Against

805 39 8
                                    

Aran menunggu seharian hingga gelap datang di depan rumah ayah Lily. Sama sekali pintu rumah tak terbuka sedikitpun untuknya, tak apa pikir Aran. Ia berharap bisa bertanya langsung kepada Lily apa mau gadis itu sebenarnya.

Aran duduk pada kap mobil sambil mendongak menatap jendela kamar Lily. Berharap ada sinyal baik darinya, Aran ingin menunggu sampai Lily mau menemuinya, paling tidak jika berbicara langsung gadis itu bisa menjelaskan secara detail apa maunya, dan Aran akan membujuknya pasti.

Jika kalau sudah begini akan lebih rumit dari yang dibayangkan, Aran akan melakukan apapun untuk mendapatkan Lily kembali meskipun berhadapan dengan ayahnya.

Tepat pukul 8.00 malam sebuah mobil datang lampunya sangat silau menyorot pada Aran langsung, Aran memicingkan matanya, siapa gerangan yang datang.

Aran berbalik badan menghadap mobil hitam mengkilat merk BMW tersebut. Sepertinya Aran sangat mengenali mobil itu, mobil itu milik kakaknya. Ahmad.

Saat Ahmad turun membuka pintu mobil rupanya ia tak sendiri melainkan bersama kakak Aran yang lain, tak lain lagi Andrea merupakan kakak kedua Aran setelah Ahmad.

Seharusnya Aran gembira melihat kedatangan Andrea, baru kali ini kakak ke duanya pulang ke Indonesia. Selama ini Andrea lebih memilih menetap di Australia meskipun hanya sementara.

Terpaksa Aran harus menahan rasa kegembiraannya semua berubah menjadi tegang melihat Aran berdiri dihadapan dua bersaudara tersebut, tatapan mereka seperti ingin mengulitinya hidup hidup seperti yang Ahmad katakan pada telepon.

Aran tak berani bicara, hanya diam dan mengikuti langkah tegas mereka dari belakang menuju pintu. Aran sangat yakin mereka kesini ingin ikut serta menyelesaikan masalah ini. Meskipun Aran tahu mereka hanya ingin menyelamatkan bisnis mereka.

Rasanya seperti Aran seorang buronan menyerahkan diri, kali ini ia tak berani mengangkat kepalanya. Meskipun kakaknya tak mengatakan apapun.

Ahmad memencet tombol panjang berulang kali tak ada sahutan dari sang pemilik rumah. tampaknya pak Hery benar benar marah besar.

Setelah hampir 10 menit kemudian pak Hery baru mau membukakan pintu begitu mengetahui Ahmad yang datang kemari.

Setelah pintu terbuka, pak Hery memasang wajah tak enak dilihat, alisnya berkerut matanya nyalang menunjukkan tak bersahabat malam ini. Ahmad dan Andrea harus berhati-hati jika berbicara.

" Mau apa kalian kemari?! Jika hanya membela adik brengsek kalian, lebih baik pulang. Saya tak menerima tamu macam iblis seperti adik kalian!" Belum apa apa ayah Lily sudah menyemprot dengan ocehannya terlebih dahulu.

" Kami kemari ingin menyelesaikan masalah dengan kekeluargaan pak. Saya harap ada jalan lain bisa memperbaikinya." Ucap Ahmad pelan pelan dengan nada sesopan mungkin.

" Tak ada yang perlu diperbaiki! Semua sudah selesai!!" Langsung pak Hery to the point tanpa pikir panjang. Ia rasa inilah jalan terbaik untuk putrinya.

" Apa setidaknya melibatkan Lily dahulu pak, agar kita mendapat jalan yang terbaik?" Sahut Andrea.

" Tidak perlu! Saya ayahnya. Saya lebih tau yang terbaik untuknya. Saya akan mengurus surat perceraian Aran dan Lily."

" Pak, alangkah baiknya dipikir secara matang matang. Apalagi kita sudah menjadi bagian dari keluarga."

Negosiasi yang terjadi di rumah itu berlangsung secara alot.

" Ayah, setidaknya ijinkan saya bertemu Lily terlebih dahulu." Aran memberanikan diri untuk bicara.

" Untuk apa?!! Apa belum puas kau menyakiti anak saya, bajingan!" Hardik ayah Lily tak bisa menahan amarahnya.

Kedua kakak Aran membiarkan pak Hery memaki adiknya, memanglah pantas untuknya.

" Begini pak, sebagai kakak kami juga merasa bersalah karena telah memaksa adik kami menikahi putri bapak hanya untuk jembatan bisnis, bukankah bapak juga merasakan hal seperti itu. Kita terlalu memaksakan mereka bersatu tanpa dasar saling cinta. Saya harap bisnis kita tak berpengaruh dalam urusan ini." Terang Ahmad berusaha menenangkan ayah Lily.

" Bukan berarti adik kalian berhak menyakiti anak saya ya, saya sudah tak peduli bisnis itu lagi. Lebih penting Lily daripada bisnis itu." Kemudian pak Hery berbalik badan masuk kedalam rumah tak memperdulikan 3 pria besar tersebut, pak Hery menutup pintu membantingnya sekencang mungkin, tanda ia tak mau diganggu.

3 bersaudara tersebut pulang dengan rasa kecewa sia sia 2 kakaknya menghampiri pak Hery. Mereka bertiga pulang ke rumah utama mereka.

Sesampainya di sana, Ahmad dan Andrea memarahi Aran habis habisan hingga kuping Aran terasa panas, mereka mengomel tak henti henti, segala bahasa kebun binatang keluar dari mulut kakak kakaknya.

Aran tak bisa melawan, pikirannya sibuk hanya memikirkan Lily. Sebagian kata kata kakaknya tak ia gubris.

" Bagaimana nasib kita kedepannya? Aran harusnya kau ikut berpikir bukan malah memperkeruh suasana! Untuk apa kau berhubungan dengan Helena lagi padahal kau sudah menikah dengan Lily." Teriak Andrea di depan Aran.

" Dasar bodoh!" Umpat Ahmad sang kakak tertua.

Aran hanya diam seribu bahasa. Percuma ia membela diri, toh ini juga salah dia.

Lalu bagaimana Aran harus bertindak? Lily tak mau dimadu sementara ia dan Lily sama sama mempunyai perasaan yang sama, jika Aran meninggalkan Helena bagaimana dengan anaknya. Terdengar sangat egois. Tapi jika ia mengingat perlakuan Helena terhadap Lily melibatkan nyawa rasanya tak Sudi menikahinya. Aran bergumam sendiri.

Keesokan harinya, di rumah Lily saat sarapan Lily duduk berhadapan bersama ayahnya. Gadis itu hanya mengutak ngatik sendok dan garpu dibuatnya mainan. Ia tak kunjung menyentuh makanannya sementara isi piring pak Hery hampir habis.

Lily mendesah kasar membuat ayahnya meliriknya.

" Kenapa tak kamu makan? Nanti kamu sakit." Ujar ayahnya.

Lily tak bersuara ia sedang malas, suasana hatinya sangat buruk.

" Kamu masih memikirkan laki laki brengsek itu ya?" Kata pak Hery penuh penekanan menyebut seseorang yang dimaksud.

Lily tetap diam, hatinya hampa. Kali ini ia menyentuh makanannya namun hanya di bolak balik memandanginya bagaimana makanan itu tercampur.

" Jangan risau. Ayah akan mengurus perceraianmu."

Seketika permainan Lily berhenti, terkejut menatap ayahnya.

" Ayah, kenapa tak membicarakannya bersama Lily dulu?"

" Hasilnya sama saja bukan? Kau harus berpisah dengannya." Jawab pak Hery tak percaya sepertinya putrinya tidak suka.

" Ini rumah tangga Lily, ayah. Seharusnya yang membuat keputusan Lily." Terang Lily.

" Lalu apa keputusanmu?"

Lily menggeleng pelan tak tahu harus menjawab apa. Saat ini ia tak bisa memutuskan apapun.

" Pokoknya ayah tidak mau tau, kau harus berpisah dengannya secepatnya. Kau bisa cari orang lain yang lebih tampan dan lebih kaya darinya." Ayah Lily berdiri sedikit menggertak.

" Aku memang sakit hati, ayah. Bukan berarti aku terburu buru ingin berpisah dengannya."

" Jangan bodoh, Lily!"

" Ini rumah tanggaku, yah!"

" Lalu apa yang kau inginkan! Ayah tidak mau tau, kau dan Aran akan menerima surat perceraian secepatnya. Jangan membantah!" Pak Hery melenggang pergi tak mau mendengar lagi protes dari anaknya. Keputusannya sudah bulat demi kebaikan anaknya. Ayah mana yang rela melihat putrinya disakiti orang lain.

Perasaan Lily gundah. Ia tak yakin jika harus berpisah dengan suaminya.

Bersambung...




The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang