Lampu lampu jalan mulai berpijar menandakan matahari mulai tergelincir di ufuk barat menyisakan warna kemerahan di langit, cahayanya yang sangat luar biasa menerangi kehidupan kini semakin meredup dan menghilang di telan bumi, hari semakin gelap Lily tak tahu lagi kakinya harus melangkah kemana lagi.
Ia terus melangkah tak tentu arah, kakinya mulai terasa lemas, ia kelelahan berjalan terseok-seok tak berdaya.
Untuk saat ini ia tak ingin pulang, butuh waktu untuk sendiri.
Pikirannya kacau sama seperti halnya dengan hidupnya.
Angin malam mulai bertiup lembut menusuk kulit membuat Lily menggigil kedinginan memeluk tubuhnya sendiri, tak terpikirkan olehnya jika angin malam akan menjadi sedingin ini, sehingga tak terpikirkan olehnya untuk membawa jaket.
Lily terus berjalan sepanjang trotoar kota, bahkan ia tak tahu sampai mana trotoar jalan itu akan berujung.
Kendaraan berlalu lalang begitu saja tak peduli ada gadis yang sedang kebingungan di malam hari, hanya ada satu orang pemulung paruh baya yang Lily temui, bagaimana Lily akan meminta bantuan kepadanya, sedangkan pemulung itu tampak letih memanggul satu karung penuh yang berisi rongsokan, berjalannya saja tertatih tatih, mana mungkin Lily meminta batuan kepadanya.
Pemulung itu terus memandangi Lily cukup lama membuat Lily bergidik ngeri, dan segera pergi dari sana, tatapannya membuat Lily tak nyaman, takut jika akan terjadi sesuatu pada dirinya.
Lily mempercepat langkah kakinya, sesekali ia menengok kebelakang memastikan pemulung itu tak mengikutinya.
Cukup menguras tenaga sebenarnya sebab Lily sudah berjalan seharian. Dan Lily mulai kelelahan sampai ia berada di suatu jembatan. Jembatan itu sangat minim penerangan.
Jembatan itu ramai di lalui kendaraan, namun tak ada yang memperdulikan Lily yang telah berada di pinggir jembatan, tangan mungilnya menyentuh pembatas jembatan dari besi itu. Dingin, itulah yang dirasakan Lily saat menyentuhnya, begitu pula dengan hidupnya yang kehilangan kehangatan.
Dilihatnya kebawah sana. Hanya pemandangan gelap, itulah yang ditangkap netranya.
Air matanya mulai menetes dan semakin deras, menatap jauh di bawah sana di tengah kebingungannya. Kepalanya benar benar kacau tak terkendali, semua emosi yang ada di dadanya keluar begitu saja.
Lily tak habis pikir Aran begitu dingin dengannya sementara itu ia tak tahu kesalahan yang ia perbuat sehingga membuat Aran mengacuhkannya selama seminggu lebih semenjak Helena terjatuh dari tangga, saat itu juga Aran menjadi lebih perhatian dengan Helena, hanya Helena.
Lily hanya menduga duga mungkin Aran mengira Lily lah yang menyebabkan Helena terjatuh. Mungkin saja, dilihat dari perlakuan pria itu terhadapnya yang sangat ketus
Lily menangis sejadi jadinya meluapkan emosi yang ia tahan sejak lama. Ia lemah dengan keyakinannya, hatinya telah runtuh.
Ia tak yakin bisa melanjutkan hidup dengan Aran atau tidak, sudah cukup banyak goresan goresan menyakitkan di hatinya yang diberikan oleh Aran.
Lily termenung sejenak berpikir ragu ragu dengan keputusannya yang akan ia ambil. Namun bila di pikir pikir ia sudah putus harapan, tidak ada yang bisa diperbaiki dalam kehidupannya.
Apalagi yang diharapkannya dari Aran? Semua jiwa raganya telah di serahkan pada Helena begitu saja dengan senang hati. Sementara Lily hanya sebagai duri pengganggu dalam kehidupannya, dan juga hanya jembatan penghubung bisnisnya tidak lebih dari itu.
Lily hanya seperti budak yang ditawan, kehidupannya semua telah diatur, ia tidak bebas menjalani kehidupannya.
Contohnya saja tadi pagi, hanya permintaan kecil dari Lily ingin bertemu ayahnya, Aran pun tak mengizinkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...