adalah Aran.
Tidak.
Tidak untuk saat ini. Lily menggeleng mengusir isi pikirannya begitu sadar dari lamunannya, bagaimanapun juga ia sudah menjadi istri orang, tidak boleh memikirkan pria lain.
Tangan Lily melepaskan tangan Sea yang masih bersarang di pipinya.
" Sea, kenapa kamu bisa sampai kemari?" Terpaksa Lily mengubah topik pembicaraan agar ia tak terlalu larut dengan masalah ini.
" Aku tinggal di Jakarta sekarang, papa ku di pindahkan tugas." Ujar Sea mengulas senyum simpul.
" Bagaimana dengan kuliahmu?" Lily teringat janji Sea waktu itu, Sea berjanji akan masuk ke universitas favorit Lily bersama sama. Lily penasaran apakah Sea benar benar melakukannya meskipun Lily tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena pernikahan gila ini.
" Aku kuliah di Jakarta, coba tebak aku kuliah dimana." Lagi lagi Sea tersenyum menatap Lily sungguh sungguh.
" Dimana?" Tanya Lily semakin penasaran.
" Di universitas favoritmu, UI." Senyum Sea semakin lebar diiringi Lily melakukan hal yang sama.
Mata Lily berbinar binar, ikut senang mendengarnya. " Serius?"
Sea menanggapi dengan anggukan yang meyakinkan.
" Wah selamat!" Saking gembiranya Lily tak sadar sampai memeluk tubuh Sea. Karena itulah mimpi Lily, dan kini sahabatnya itu mampu mewujudkan janjinya. Sungguh manis.
Sea pun tak percaya dengan reaksi Lily yang spontan langsung memeluknya dengan erat. Beberapa detik kemudian Sea melingkarkan kedua lengannya mendekap tubuh mungil Lily.
Seharusnya Sea lah yang berada di samping Lily, bukan pria yang besar itu. Menurut Sea, Aran terlalu dewasa untuk Lily yang masih sangat belia. Pria besar itu juga tidak dapat membuat Lily bahagia.
Sebenarnya Sea bisa menyimpulkan semua itu dari raut wajah Lily yang terlihat lesu tak tampak se ceria dahulu. Dahulu Lily yang dikenalnya sangat periang. Dan kini ia baru pertama kali bertemu dengan Lily setelah menikah raut wajah gadis terlihat bagaikan lampu yang meredup.
Sea tak ingin Lily seperti ini, terlebih lagi kedepannya jika terus bersedih.
Sea semakin memperkuat pelukannya, mendekatkan wajahnya ke telinga Lily dan berbisik. " Jika kau mau aku bisa menggantikan posisi Aran."
Begitu Sea berbisik, tiba tiba bulu kuduk Lily meremang. Apakah sahabatnya itu sudah gila? Apa maksud yang dikatakan oleh Sea tadi?
Sepersekian detik tubuh Lily memberontak meloloskan dari dekapan Sea dengan amarah, alisnya saling bertautan, Lily mengerucutkan bibirnya menggerutu jengkel. " Ingat Sea aku sudah bersuami."
Kini Lily mendorong Sea cukup kencang, kemudian mengatur posisi tubuhnya sedikit menjauh dari Sea.
" Kenapa Lily?" Sea kebingungan, menurutnya reaksi Lily sedikit berlebihan.
" Sea kau tahu kan kita adalah sahabat." Lily berusaha mengingatkan Sea agar tak melewati batas, ia takut jika dapat memenangkan hatinya, bagaimanapun juga Lily tak mau meninggalkan Aran.
" I know Lily, tapi jika kau tak bahagia dengan Aran untuk apa?" Sea berusaha mengutarakan yang ia maksud, seperti Lily tak se ceria dulu.
" Bagaimanapun Aran suamiku, sea." Sergah Lily keras kepala.
" Tapi apakah Aran mencintaimu seperti ku?" Ctarr. cukup menohok di dasar lubuk hati Lily, Lily gelagapan tak mampu menjawab.
Lily kira begitu ia menikah, Sea akan merelakannya melupakan cintanya beserta kenangan kenangan semasa sekolah. Kenyataannya berbanding terbalik, tetap saja pria itu tetap bersi keras mengejar ngejar Lily.
Perasaan Lily terhadap Sea hanyalah rasa sayang terhadap sahabatnya, itu saja tidak lebih. Tetapi Sea menanggapi terlalu berlebihan, merasa Lily lah yang menggantung perasaannya.
" Hari sudah larut, aku harus pulang." Pungkas Lily merasa sudah tak nyaman dengan topik pembicaraan.
" Kenapa terburu buru?" Sea berusaha mencegah.
" Aran akan khawatir jika aku pulang terlalu larut." Jawab Lily asal, padahal mana mungkin Aran memikirkan gadis seperti dirinya.
" Aku antar ya." Sea memaksa agar ia dapat bersama Lily lebih lama lagi. Sea tak mau melewati momen ini begitu saja.
Lily menimang nimang cukup lama, memikirkan keputusannya. Sebenarnya ia enggan di antar, tetapi ia tak tahu arah pulang.
Dengan memikirkan secara matang matang, Lily mengiyakan tawaran Sea.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...