Done

803 36 5
                                    

Helena sudah diperbolehkan pulang.

Untuk sementara wanita itu tinggal di apartemen lamanya, mengurus bayinya sendiri, sesekali Aran datang membantu Helena mengurus anaknya. Sampai saat ini Lily tak mau bicara dengan Aran. Hubungan mereka belum ada kemajuan.

Lily lebih memilih bungkam dan menghabiskan waktunya berada di kamar. Begitupun Aran sudah berusaha membujuknya berkali kali tetap saja Lily tak mau mendengar apapun dari mulut Aran.

Hari ini Aran pergi ke apartemen Helena seperti biasa, ini kesempatan bagus untuk Lily.

Gadis itu sudah berkemas, sudah berpakaian rapi menunggu taxi online yang ia pesan datang. Lily meletakan selembar kertas di atas meja tamu.

Lily menghela napas menguatkan dirinya sendiri, apapun resikonya ia siap menanggung.

Tak lama kemudian taxi yang Lily pesan datang, Lily bergegas menuju mobil biru tersebut dan masuk dibantu oleh sang sopir, dan juga membantunya memasukkan satu koper dalam bagasi.

Mobil taxi berjalan dengan santai, Lily menengok ke arah belakang menatap rumah Aran.

" Selamat tinggal Aran." Gumam Lily lirih.

Pilu kisah cintanya akan menjadi seperti ini. Ia harus pergi daripada melihat Aran akan menikah dengan Helena.

Tak terasa Lily menitikkan air mata di dalam mobil. berat rasanya harus meninggalkan Aran.

" Apakah semua baik baik saja, nona?" Tanya sang sopir melihat wajah Lily tampak lesu dari kaca spion.

" Ya, lanjutkan saja pak." Seraya Lily mengangguk. Padahal raut wajahnya cukup meyakinkan Lily sedang tidak baik baik saja.

Perjalanan memakan waktu cukup lama, sama sekali Lily tidak merasakan kantuk, kepalanya riuh. Bersusah payah ia menahan tangisnya, tidak enak dengan sang sopir jika menangis di dalam mobil taxi. Pasti sang sopir melemparkan pertanyaan pertanyaan yang membuat Lily malas. Ia tak mau berbagi kisah dengan siapapun, terkesan dialah yang terbuang.

Sesampainya tujuan yaitu rumah ayah Lily. Betapa Lily sangat merindukan rumah ini, rumah dimana tempat ia bertumbuh dewasa. Ia juga merindukan suara ayahnya yang serak ketika memanggil namanya.

Lily diantar sang sopir hingga depan pintu, membantunya membawakan koper miliknya. Sebelum sang sopir pergi tak lupa ia berterima kasih karena sudah mengantarnya kembali pada cinta pertamanya.

Begitu mobil taxi melenggang pergi, Lily memencet bel 2 kali. Gugup, iya. Bagaimana reaksi ayahnya nanti jika melihat kondisinya seperti ini, pasti sedih melihat putri tunggalnya tidak bisa berjalan.

Pintu terbuka, pak Hery mematung, matanya melotot tak percaya terkejut melihat putrinya pulang terlebih datang menggunakan kursi roda.

" Astaga, apa yang terjadi padamu, Lily."  Tiba tiba pak Heri berjongkok meraih tangan mungil putrinya, bibirnya bergetar tak menyangka putrinya pulang dengan keadaan seperti ini. Pak Hery berpikir pasti ada yang tidak beres mengapa putrinya bisa pulang dengan keadaan seperti ini sendirian dan membawa koper.

Lily terdiam sejenak tak mampu menimpali, air matanya ikut menetes melihat ayahnya begitu mengkhawatirkannya. Ingin rasanya menceritakan semuanya tapi tak mampu.

" Apa yang membuatmu pulang seperti ini, sayang?"

Lily masih diam dan menangis meluapkan emosinya di hadapan ayahnya, gadis itu menangis sejadi jadinya. Kini yang ia tahan selama berbulan bulan ia tumpahkan begitu saja. Entahlah terasa nyaman meluapkan semuanya di hadapan ayahnya.

Lily menceritakan semua yang dialaminya ketika masuk di dalam rumah. Pak Hery tak menyangka menantunya seorang laki laki brengsek, ia menyesal tak mendengarkan Lily sedari dulu. Paling tidak mencegah belum sampai sejauh ini. Menurut ayah Lily Aran sangat keterlaluan.

Pak Hery berencana memisahkan Lily dengan Aran demi kebaikan Lily,saat itu juga ia menelepon Ahmad sang kakak Aran jika kalian ingat, mengadu atas sikap bejat Aran.

Sebenarnya mereka sudah tahu, namun menyembunyikannya dari pak Hery demi menyelamatkan kerja sama bisnis mereka. Mereka tak mau kerja sama putus begitu saja sebab bekerja bersama pak Hery adalah ladang investor terbesar.

" Apa kau tahu sikap bejat adikmu itu?!" Pak Hery meluap luap memarahi Ahmad.

" Lily kenapa, pak?" Jawab Ahmad dengan hati hati.

" Hari ini dia pulang menggunakan kursi roda, apa kau tahu?" Tekan pak Hery.

" Apa yang terjadi?" Ahmad juga masih belum tahu jika Lily pulang sendiri, jika sudah seperti itu, memang sudah tidak ada yang beres.

" Dia menceritakan semuanya padaku, adikmu itu si Aran rupanya mempunyai anak dengan orang lain! Lantas dianggap apa putriku?!!"

" Biarkan saya berbicara dengan Aran terlebih dahulu, pak."

" Sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi! Lebih baik kita akhiri semuanya!!" Setelah itu putus pak Hery secara sepihak tanpa memberi kesempatan Ahmad berbicara lagi.

Dering telepon berkali kali berbunyi, Ahmad mencoba menghubungi ayah Lily kembali namun ayah Lily tak mau mengangkat teleponnya, semua hanya sia sia saja. Ahmad membujuk pak Hery tak dapat mengubah apapun.

Kini Lily tidur di kamarnya masih dengan mata sembab.

Aran yang sibuk mengurus bayinya tiba tiba telepon berdering di kantung celananya. Ia lihat tampaknya dari kakaknya, mungkin urusan bisnis pikirnya.

Aran mengangkat telepon dengan santai, seketika ia terkejut mendengar bahwa Lily pulang ke rumah ayahnya. Gawat! Aran menepuk jidatnya tak menyangka atas tindakan gadis itu, nama baiknya akan rusak. Pasti pak Hery tak akan mengampuninya.

" Bodoh! Dimana kau!! Apa kau tahu istrimu pulang ke rumah ayahnya?!"

" Pulang?!"

" Ya, apa kau membuat masalah lagi?! Jika sampai pak Hery membatalkan perjanjian kita, kau akan ku kuliti hidup hidup!!" Ancam Ahmad dari seberang telepon.

Aran buru buru pulang memastikan, pria itu menyetir dengan gelisah, sesekali memukul setir mobil.

Sesampainya di rumah ia berlari mengecek setiap ruangan, tak ada siapapun bahkan rumahnya gelap tak ada tanda tanda ada seseorang, ketika ia berada di ruang tamu, Aran menemukan secarik kertas bertuliskan "  selamat tinggal" Aran yakin pasti dari Lily.

Mengapa Lily melakukan semua ini? Apa ia ingin semua berakhir begitu saja.

Aran kembali menuju mobilnya, ia harus menyusul Lily. Tak peduli jika pak Hery memarahinya, ia pantas mendapatkannya, ia hanya ingin Lily kembali.

Aran menyetir ala Koboy jalanan, mobilnya melaju kencang melanggar peraturan lalu lintas, tak peduli. Ia ingin cepat cepat sampai.

Mobil putih mulus Aran terparkir tepat didepan rumah pak Hery. Langkah kaki Aran tegas, ia siap bertanggung jawab atas sikapnya.

Aran memencet bel, berkali kali. Begitu ayah Lily membuka pintu, wajahnya tampak merah, matanya mengerikan melototi Aran seakan akan ingin membunuhnya sekarang juga.

Pak Hery maju dan menampar Aran cukup keras, Aran memegang pipinya terasa panas namun tak berarti apa apa jika dibandingkan penderitaan Lily.

" Apa kau tak tahu malu?! Berani beraninya kau datang kemari setelah apa yang kau lakukan pada putriku. Dasar laki laki brengsek!!" Umpat pak Hery berapi api. Pak Hery tak tahan melihat wajah Aran yang berani menyakiti putrinya.

" Saya mohon biarkan saya bertemu Lily, yah." Aran memohon.

" Untuk apa!! Apa kau tak punya otak, ia pergi meninggalkanmu, tak mau bertemu denganmu lagi!"

" Saya akui saya salah, tapi saya mohon untuk kali ini saja."

" Tidak!! Saya tidak mengijinkan mu bertemu dengannya lebih baik kau berpisah darinya, dan kita akhiri semua ini."

Pak Hery kembali masuk dan membanting pintunya di depan Aran.  Ia tak peduli meskipun Aran tetap menunggunya di depan rumah.

Aran menatap jendela kamar Lily diatas lantai 2 sana. Berharap Lily melihatnya.

Sebenarnya Lily juga melihat Aran dari bawah sana, ia juga tahu bahwa Aran datang untuk menemuinya, tetapi kali ini Lily enggan bertemu dengannya. Melihat wajahnya pun tak sanggup.

Bersambung...

The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang