Kicauan burung saling bersahutan membangunkan Lily dari tidurnya, seperti biasanya cahaya mentari selalu lebih awal menyapanya terlebih dahulu melalui celah celah jendela. Pagi ini cerah dilihatnya dari jendela langit biru membentang diatas sana tampak ceria tanpa menyisakan awan sedikitpun.
Kebetulan terlihat Aran duduk pada meja makan kecil yang hanya untuk dua orang, Lily mencoba memberanikan diri melangkah menghampirinya untuk menanyakan perihal yang mengganjalnya sedari kemarin yang sempat ia tunda.
Tangannya mengepal berharap harap cemas, Lily menghela napas panjang guna menenangkan dirinya menyiapkan mental karena hal yang ia tanyakan sangatlah sensitif mungkin bagi Aran. Ia juga menyiapkan mental jika jawabannya tidak sesuai yang diharapkannya.
Lily melangkahkan kakinya secara perlahan kemudian duduk di bangku yang bersebrangan menghadap suaminya itu.
Saat hendak menyapa Aran Lily merasa ragu ragu harus menyapanya bagaimana. Pria itu sudah berumur namun sudah menjadi suaminya, Lily berpikir sejenak memilah Milah panggilan yang cocok untuk Aran. Dilanda keputus asaan, ia memutuskan memanggilnya dengan sebutan om.
"Om"
Aran yang tadinya fokus pada sandwich yang ia santap mendadak terbelalak ke arah Lily, Aran hampir saja menyemburkan makanannya dari dalam mulutnya. Lily pun ikut tersentak nampaknya ia salah bicara.
"Apa? Kau panggil aku apa tadi?" semprot Aran terdengar suaranya tak jelas seperti sedang meracau, mulutnya masih penuh dengan makanan.
" Om, eh pak." Lily meringis menggaruk kepalanya yang tak gatal sebenarnya, merasa serba salah. Memangnya ia salah lantas memanggilnya om karena umur mereka yang terpaut jauh. Lagipula pria itu memang seperti tampak om om.
" Memangnya aku setua itu?" Protes Aran tak terima.
Lily hanya menggeleng ragu. Dalam hatinya berkata memang pria itu terlihat sudah berumur memangnya dia salah? Brewoknya pria itu tidak bisa membohonginya.
" Jangan panggil aku om seperti terkesan aku membayar dirimu, kedua jangan panggil aku pak aku belum setua itu dan aku bukan bapakmu. " Tatapan Aran sangat mengintimidasi membuat Lily hanya mengangguk mengerti. Aran kesal dianggap gadis itu dia sudah tua.
"Lalu?" Lily meneruskan kalimat Aran yang seolah menggantung.
" Panggil namaku saja." Sembari Aran menjejalkan potongan sandwich ya ke dalam mulutnya.
Lagi lagi Lily hanya mengangguk kemudian tertunduk, sejujurnya rasa canggung menguasai dirinya, lidahnya kelu seakan akan tak dapat digerakkan bersusah payah ia menelan ludahnya sendiri mengumpulkan nyali sebesar mungkin, menyiapkan mental sebisa mungkin harus menerima kenyataan yang akan ia dengar setelah ini. Ia tahu semua ini akan pahit baginya alangkah baiknya ia mencoba meminta penjelasan secara langsung bukan.
" Aran, aku ingin tanya sesuatu." Tanya Lily pelan dengan ragu ragu.
"Apa?" Timpal aran yang masih mengunyah sisa makanannya.
" Mmm..." Lily masih berusaha mengatur napasnya.
" Cepat! Aku tidak ada waktu untuk berlama lama." Ketus Aran.
" A anu..." Pernyataan Aran justru membuat Lily semakin gugup bingung harus mulai dari mana, isi kepalanya berusaha keras memilah Milah kata kata yang pantas agar tidak langsung menyinggung.
" Cepat!!" Seru Aran membuat Lily sedikit terlonjak.
" Aran, apa benar kau punya seseorang yang kau cintai?" Secepat kilat Lily mengucapkannya tanpa pikir, berharap harap cemas menunggu respon Aran.
Tiba tiba Aran menghentikan aktivitasnya terdiam sejenak alisnya berkerut menandakan raut wajah pria itu sedang tidak senang. Beberapa detik kemudian Aran berdiri menatap Lily tajam.
" Kenapa kau menanyakan hal itu?" Nada bicara Aran berubah sedikit menjadi berat.
" Aku hanya bertanya. Apa salahnya?" Terpaksa Lily sedikit mendongak menatap Aran.
" Kau tidak perlu tau soal itu." Sangkal Aran untuk menghindari pertanyaan ini.
" Kenapa?" Tanya Lily cepat.
Aran memutar bola matanya sebenarnya ia malas menanggapi pertanyaan Lily yang terlalu mendesaknya. " Lily, kau tau kan kita menikah hanya karena perjodohan gila ini. Jadi jangan terlalu dianggap serius."
Apa tadi yang dia katakan? Jangan terlalu anggap serius? Dikiranya pernikahan ini mainan apa? Lily tak percaya Aran akan mengatakan hal itu. Benar benar keterlaluan.
" Kau punya pacar kan." Kini Lily ikut berdiri.
" Memangnya kenapa?" Dahi Aran berkerut tak menyangka Lily gadis pemberani rupanya.
" Kalau kau punya pacar kenapa kau menikahi ku?" Entah dapat dari kekuatan mana Lily berani menggebrak meja di hadapannya itu.
" Lily, tidak semua hal dapat dijelaskan!" Aran semakin malas menimpali gadis itu karena pertanyaannya seperti dia berbuat perselingkuhan atasnya.
" Tidak dapat dijelaskan seperti apa maksudmu?" Ucap Lily makin menjadi.
" Lily stop! Tidak usah memperpanjang masalah. Kita menikah tidak saling mencintai bukan? Jadi kau urus saja dirimu sendiri." Pagi ini Aran di buat badmood oleh seorang gadis kecil yang ada dihadapannya yang statusnya sudah menjadi istrinya.
" Aran, aku hanya ingin jawabanmu mengapa kau menikahiku sementara kau punya wanita. Apakah kau termasuk laki laki yang tak puas akan satu perempuan?"
Plakk
" Jangan pernah kau pikir aku adalah laki laki seperti itu, kau tahu aku menikahimu hanya karena terpaksa, kedua keluarga kita memaksa untuk perusahaan kita bersatu. Hanya itu!" Jelas Aran penuh menggebu gebu, napasnya memburu mendengar Lily menganggap dirinya serendah itu.
" Aku pikir setelah menikah kita masing masing akan membiasakan diri untuk saling berkomitmen satu sama lain, dan bisa saling menerima." Suara Lily bergetar menahan air mata agar tak keluar menahan rasa panas yang mendera pipinya. " Lalu bagaimana dengan ku, kau mengikatku tetapi kau tak menginginkanku."
" Bukankah sudah kukatakan, kau urus saja urusanmu. Biar aku urus urusanmu." Jawab Aran dengan kesal.
" Lalu bagaimana dengan hakku?" Yang lili maksud disini adalah bukan materi saja, namun juga batin. Bukankah ia sudah terikat dengan Aran, begitu juga dengan harga dirinya tak bisa dilepaskan lagi dari Aran.
" Kau tak perlu khawatir, setiap bulan aku akan mentransfer jatahmu. Asalkan kau tak mengusik hubunganku."
" Bagaimana denganku? Aku tak bisa bercinta dengan orang lain sementara hakmu padaku. Jika aku hamil hanya bisa padamu saja." Sama saja Lily tak bisa terbebas darinya. Tetap saja seluruh tubuhnya hak Aran yang boleh menyentuhnya. Kini Aran mulai mengerti arah pembicaraan Lily.
" Kalau begitu kita bisa bercinta saat aku membutuhkanmu. Kau tidak boleh berhubungan dengan siapapun." Aran memutuskan keputusannya sendiri tanpa memikirkan perasaan Lily.
" Aran ini tidak adil!" Teriak Lily.
" Aku tidak mau ada perlawanan! Dan yang hanya bisa menyentuhmu adalah aku!" Tangan Aran mengepal pada meja menunjukkan kata katanya adalah serius. Tegas Aran menakuti Lily.
Tentu saja hal ini hanya menguntungkan satu pihak saja, Lily hanya seperti budak pria itu yang harus melayaninya jika ia membutuhkan.
Selesai bicara Aran beringsut melenggang pergi dari hadapan Lily tak lupa ia membanting pintu membuat jantung Lily tersentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...