Mata Lily terasa hangat air matanya mulai menitik setelah Aran pergi beberapa menit lalu. Hatinya berdenyut rasa sesak mulai menguasai ruang hatinya, beberapa kali ia mencoba menghela napas menenangkan dirinya sendiri. Bibirnya bergetar.
Tidak seharusnya dia menangis bukan? Seharusnya malah senang bukankah Lily malah terbebas dari ikatan suami istri yang sebenarnya. Atau bisa dibilang pernikahan palsunya.
Tetapi entah mengapa terasa sesak sekali, bukan karena ia terpaksa menjalani pernikahan ini, namun setelah menyerah menerima pernikahan ini ia berpikir berusaha menerima Aran menjadi suaminya, ia berpikir ini hanyalah masalah waktu bagaimana bisa merubah perasaannya.
Dan ternyata semua salah besar, pria itu sudah mencintai wanita lain terlebih dahulu. Lalu apa peran Lily saat ini? Apakah benar hanya alat untuk kebutuhan materi kedua belah pihak, tidak ada niat benar benar menyatukan dua hati yang masih saling asing.
Kaki Lily mendadak lemas terduduk tak kuat menyangga beban tubuhnya, apalagi beban pikirannya saat ini.
Pikirannya membuat seluruh tubuh Lily tak berdaya, ia terlihat sangat lemah untuk saat ini, tak tahu yang akan dilakukannya selanjutnya.
Sangat terlalu muda untuk Lily memikirkan rumah tangga yang tak diinginkannya begitupun juga Aran, jika dua duanya tidak menginginkan pernikahan ini lalu semua ini disebut apa? Pernikahan palsu.
Andai saja ia tidak menerima pernikahan ini pasti saat ini ia sedang berjibaku dengan materi materi yang menguras otak sibuk dengan tugas tugas yang diberikan dosen. Dan memang seharusnya begitu, pernikahan membuatnya tertekan bukan hanya pikirannya namun juga batinnya.
Lily benar benar menyesali keputusannya yang salah mengikuti kemauan ayahnya. Ia masih ingin belajar melanjutkan studinya, ia tak menginginkan semua ini, ia tak menginginkan pernikahan ini. Yang ia inginkan hanyalah meraih cita-citanya.
Lily membiarkan air matanya mengalir deras di pipinya, untuk saat ini yang ia inginkan hanya menangis. Semakin lama semakin sesak membuatnya sesegukan seperti anak kecil ia tak bisa menahannya lagi melampiaskan semua kekecewaannya menangis semakin kencang.
Lily mengerang frustasi memijit mijit kepalanya, spontan ia meraih vas kecil dari kaca yang berada di dekatnya, Lily meluapkan kekesalannya dengan membanting vas itu.
Ctarrr
Vas itu pecah menghasilkan suara yang cukup nyaring. Serpihan kaca bertebaran tak beraturan saat vas itu disentakkan dengan sekuat tenaga oleh Lily, air yang ada di dalamnya pun ikut tercecer kemana mana, bunga nya pun ikut terpental, kuntum kuntumnya berpisah dengan induk batangnya.
Dalam pikirannya dia hanya butuh ketenangan, ya dia hanya ingin tenang.
Ia tak menginginkan Aran, tidak menginginkan bisnis, tidak menginginkan harta semua ini. Semua ini hanyalah ambisi ayahnya yang terlalu mementingkan bisnisnya.
Mentari bersinar terang diluar sana seolah-olah meledek Lily. Cuaca yang terik mendukung siapapun untuk bersenang senang beraktivitas di luar sementara Lily terkungkum larut dalam kekecewaannya, terisak isak sendiri, menahan semuanya sendiri.
Kemudian ia meraih beberapa barang dilemparkannya kembali, ia kesal, sangat kesal dengan Aran pria brengsek itu.
Ia juga kesal mengapa Tuhan mempertemukannya dengan Aran. Jika memang ini takdir mengapa semenyebalkan ini. Menurutnya bertemu dengan Aran bukanlah takdir, melainkan kesialan dalam hidupnya.
Bahkan ini baru awal pernikahannya, bagaimana dengan nantinya.
Teringat sesuatu Lily menuju laci yang berada di sebelah ranjangnya, Lily mengorek ngorek isi laci itu mengeluarkan semua barang yang ada didalamnya, ia mencari cari barang yang selama ini disimpannya yang sudah ia beli sebelum hari pernikahannya.
Berulang kali Lily merutuki kalimat pernikahan itu, pernikahan apanya. Hanya mengikat status suami istri namun bukan menjalaninya dengan serius, tanpa rasa cinta, tanpa komitmen. Lily pun tak tahu seperti apa kedepannya nantinya.
Ia mengira ngira seberapa lama pernikahan ini akan bertahan. Semoga ada tali pemutus di antara Lily dan Aran.
Ia tak mau berlama lama menghabiskan hidupnya dengan pria tua itu, tak Sudi melayaninya dan mengabdikan hidup bersamanya selamanya.
Lagipula pria itu sudah berumur mengapa ia malah lebih memilih menikahi gadis muda seperti Lily, mengapa tidak gadis lainnya saja.
Sungguh ini menyiksanya, Lily menyumpah serapah bersama mencari cari barangnya.
Ditumpahkan semua barang yang ada ke lantai menjadi berserakan kemana mana. Rupanya banyak kertas kertas catatan yang sudah tak terpakai, ada pula beberapa pulpen warna yang ia sengaja bawa dari rumahnya, beberapa barang barang kecilpun ikut berceceran. Tangan Lily masih sibuk memilah milah barang dengan teliti.
Sesekali mengusap air matanya yang jatuh, ia berusaha menajamkan matanya mencari cari benda yang ia maksud tersebut.
Seingatnya ia meletakkan benda itu di laci itu.
Lily bersorak setelah menemukan barang yang ia cari, hanya selembar kertas kecil berwarna hitam bertuliskan warna silver "ULTRA NIGHTLIFE".
Selembar tiket konser DJ yang ia beli jauh jauh hari, yang rencananya ia akan datang bersama teman temannya. Namun sekarang ia jauh dari teman temannya, terpaksa ia pergi seorang diri dengan nekat.
Dengan segera Lily memasukkan kertas itu kedalam sakunya. Lily mengelap pipi yang basah dan mengakhiri sisa tangisnya kemudian berdiri.
Ia tak ingin menangis lagi, ia ingin membuat dirinya sendiri bahagia untuk hari ini.
Lagipula jika bukan dirinya sendiri yang peduli dengan diri sendiri lalu siapa lagi.
Lalu Lily menuju lemari mengacak ngacak baju untuk mengganti pakaian. Beberapa baju ia letakkan ke ranjang secara sembarang agar lebih mudah mencari baju yang ia maksud, Lily mengganti pakaiannya dengan rok kotak kotak pendek dan Hoodie hitam oversize kesukaannya. Kemudian ia mengambil sepatunya dan memakainya.
Mengusap air matanya hingga benar benar tak tersisa, lalu memoleskan make up pada wajahnya agar dapat menyembunyikan wajah sedihnya. Yang jelas malam ini ia akan melepaskan bebannya.
Dibiarkannya almarinya terbuka bajunya berantakan terbengkalai begitu saja, mood Lily sedang tidak stabil jadi ia rasa malas Untuk membereskan semuanya.
Sekaligus menunjukkan betapa pembangkangannya dia, bukan istri yang baik suka bersih bersih agar Aran ilfil dengannya.
Dengan begitu Aran akan menjauh, dan tak tahan dengannya supaya ia menceraikannya. Itulah yang di inginkan Lily.
Ia juga berusaha agar berpisah sebelum dirinya di sentuh pria itu.
Lily hanya perlu memperlihatkan sisi buruknya, sangat mudah sekali bukan.
Lily sengaja membuat ruangan itu tampak buruk, semua barang berserakan kemana mana.
Tak begitu peduli dengan semua itu ditinggalkan Lily begitu saja. Lagi pula tak penting membereskannya.
Dengan tatapan kosong Lily mengambil tas selempang hitam miliknya bergegas ia menuju pintu entah akan kemana kakinya akan membawa dirinya melangkah. Tanpa ia tahu arah jalan, tanpa mobil ataupun motor.
Yang terpenting ia pergi terlebih dahulu.
Lily meninggalkan hotel itu tanpa pesan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...