Aran's Baby?

890 28 1
                                    

Usai menjalani pemeriksaan bersama dokter fisioterapi Lily menunggu kemunculan Aran, namun tak kunjung tampak juga. Lily kebingungan kemana pria itu pergi, mana mungkin Aran masih menelepon kantor hingga selama ini.

Lily yang tak sabaran berkeliling sendirian di lorong lorong rumah sakit menggunakan kursi roda. Terasa pegal rasanya tangannya terus menggerakkan roda tak ada yang membantunya.

Lily mengedarkan pandangan, menajamkan matanya saking fokusnya satu persatu orang orang yang ada di sekelilingnya ia amati baik baik, barangkali Aran adalah salah satu diantara mereka. Gadis itu menghembuskan napasnya dengan kasar rasa kesal menghantuinya, kenapa pria itu menghilang sesuka hatinya sendiri. Tidakkah ia ingat istrinya memerlukannya saat ini.

Baiklah mungkin Aran memang sedang benar benar sibuk akan urusan kantornya. Tidak masalah pikir Lily.

Lily rasa Aran tak harus menelepon kantornya selama ini. Ia mencoba ke ruang tunggu berada di depan resepsionis.

Belum sempat sampai di ruang tunggu, tampak punggung Aran dari kejauhan sedang berbincang bincang dengan resepsionis, sedikit lega, entahlah apa yang pria itu lakukan disana. Mungkin menyelesaikan pembayaran untuk Lily.

Saat Aran berbalik melangkah, Lily mengamati ada yang aneh, tunggu mengapa Aran memegang dot bayi? Untuk siapa?

Aran berjalan santai tanpa mengetahui Lily ada dibelakangnya mengikuti, memang terkesan seperti penguntit, namun Lily penasaran untuk siapa DOT bayi itu.

Kemudian Aran berbelok ke dalam sebuah kamar, benak Lily penuh tanda tanya. Apa yang Aran lakukan?

Dengan sangat hati hati Lily mendekati pintu kamar tersebut. Terdiam sejenak ragu apakah ia harus mengetuk atau tidak takut mengganggu pasien yang ada di dalam. Gadis itu menggigit jarinya gugup tentu saja, ia sangat penasaran siapa yang ada didalam. Perlahan ia ketuk berharap tak mengganggu yang ada didalam.

Tak perlu menunggu waktu lama, pintu tersebut terbuka. Dan dibalik pintu tersebut adalah Aran suaminya sendiri.

Betapa terkejutnya Lily ketika melongok ke dalam melihat Helena yang sedang duduk di ranjang memegang bayi. Lily hanya diam tak berkata apapun namun matanya tajam, air mata terlihat menggenang di pelupuk matanya. Pipinya terasa panas, dadanya bergemuruh, ia berusaha membendung amarahnya.

Sakit rasanya melihat kenyataan menurutnya tak adil di depan mata, kini suaminya mempunyai anak dari orang lain, Lily merasa dirinya tak berguna.

Tapi mengapa Aran tak mengatakan padanya, malah justru diam diam dibelakangnya menemui Helena. Apakah Aran kembali pada Helena? Mungkin hal itu bisa saja terjadi. Apa mereka mempunyai hubungan spesial lagi? Oh tentu saja, mereka sekarang adalah sepasang orang tua untuk bayi itu, pikir Lily.

Semua orang yang ada disitu mematung tak ada yang berani bereaksi apapun, bahkan Aran dan Lily saling bertatapan, mata Lily mengisyaratkan mengatakan sesuatu. " Aku kecewa sama kamu."

Tanpa mengatakan sepatah katapun Lily berbalik buru buru menjauhi ruangan itu meninggalkan Aran yang masih kaget di ambang pintu.

Air mata Lily lolos begitu saja tak bisa dibendung lagi.

Belum lama Lily terlalu jauh, Aran berlari menyusulnya mencoba menjelaskan semuanya, namun Lily enggan menggubris. Tidakkah Aran lihat hati istrinya hancur berkeping keping? Lily tetap diam, begitulah wujud kekecewaannya.

" Lily kumohon dengarkan aku, aku dan Helena..."

Lily tak mau mendengar apapun langsung membuang muka tak mau melihat wajah Aran.

" Lily dengarkan aku..." Tangan Aran mencoba menggenggam tangan Lily berusaha meyakinkannya. Namun apa yang terjadi? Lily menepis tangan Aran kemudian melanjutkan mendorong roda kursi rodanya.

Aran mencegahnya, menahan kursi roda itu. Lily tetap diam meskipun air matanya sudah berleleran kemana mana.

" Tolong mengertilah Lily, aku pun tak bisa membiarkannya, dia anakku." Aran berjongkok tepat didepan Lily memohon.

" Jika hubungan kalian sudah lebih dalam kenapa kau dulu mau menikahiku." Tangis Lily pecah, dadanya benar benar sesak menerima kenyataan sesakit ini.

" Lily, keadaan dulu berbeda dengan sekarang."

" Itulah karena keegoisanmu, kau menginginkan cinta dan juga harta. bahkan harta ayahku masih belum bisa meluluhkan kerasnya hatimu." Amarah Lily meluap luap tak terkendali, tak peduli ia berteriak didepan umum membuat banyak pasangan mata tertuju padanya.

" Maafkan aku Lily." Aran tertunduk lesu menyesali perbuatannya, ia tahu betul saat ini Lily pasti patah hati. Aran paham betul kesalahannya.

Lily menghela napas panjang melihat sekelilingnya, bagus sekarang Aran dan Lily jadi tontonan, tapi Lily menghiraukannya pasang muka tembok.

" Kali ini ijinkan aku pulang ke rumah ayah, hiks." Bibir Lily bergetar hebat, tak sanggup mengeluarkan kata kata lagi, kerongkongannya tercekat akibat api amarah menggelapkan hatinya.

Seketika Aran mendongak, agak terkejut dengan yang Lily katakan. Mustahil aran menuruti permintaan gadis itu saat ini, selama ini mereka belum pernah mengunjungi ayah Lily lagi oleh karena itu ayah Lily belum mengetahui jika putrinya menderita lumpuh kaki selama ini. Aran rasa permasalahan ini akan menjadi semakin panjang.

Raut muka Aran tampak gelisah takut jika ia harus benar-benar berpisah dengan Lily. " Lily, itu tak mungkin terjadi. Bagaimana jika ayah mengetahui kamu lumpuh? Ayah pasti akan sedih."

" Aku tidak peduli! Aku hanya ingin pulang."

" Apa kamu tidak memikirkan nasibku, Lily? Reputasiku akan rusak. ayah pasti akan membenciku."

" Lalu bagaimana denganku? Apa kamu memikirkan perasaanku, Aran? Setelah anak itu lahir kau akan menikahi Helena. Aku tak sanggup dimadu." Isak Lily, kini ia menelangkupkan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya sendiri, tak sanggup menahan rasa perih di hatinya.

Lalu Aran bangkit memeluknya, mengusap punggung Lily guna menenangkannya meskipun Aran tau hal itu tak berguna.

Alhasil Lily pulang sendiri menggunakan taxi, ia sudah muak berlama lama melihat wajah Aran rasanya menyakitkan. Aran tak melarangnya, pria itu tau Lily butuh waktu untuk sendiri menenangkan hatinya. Jika Aran ikut campur takut Lily tambah meledak ledak tak terkendali.

Lily mengunci kamarnya, termenung di pinggir jendela, menatap angkasa nan jauh disana. Langit biru tanpa Mega menenangkan pikiran.

Isi pikiran Lily kini carut marut, ia bingung, apa yang harus ia lakukan setelah ini.

Sementara Aran masih menemani Helena. Sejak kejadian tadi, mereka saling diam, diamnya Helena bukan karena canggung atau mereka bersalah, namun diamnya Helena karena tak peduli, sesekali ia menyeringai ia yakin ia akan memenangkan permainan ini.

Sejak awal Helena menganggap Lily lah yang merebut Aran darinya, ia lebih dahulu berada di kehidupan Aran. Helena yakin jika sudah menjadi istri Aran ia akan mendepak Lily segera mungkin.

Sama halnya dengan Lily, pikiran Aran semrawut memikirkan bagaimana cara mempertahankan Lily melihat gadis itu tadi tampak menyerah.

Lily benar, Aran tahu betapa egoisnya dirinya, pada awalnya ia menikahi Lily karena terpaksa demi harta keluarganya.

Aran menemani Helena seperti tak menemani, sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia juga tak mau ribut dengan Helena karena ada bayi mereka yang sedang terlelap.

Bersambung...

The Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang