Mentari sudah membumbung tinggi mulai terlihat terik sinarnya bisa membakar kulit yang ada di luar sana, tampaknya hari ini sangat cerah.
Tak ada gumpalan awan sedikitpun diatas sana sehingga langit dengan megah dapat memamerkan warna biru cantiknya, burung burung pun dapat terlihat jelas kesana kemari terbang dengan bebasnya.
Seharusnya hari yang cerah begini mendukung mood Lily untuk naik, tetapi kali ini tidak semenjak ada Helena berada rumah itu. Suasana rumah itu menjadi sumpek, tak nyaman jika berada di rumah itu selalu ada keributan yang memancingnya untuk naik darah.
Lily selalu memasang muka masam tidak tersenyum sama sekali.
Sedari tadi Aran dan Helena tak turun turun dari kamar, entah apa yang mereka lakukan disana dari tadi malam, sehingga mereka betah mendekam berada di dalam kamar.
Sementara itu Lily diperintahkan Aran untuk membuatkannya sarapan. Dilakukannya dengan tidak ikhlas, Lily menggerutu sendiri tak henti henti.
Dirasa rasa ia seperti pembantu sungguhan, sama sekali dia tidak mendapatkan haknya sebagai istri.
Hari ini Lily membuatkan mereka omlet keju seperti pada umumnya, juga dengan sosis panggang kesukaan Aran, beserta susu hangat. Ia membuat tiga porsi untuk dirinya juga tentunya.
Disusunnya tiga piring diatas meja makan, semua sudah Lily atur untuk tiga orang.
Setelah semua sudah siap, barulah Lily memanggil mereka ke atas. Lily menaiki anak tangga menuju lantai atas kemudian mengetuk pintu kamar dengan pelan.
Tak ada Jawaban, Lily mengetuk pintu lebih keras dari sebelumnya. Masih tetap tidak ada respon, terpaksa Lily memukul mukul pintu dengan tangannya.
" Sarapan sudah siap!" Suara Lily lantang saking kesalnya tak ada jawaban sama sekali.
Barulah pintu terbuka beberapa menit kemudian. Namun malah Helena lah yang muncul di balik pintu tersebut dengan tangannya yang sudah berkacak pinggang siap siap menyemprot Lily.
" Kau pikir ini hutan apa teriak teriak begitu?!" Semprot Helena.
" Aku pun tak akan teriak teriak kalau kau tidak pura pura tuli!." Lily balik menyemprot Helena.
Belum sempat menimpali kembali perlawanan Lily, muncul Aran di belakang Helena. Pria itu tampak kusut dengan rambutnya yang acak acakan khas orang setelah bangun tidur, lagi lagi Lily terbelalak melihat Aran menanggalkan pakaiannya hanya menggunakan celana panjang. Apa pria itu tidur dengan keadaan seperti bersama Helena? Wanita itu bahkan belum sah.
Ingin rasanya melawan namun Lily tak punya kekuasaan apapun. Kepala Lily terasa mendidih ingin mencakar cakar wajah Helena yang ada di depan matanya.
Kemudian Aran mengambil sembarang kaos oblong keluar kamar dengan tatapan dingin tak mengacuhkan Lily disusul Helena. Lily hanya mengekori dari belakang berjalan menuruni anak tangga menuju ruang makan. Sungguh malang gadis itu terabaikan.
Aran menarik mundur kursi mempersilahkan Helena duduk, belum sempat Helena menduduki kursi tersebut matanya melebar hendak memprotes begitu melihat menu sarapan hari ini.
" Apa apaan ini? Omlet?"
Lily hanya mengangguk malas meributkan sesuatu pada pagi hari ini.
" Aku tidak suka telur." Tangan Helena menyingkirkan piring yang ada di depannya.
Lily menghela napas panjang, ingin diapakan manusia ini?
Aran hanya memandangi Helena dan Lily secara bergantian.
" Terserah, tidak usah makan!" Ketus Lily.
" Sayang, kau tahu kan aku tidak suka telur." Helena berbalik merengek pada Aran. Uh menjijikan sekali wanita tengik itu.
" Lily, buatkan Helena yang lain." Pinta Aran dengan santainya.
Lily mengerutkan alisnya dan juga mengerucutkan bibirnya. Kesal dengan apa yang diperintahkan oleh Aran. Terpaksa Lily berjalan kembali ke dapur menghentak hentakan kakinya cukup kuat.
Aran hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Lily.
Lily memutar otak tak tahu lagi ia harus membuatkan sarapan apa untuk Helena mengingat dirinya belum berbelanja. Bahan yang ada hanya tinggal roti tawar, keju, dan smoked beef.
Semua ia jadikan satu kemudian ia panggang. Terserah apapun itu namanya, Lily sudah muak ingin segera semua pekerjaan ini selesai, buru buru ingin melemparkannya ke muka Helena.
Lily kembali ke meja makan dengan membawa sepiring bisa dibilang sandwich atau apalah itu menaruh tepat di depan Helena.
" Yang ada tinggal ini. Kalau tak mau tidak usah makan." Seru Lily dengan ketusnya tanpa menatap Helena. Gadis itu benar benar sudah muak, melihat wajah Helena saja sudah cukup membuat Lily ingin muntah.
" Oh, bagus. Ini lebih baik." Helena melemparkan senyum kecut tak menyenangkan
Begitu Lily ingin kembali duduk, Helena buru buru mencegahnya.
" Eits! Kau mau ngapain?" Jari telunjuk Helena menunjuk ke arah Lily.
" Sarapan, apalagi memangnya?" Lily mengedikan bahu dengan acuh.
" Tidak. Siapa suruh kau makan di sini?" Ucap Helena.
Lily masih tidak mengerti apa yang Helena bicarakan, dirinya hanya mengerutkan alis dengan heran. Entah apalagi drama yang wanita itu perbuat.
" Memangnya kenapa kalau aku mau makan disini?!" Lily mulai ikut sengit.
" Aku tidak akan makan jika kau masih disini." Ujar Helena seenak jidat.
Mendengar pernyataan Helena Aran pun ikut buka suara. " Lily, kau makan di ruang tamu saja."
Sangat mengecewakan mendengar permintaan Aran menyuruh Lily makan terpisah dari mereka, seperti terkesan seolah olah Lily adalah bakteri yang mengganggu mereka. Mengingat posisinya seharusnya adalah nyonya dari rumah itu bukan pembantu pribadi.
Lily sangat sakit hati mendengar permintaan Aran tersebut secara langsung. Lalu apa gunanya dia menikahi Lily. Dengan berat hati Lily meninggalkan meja makan dengan rasa penuh kekecewaan yang menusuk.
Tak bisa berkata kata lagi, kini matanya pun mulai berkaca kaca sembari berjalan menuju ruang tamu.
Oh Tuhan kapan penderitaan ini akan berakhir?
Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika nasibnya akan menjadi seperti ini. Andaikan ayahnya tau situasi sebenarnya saat ini mungkin beliau akan menyesal seumur hidupnya telah menyerahkan putri kecilnya pada pria brengsek seperti Aran.
Penyesalan memang datang di akhir, seharusnya Lily merencanakan melarikan diri matang matang pada hari pernikahannya.
Lily bersusah payah menelan omlet keju yang ia makan, rasanya tak seperti biasanya, rasanya hambar bahkan tak enak untuk dimakan. Air matanya terus mengalir Tanpa henti, berulang kali ia menyeka tetap saja air matanya tak bisa di hentikan menahan rasa sesak yang menyiksanya.
Ia merasa seperti sampah yang terbuang. Pilu. Ingin rasanya ia kembali ke rumah ayahnya, ingin menyudahi semua sandiwara ini. Berpura pura tidak apa apa pun tidak cukup membuatnya menjadi kuat.
Semua serba terlalu dini, memang Lily belum siap untuk ini semua. Bahkan ia tak tahu cara menghadapi orang dewasa seperti mereka. Sikapnya pun masih kekanak-kanakan.
Lily meletakkan garpunya, Lily hanya menghabiskan setengah, tiba tiba nafsu makannya menguap begitu saja. Lidahnya tak merasakan apapun.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...