Everything Feels Sucks

1.3K 81 4
                                    

" Sah sah saja bukan bila kami berpacaran karena kami saling mencintai. Bukankah kau juga tidak menginginkan pernikahan ini." Kali ini Helena memang benar, Lily tidak bisa melawan yang dikatakan Helena.

Dirinya memang tak menginginkan pernikahan ini namun pahit rasanya bila mengetahui pria yang sudah menjadi suaminya masih berkencan dengan perempuan lain.

Lantas Lily dianggap apakah oleh Aran? Apakah yang akan dilakukannya menganggapnya hanya sebagai wanita cadangannya saja.

Tak sanggup mendengar apapun lagi yang dikatakan Helena, secara spontan Lily menggebrak meja dengan kedua tangannya dan berdiri sempat ia akan kehilangan kendali ingin menyerang, namun niat itu ia urungkan setelah sadar semua orang tertuju padanya yang kini berdiri mematung.

Lily merasa seperti kambing dungu saja, matanya melihat ke sekelilingnya, melihat banyaknya pasang mata yang melihat dirinya dengan tatapan aneh seakan akan mengintimidasinya.

Ia tak bisa berbuat lebih lagi, kali ini Helena menyeringai atas kemenangannya.

Namun Lily berusaha tetap bersikap dingin mencoba mengacuhkan mereka semua.

Dalam pikirannya Lily mengumpat berbagai macam binatang, tak luput menyumpahi Helena sambil memasang raut wajah kesal, muak melihat wajah Helena yang semakin tengil, ingin rasanya Lily mencakar cakar sampai hancur.

Jika ia tak segera pergi maka ia akan kehilangan kendali atas dirinya dan juga akan mempermalukan dirinya sendiri. Tentu saja Lily tak mau hal itu terjadi.

Terasa menyedihkan bagi Lily menelan kenyataan yang di katakan Helena memang benar, Lily tidak bisa menyangkal pembenaran dari dasar lubuk hatinya.

Kejadian tempo hari ketika dirinya memergoki Aran dengan Helena sedang bercumbu di hotel adalah bukti memang Aran sangat mencintai Helena. Terlebih lagi dengan adegan yang terlalu panas bagi Lily.

Kilasan kilasan kejadian itu membuat Lily merasa seperti seonggok sampah tak berguna yang dilemparkan begitu saja oleh Aran.

Sebelum Lily mempermalukan dirinya sendiri lebih jauh lagi, ia segera keluar dari caffe.

Lily segera menyambar tasnya yang ada di meja tepat dihadapan Helena, kemudian melangkah cepat menuju pintu keluar, sempat ia menengok ke belakang sebelum melanjutkan langkahnya dilihatnya Helena tersenyum puas penuh kemenangan seperti meledek.

Lily mempercepat langkah kakinya ingin segera keluar dari ruang yang membuatnya dadanya sesak. Tentu saja ia sangat jengkel dengan wanita brengsek itu. Belum puas rasanya jika belum menampar wanita itu.

Kata kata Helena masih terus berputar putar di kepalanya setelah ia meninggalkan wanita itu di caffe seorang diri.

Lily menggelengkan kepala berusaha mengusir kata kata yang terngiang ngiang sangat jelas di telinganya, ingin rasanya gendang telinganya meledak daripada mendengar suara wanita brengsek itu.

"Dengar ya Lily kecil, sebelum kau menikah aku sudah memiliki Aran terlebih dahulu sebelum dirimu muncul. Dan kami sudah berjanji akan bersama sama sampai kapanpun."

Lily sengaja meninggalkan caffe itu sebab ia tak tahan lagi dengan perkataan Helena yang semakin membakarnya. Helena juga bilang jika mereka telah berpacaran selama 3 tahun lamanya.

Lily hanya bisa mendengus kesal melangkah dengan cepat di tengah tengah keramaian mall. Memburu langkahnya menerobos beberapa orang yang berada dihadapannya.

Ia berusaha menahannya, menahan agar air matanya tak jatuh di keramaian.

Untung saja Tak ada yang mempedulikan gadis itu yang sudah pucat pasi karena menahan emosi yang membara. Melangkah tak berdaya memaksa kakinya untuk kuat terus berjalan.

Niatnya untuk menyegarkan pikiranya malah sekarang justru sebaliknya.

Semua serba semrawut, moodnya benar benar berantakan merasa di permainkan oleh sepasang kekasih busuk itu entah apa yang diinginkan Aran dari dirinya sehingga pria itu nekat menikahi dirinya.

Bukan soal hubungan antara mereka yang membuat Lily tak habis pikir namun jika Aran mempunyai kekasih mengapa pria itu menikahi dirinya. Bukankah pria itu bisa menikahi wanita itu, jadi tak perlu repot repot ia harus menikahi Lily secara terpaksa.

Setelah sampai di hotel Lily menutup pintu dengan keras, tas selempang miliknya di lemparkan begitu saja , setelah beberapa saat ia membanting tubuhnya keatas ranjang ,dan mengambil bantal yang besar menenggelamkan wajahnya di bawahnya untuk meredam suaranya agar bisa berteriak sekencang mungkin tanpa terdengar siapa pun.

Tak terasa air matanya kini sudah membasahi bantal itu. Dadanya sangat sesak seperti di hujam paku berkali kali, sangat sakit, Lily pun tak tahu mengapa dia bisa sekecewa ini.

Tak tahu siapa yang harus ia salahkan gadis kecil malang itu terus menangis sejadi jadinya sesekali sesegukan menyisakan bekas bengkak pada matanya, hidungnya pun tampak memerah.

Inikah yang diinginkan ayahnya menyerahkan putri semata wayangnya kepada pria busuk seperti Aran? Lalu apa yang didapatkan Lily? Hanya kebohongan besar.

Terisak Isak suara tangisnya melawan kenyataan sendiri tanpa seorang pun bersamanya.

Untung saja Aran selalu sibuk pada pekerjaannya atau lebih tepatnya entah apapun yang dilakukan di luar sana Lily tak perlu repot repot segera menghapus air matanya, ia masih ingin menangis menumpahkan semuanya, ia rindu pelukan ayahnya yang hangat sekaligus ia membencinya untuk saat ini.

Semua terasa menyebalkan, Lily membenci semuanya.

Kemudian ia melemparkan bantalnya dan mengerang frustasi sekencang mungkin.

Lily kembali tengkurap memukul mukul kasur berkali kali, anggap saja kasur itu adalah Aran suaminya. Ia benar benar kesal ini padanya.

Memang laki laki tak tahu diri, bisa bisanya ia hanya memanfaatkan Lily saja, mengatas namakan pernikahan hanya untuk kepentingan realistisnya.

Sungguh ayahnya memilih keputusan yang salah amat menyengsarakan bagi Lily.

Lily tak berdaya, tak tahu kemana lagi mengadu atas penderitaan ini, yang hanya bisa ia lakukan hanya memendamnya.

Lily merutuki semuanya tak henti henti. Lihatlah ia terlihat lemah sekali bukan? 

" Tuhan, kenapa jadi seperti ini?" Rintih Lily menengadah keatas di sela sela isakan tangisnya tak mampu menahan rasa pahit dalam dadanya. Semua rasa campur aduk muncul ke permukaan begitu saja.

Lily menghabiskan sepanjang waktunya di kamar meratapi kemalangan ya sendiri, betapa kurang beruntungnya gadis seperti dia, terlalu muda untuk sengsara.

Saat ini Lily tak berminat untuk melakukan apapun, ia hanya ingin berbaring seharian menghabiskan harinya dengan penuh ratapan.

Yang ia pikirkan pernikahan yang selama ini dengan paksaan lambat laun akan menjadi terbiasa, dan Lily berusaha menerima kenyataan bahwa Aran adalah sebagai suami sahnya dan ia harus melayaninya dengan baik.

Bagai petir di siang bolong, pemikiran itu runtuh begitu saja, bagaimana ia bisa memenuhi kewajibannya sebagai istri sementara Aran malah berpaling darinya, dan lebih memilih Helena daripada istri sahnya sendiri.

Sangat bodoh jika Lily menyerahkan diri secara cuma cuma untuk pria tua tak tahu diri itu.

Tubuhnya menelungkup, menyembunyikan wajahnya menutupi tangisnya yang semakin menjadi jadi. Meskipun tak ada yang melihatnya, tetap saja ia ingin menyembunyikan isakan tangisnya.




















The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang