Fire

926 48 2
                                    

Aran dan Lily kembali melanjutkan perjalanan pulang, raut wajah keduanya terlihat cerah. Tak seperti biasanya. Lily terus memandangi bunga yang ia pangku yang dibelikan Aran tadi.

Gadis itu tersenyum sendiri membuat Aran heran karenanya.

Langit di atas sana tampak baik baik saja, tidak ada gumpalan awan berkumpul menutupi hamparan langit biru yang membuatnya terlihat sendu. Langit cukup menentukan bagaimana perasaan Lily kesehariannya.

Gadis itu melongok dari jendela melihat ke angkasa dengan tersenyum manis. Mungkin karena Lily sedang di mabuk cinta.

Ia masih tak percaya jika perasaannya terbalaskan. Pepatah Jawa mengatakan " WITING TRESNO JALARAN SOKO KULINO" mantra itu berhasil padanya. Aran jatuh hati pada Lily karena sudah terbiasa dengan kehadiran gadis itu, bukan semata mata hanya rasa iba padanya yang nasibnya seperti di jual oleh ayahnya sendiri.

Aran mengendarai mobilnya dengan begitu tenang, tak terlalu terburu buru. Detakan jarum jam seakan akan berjalan lebih lambat, waktu seakan akan memihak pada Lily. Ia ingin jalan yang dilaluinya lebih panjang agar ia bisa menunda waktu dan bisa bersama Aran lebih lama. Lagi pula ia tak segera ingin melihat wajah tengik Helena yang sudah tak sabar menunggu Aran ingin segera menggatal.

Mobil Aran kian melambat dan berhenti di depan rumahnya. Pintu rumahnya tampak tertutup rapat, apakah Helena ada di dalamnya ataukah sudah pergi? Aran dan Lily saling bertatapan bertanya tanya dengan isi kepala yang sama.

Lily kembali memicingkan matanya, mengawasi Aran apakah pria itu ingkar janji atau memenuhinya.

Keduanya turun dari mobil mengamati sejenak bangunan dua lantai itu namun ukurannya sangat luas.

Lily menghela nafas panjang, menguatkan diri, mempersiapkan mentalnya, bersiap dengan huru hara yang akan terjadi selanjutnya.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju pintu depan. Aran memutar gagang pintu dengan mudahnya, karena memang pintu itu tidak terkunci menandakan Helena masih berada di dalam.

Aran membuka daun pintu secara perlahan, melongok kedalam memastikan.

Kebetulan Helena sedang berada di ruang tamu, wanita itu tangannya sibuk menolak balikkan lembaran kertas majalah yang ia baca. Begitu menyadari kedatangan Aran, wanita itu langsung melompat dari sofa, matanya langsung melebar, dan berteriak memanggil nama Aran.

" Aran!" Tanpa basa-basi Helena langsung menerjang tubuh kekar Aran , wanita itu memeluknya dengan erat, rasanya ia tak mau melepaskannya, tak sebanding dengan segudang kerinduannya.

Aran hanya terdiam membeku, tangannya enggan membalas memeluknya. Aran malah melemparkan pandangannya ke arah Lily yang sudah geram melihat tingkah laku Helena yang semakin menggatal.

Lily hanya bisa tersenyum miring, di balik senyumnya tersirat rasa jijik pada perlakuan Helena terhadap Aran.

Setelah itu, Helena menatap aran lekat lekat menyeringai memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. Tangannya meraih leher Aran, wanita itu mendongakkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Aran, dan hanya meninggalkan jarak beberapa inci saja.

Semakin lama wajah mereka saling mendekat, Helena memaksakan menekan leher Aran semakin maju sehingga dahi mereka berdua saling bertemu. Helena mengambil alih kendali atas Aran, wanita itu malah mengecup bibir Aran di depan Lily.

Kedua tangan Lily mengepal kuat, ingin rasanya melayangkan kepalannya pada wajah mulus helena. Namun Lily berusaha menahannya. Ia menunggu Aran bereaksi. Mengapa pria itu hanya diam saja? Bahkan tidak memberontak. Apakah ia akan ingkar dengan janji yang ia buat sendiri?

Lily hanya memfokuskan pandangannya pada Aran, gadis itu mengamati setiap gerak gerik Aran. Belum ada tanda-tanda pemberontakan.

Lily khawatir jika Aran melupakan janjinya dan kembali mengacuhkan Lily.
Lily tak mau semua itu terjadi lagi. Sama saja ia masuk ke lubang api yang sama seperti dulu.

Lily melangkah maju mendekati aran, meraih tangannya, menggenggamnya erat. Begitupun aran membalasnya beberapa saat, kemudian pria itu melepaskannya.

Aran mendorong bahu Helena menjauhkannya dari tumbuhnya. Pria itu wajahnya tampak dingin enggan tersenyum, rahangnya terlihat sangat tegas saat serius seperti ini.

" Kuharap ini yang terakhir menciumu." Timpal Aran datar. Urat urat di dahinya terlihat menyembul, seperti menahan sesuatu.

Sangat berat melepaskan Helena begitu saja mengingat hubungan mereka yang sudah lebih dari tiga tahun, tentu ini akan sulit, banyak momen yang mereka melewati bersama. Akan tetapi manusia tak bisa memaksakan takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan.

Tidak ada jalan keluar dari hubungan diantara mereka, mereka hanya berjalan di tempat, tidak ada perkembangan yang bisa mereka perbaiki. Aran pun sadar hubungan mereka adalah salah. Terlebih lagi mereka sering tidur bersama dengan satu ranjang.

Keputusan yang diambil Aran secara spontan mengejutkan Helena. Wanita itu menatap Aran tak percaya yang barusan Aran katakan.

" Apa yang kamu katakan tadi?" Mata Helena mengerjap ngerjap, dahinya berkerut.

" Kuharap ini yang terakhir." Jawab Aran datar, sedatar raut wajahnya. Mereka berdua sama sama tercengang dengan situasi ini.

" Apa?! Kamu ini kenapa?" Helena gelagapan kebingungan bercampur rasa cemas kian menggerogotinya. Tiba tiba lidahnya terasa kelu tak bisa berkata kata banyak.

" Ku harap kau mengerti Helena, hubungan kita hanyalah jalan buntu." Aran berusaha membuat dirinya sendiri tegar dalam situasi ini. Sebenarnya ia tak tega mengatakan hal seperti ini, ia tahu Helena akan hancur setelah ia mengatakannya.

" Kenapa tiba tiba seperti ini, bukan kah selama ini kita menjalaninya dengan baik baik saja." Suara Helena bergetar menahan rasa pahit yang ia telan. Tubuhnya tiba tiba menjadi dingin.

Sepersekian detik pandangan Helena beralih pada Lily penuh amarah.

" Apa karena dia kamu berubah?!" Helena menunjuk pada Lily seperti ingin menyumpahinya.

" Helena, aku hanya ingin membuatmu bebas agar kau bisa menikah dengan pria lain di luar sana, aku ingin kau punya masa depan. Mustahil jika aku menikahimu." Sungguh Aran mengatakannya dengan dada yang bergemuruh penuh sesak.

Tangis Helena tumpah begitu saja, isakan tangisnya terdengar ia sangat hancur. " Tidak! Aku tidak mau!"

Aran tak bisa berbuat banyak, ia sendiri juga merasa teriris. Tidak mudah melepaskan cintanya begitu saja setelah sekian lama. Matanya berkaca-kaca saat melihat Helena menolak keputusannya.

" Aku mohon jangan seperti ini." Helena kembali memeluk Aran  memohon.

" Tidak Aran! Padahal hari ini aku ingin memberimu kejutan." Helena masih tersedu sedu di tengah tangisnya.

Aran tetap membeku di tempatnya. Ia tak bisa berkata kata lebih banyak lagi.

Helena melepaskan pelukannya, berlari sambil terisak menuju kamar untuk mengambil sesuatu. Aran hanya mengerutkan alisnya penasaran, apa yang akan dilakukan oleh Helena.

Lily yang berada disampingnya hanya melipat kedua tangannya, sama sekali ia tak menunjukkan rasa iba pada Helena. Ia pun cukup muak dibuat dengan drama drama yang Helena ciptakan. Menurutnya Helena hanya melebih lebihkan situasi ini agar terkesan dramatis.

Begitu Helena kembali, ia menunjukkan sesuatu tepat di depan mata Aran, pria itu spontan terbelalak matanya hampir keluar. Begitu juga dengan Lily. Keduanya ternganga tak percaya.

Layaknya sebuah bom meledak di rumah itu.

Bersambung...






The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang