Lily masih merutuki dirinya sendiri di bangku ruang tunggu guna menenangkan dirinya sendiri, gadis itu sengaja memberikan ruang untuk Helena dan Aran dan juga ia pun muak melihat apa yang dilakukan Aran suaminya sendiri saat menciumi punggung tangan Helena tadi.
Lebih baik ia mengasingkan diri sejenak daripada terkungkung pada situasi yang membutakan mata disana. Sejujurnya hatinya membara mengatakan harus merebut Aran kembali namun apa daya, godaan Helena lebih kuat dibandingkan Lily, secara proporsional Lily kalah jauh dengan wanita itu yang bertubuh jenjang dan berkulit putih.
Serba salah memang berada di posisi nya, di sisi lain ia termasuk mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi, tak tega melihat kondisi Helena saat ini.
Bagaimana kalau wanita itu tiada? Sungguh Lily sangat takut mengingat Helena bercucuran darah waktu tadi, atau justru sebaliknya ini kah yang dia inginkan agar bisa lebih leluasa memiliki Aran seutuhnya.
Buru buru Lily menggeleng cepat menepis semua pikiran buruk yang ada. Apa yang ia pikirkan tadi? Ia menginginkan Helena tiada? Tidak. Itu tidak benar. Sergah Lily dengan menepuk nepuk kepalanya sendiri yang mulai lancang berpikiran buruk.
Tidak! Tidak!
Kini Lily kembali menuju kamar pasien dimana Helena dirawat tadi untuk melihat seperti apa keadaannya saat ini. Apakah wanita itu sudah siuman?
Sesampainya di sana rupanya Helena belum siuman juga.
Lily berjalan mendekat menepuk pundak Aran, pria itu masih setia menunggu Helena siuman disana duduk di samping tempat dimana Helena terbaring, dan Lily mengusap pundak pria itu dengan lembut berusaha membuat Aran merasa lebih baik.
Sepersekian detik Lily terkejut dengan apa yang Aran lakukan, pria itu menepis tangannya, menghempaskan tangannya ke udara. Lily terbelalak tak mengerti, ada apa dengan pria itu? Apa dia marah padanya? Apa dirinya melakukan kesalahan? Mengapa pria itu berubah secara tiba tiba. Ah apa ini reaksi jika seseorang terlalu kalut dengan kecemasannya sehingga terlalu posesif untuk didekati.
Terpaksa Lily menarik tangannya kembali dengan kikuk, takut merasa Aran terganggu. Dirinya masih mematung di sisi Aran.
Hening. Tak ada perbincangan apapun, keduanya saling bungkam satu sama lain.
Dan masih menunggu. Menunggu berharap sesuatu dapat memecah keheningan yang menyiksa ini bagi keduanya. Salah satu pun tak mau mengalah mempertahankan egonya masing masing.
Dan keduanya sama sama memiliki sifat keras kepala.
Waktu terus berlalu, sudah semalaman penuh Lily dan Aran berharap berharap Helena segera siuman, kenyataannya sampai pagi ini wanita itu tak kunjung membuka matanya. Dokter itu berbohong, pikir Lily.
Lily menggigit bibir bawahnya guna mengalihkan rasa khawatirnya yang mulai menguasai isi kepalanya dengan pikiran pikiran yang buruk, sama seperti hal nya dengan Aran, pria itu juga tak bisa bersahabat dengan isi kepalanya sendiri. Mereka memiliki pikiran yang sama sama negatif, dan juga rasa cemas.
Dan ketika mereka bertanya pada dokter, dokter itu segera mengecek keadaan Helena kembali beserta para perawat, semua berpakaian serba putih itu masuk dan mengerumuni Helena dari pinggir ranjangnya, entahlah banyak alat alat medis yang tidak diketahui Lily dikeluarkan oleh perawat perawat itu untuk menolong Helena.
Setelah mengecek keadaan Helena, sang dokter mengatakan bahwa Helena sedang koma, ia akan tidak sadarkan diri untuk sementara waktu. Begitu mendengar ucapan dokter, kaki Aran seketika terasa melemas tidak kuat menyangga beban tubuhnya sendiri.
Melihat tubuh Aran kian melorot, dengan terburu buru Lily menopang tubuh Aran mencegahnya agar tidak jatuh. Gadis itu menuntun Aran pada kursi tunggu yang ada di dekatnya, takut Aran terjatuh secara tiba tiba.
Air mata kini terlihat di sudut mata Aran, wajah pria itu tampak pucat begitu mendengar pernyataan dokter. Tak habis pikir semua akan menjadi seperti ini.
Sungguh Helena yang malang. Gumam Aran dalam hati. Cukup terpukul ia menerima kenyataan.
Kepalanya terasa berputar, Aran menjambak rambutnya sendiri merasa frustasi. Mengapa semua ini terjadi? Siapa yang bisa ia salahkan untuk hal ini? Mengingat kilasan kilasan balik ketika Helena sudah bercucuran darah, andai saja ia datang sebelum itu, pasti Helena tak mengalami hal seperti ini. Ia bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Lily berada disana saat tragedi itu terjadi, hanya dialah satu satunya saksi kunci disana.
Beberapa detik kemudian kepala Aran menoleh pada Lily dan matanya tajam menuju Lily. Apa yang dia lakukan disana?
Seolah Lily mengerti tatapan Aran yang mengintimidasi dirinya, saat itu juga Lily langsung menunduk memutus kontak mata antara mereka berdua, Lily tahu apa yang ada di dalam pikiran Aran. Yakin pria itu sedang menuduh dirinya, tetapi Lily lebih memilih diam, Lily tau pria itu sedang kacau sedang tidak bersahabat untuk diajak bicara.
Lagi pula Lily malas jika berdebat di depan umum, apalagi berada di rumah sakit pasti akan mengganggu pasien pasien yang sedang sakit.
Merasa tak nyaman Aran terus menatapnya tajam seperti elang hendak mencabik mangsanya, Lily memilih pergi keluar sejenak, ia akan kembali jika Aran sudah mulai tenang.
Tak peduli dengan Lily yang pergi begitu saja, Aran kembali masuk ke ruang pasien dimana Helena dirawat. Kini di samping Helena terdapat sebuah layar cardiogram atau apalah itu yang menunjukkan grafik detak jantungnya terhubung pada dada kiri Helena. Wanita itu bernafas tampak berat namun teratur dengan bantuan selang oksigen.
Aran menatap wanita itu pilu, dirinya tak bisa berbuat apa-apa sekarang, hanya bisa memandanginya dengan rasa belas kasihan.
Sepersekian detik pria itu meraih jari jemari Helena yang lentik menempatkannya pada pipi Aran.
" Sayang, ayolah bangun. Aku ada disini." Tak terasa di sudut mata Aran menetes setitik air matanya jatuh.
Aran tak melepaskan pandangannya, dipandanginya wajah Helena yang putih bersih sedang memejamkan matanya tak memperdulikan dunia disekitarnya masih berjalan.
Aran setia menunggu ditemani suara mesin cardiogram yang beraturan menunjukkan detak jantung Helena masih normal.
" Pasti kamu sedang menahan sakit, aku janji semua akan berakhir segera mungkin." Ucap Aran berbisik kepada Helena. Ia tahu wanita itu tidak akan membalasnya, hanya saja ia mengatakan yang ia ingin katakan. Berharap Helena mendengar meskipun dirinya tak terbangun.
Sementara itu, di luar rumah sakit. Lily menatap orang orang yang berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing di situasi genting bagi mereka. Lily tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Dirinya merasa iba pada Helena, namun di sisi lain ia kesal dengan sikap Aran yang terlalu mengkhawatirkan Helena.
Selain itu Aran juga tampak menuduh semua ini Lily lah yang melakukannya, selama ini ia memang membenci pelakor itu namun sedikit pun ia tak berniat mencelakainya sampai sejauh ini.
Setelah ini pasti Aran akan membenci dirinya, pikir Lily.
Lily menghela nafas panjang menenangkan dirinya sendiri, cukup stres ia bergelut dengan isi kepalanya sendiri.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...