Langkah derap kaki laki laki itu amat lebar tak sebanding kaki Lily yang mungil, Lily tampak ngos ngosan bersusah payah berusaha menyamakan langkah kakinya dengan suami barunya itu, berusaha mempercepat langkah kakinya tetap saja ia tertinggal di belakang pria itu, tubuhnya tergopoh-gopoh menenteng tas koper pink miliknya sendiri.
Huhft tega sekali pria itu membiarkan istri barunya membawa kopernya sendiri.
Sedingin itukah pria ini? Seperti bongkahan es yang keras.
Muhammad Aran terus menatap ke depan dengan tatapan tanpa arti seperti menganggap semua ini seolah olah tidak ada apa apa yang terjadi setelah pernikahannya, badanya tegap terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun tanpa menggubris istri barunya yang tertinggal jauh dibelakang berusaha menyusulnya dengan lari lari kecil.
Kemudian Aran berhenti di salah satu pintu berwarna putih yang berada di ujung koridor, tampak ia menempelkan id card kemudian dibukanya pintu itu, pria itu masuk sementara Lily masih berusaha menyusul.
Bahkan pria itu tak menunggunya, membuat Lily mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Sama sekali Lily tak menyukai cara pria itu memperlakukannya.
Pria itu memasuki kamar hotel yang di pesannya tanpa menunggu Lily.
Saat Lily membuka pintu yang tadinya di tutup Aran kembali, pupil matanya yang coklat langsung melebar terbelalak, jantungnya terpacu berkali kali lipat dari detik sebelumnya terasa seperti hentakan hentakan yang sangat kuat menghujam dada Lily secara bertubi-tubi.
Mulutnya ternganga kalimatnya tersangkut di tenggorokan tercekat melihat kemeja putih yang tadinya menutupi badan Aran sudah raib entah kemana, matanya tertuju pada area yang sangat sensitif untuk dilihat seorang perempuan.
Disela sela dia mematung matanya menelusuri lekuk lekuk tubuh yang memperlihatkan dada Aran yang bidang dan amatlah cukup lebar dan sempat berpikir akan nyaman bila mendekap berlindung dibawah sana.
Isi kepala Lily mulai berfantasi ria dengan liar.
Belum selesai disitu mata Lily semakin melorot kebawah melihat seperti terbentuk gundukan gundukan kecil berjajar rapi seperti bebatuan yang keras disana, sepertinya pria itu rajin olahraga atau lebih tepatnya hoby berolahraga sehingga perutnya terlihat sempurna menampilkan otot otot persegi kecil kecil yang indah.
Secepatnya Lily mengerjap menatap pria itu sebagai suami barunya, apa yang barusan ia lihat?
Matanya mengerjap ngerjap cepat berusaha mempercayai yang dilihatnya.
kini lidahnya kelu rasa canggung menggerogoti sekujur tubuh tak tahu dia harus berbuat apa setelah ini setelah menutup pintu kamar hotel, hening.
yup hotel itu sengaja dipesan oleh Aran agar dirinya bisa berbulan madu dengan istri barunya atau bisa dibilang untuk pendekatan mereka agar lebih mengenal satu sama lain tanpa di ganggu siapa pun.
Padahal nyatanya pria itu terlihat sangat dingin dan jarang berbicara. Bahkan terlihat tak peduli pada Lily.
Lily berharap suaminya itu memperlakukan dengan baik padanya sebagai istri pada umumnya.
Sebenarnya Lily meragukan pria itu, apakah ia akan memperlakukannya dengan baik. Pernikahannya bukan atas dasar cinta, Lily tahu betul pria itu tak mencintainya, bisa saja pria itu semena mena dengannya.
Lily sedikit berdeham kecil guna mencairkan suasana yang terlalu senyap untuk dua orang dalam satu kamar.
Namun Aran tetap membisu ia mengganti bajunya, memakai kemeja hitam panjang tiap tiap ujung lengannya ditekuk hingga siku sehingga terlihat urat urat lengannya yang sangat menonjol, dari segi fisik pria itu benar benar sempurna Dimata wanita mana pun. Sama sekali tak terlihat sudah berumur 30 tahun.
Bahkan dari jarak beberapa meter dari Lily berdiri, Lily dapat mencium aroma maskulin pria itu amatlah sangat menggoda, aroma mint.
Lily berusaha menahan, ia menggigit bibir bagian bawahnya.
Ia baru pertama kali memasuki satu kamar dengan seorang pria, berkali kali ia mencoba menelan ludahnya sendiri, namun ia tak tahu mengapa begitu sulit baginya disaat seperti ini.
Baru sampai sini saja Lily sudah terpancing tubuhnya benar benar gemetar ia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Oh godaan pria itu sungguh dahsyat.
Lily meletakkan kopernya disamping koper coklat Aran, dirinya hanya berdiri berdiam diri tak melakukan apapun, canggung dengan keadaan.
Yang dilakukan Lily hanya bisa menatap Aran menunggu pria itu berbicara. Lily bukanlah gadis yang pandai basa basi, sehingga ia tak tahu harus mulai dari mana. Bahkan ia pun belum mengenal Aran sepenuhnya.
Setelah mengancingkan satu kancing terakhir bagian atas dan membenahkan kerahnya yang sedikit kusut Aran menghampiri Lily yang mematung sedari tadi memperhatikannya.
" Kau tinggal disini dulu, aku ada urusan sebentar." Dengan dinginnya Aran melangkah keluar begitu saja tanpa menunggu jawaban Lily.
Sekali lagi Lily benar benar ternganga tersenyum miring menautkan kedua alisnya yang tidak terlalu tebal, beginikah cara suami berbicara pada istri barunya?!
Baru sehari saja sudah dibuatnya jengkel menurutnya hal ini sangat tidak sopan pergi tanpa menunggu jawaban bahkan dia tidak bilang kemana dia pergi, bagaimanapun Lily dan Aran sudah menikah seharusnya menaruh kepercayaan dan tanggung jawab satu sama lain.
Begitu Aran menutup pintunya kembali, tak henti hentinya Lily mengerucutkan bibir menggerutu kesal sudah selama hampir setengah jam ia melakukanya sembari menata barang bawaanya yang cukup lumayan banyak.
Aran bilang dia booking hotel selama seminggu. Yang benar saja, Lily merasa semua ini seperti penjara terkungkum bersama pria itu disini selama seminggu, seminggu bukanlah waktu yang singkat
Selesai menata barang bawaanya Lily mencoba merebahkan bobot tubuhnya di atas ranjang yang dirasanya sekujur tubuhnya terasa pegal pegal, ternyata cukup melelahkan juga menjadi pengantin.
Ia meraih ponselnya mencoba mengecek apakah ada pesan masuk namun tidak ada sama sekali yang mengirimkan pesan.
Oh ayolah masa tidak ada satu pesan pun, kemana teman temannya? Masa tidak ada yang menanyakan kabarnya atau menanyakan sesuatu. Malah membuat Lily semakin kesal.
Kemudian ia mengubah posisinya berganti duduk melihat kanan dirinya tak ada sesuatu yang menarik, cukup jenuh yang dirasakannya saat ini tak ada sesuatu yang membuatnya sedikit terhibur.
Aran benar benar membuatnya terkungkum dalam kejenuhan yang tak kunjung usai. Waktu terasa berjalan amat lambat seperti hampir tak berjalan. Berkali kali Lily memandangi arloji pink yang melingkar pada pergelangan tangannya.
Bagaimana tidak, sekitar 30 menit yang lalu Aran berkata kepada Lily agar tidak kemana mana sementara dirinya tak kunjung datang, entah berapa lama lagi Lily harus menunggu.
Nyatanya pria itu tidak segera kembali, kemanakah pria itu pergi? Apakah terjadi sesuatu padanya?
Lily terus menunggu dengan rasa gusar. Sungguh menyebalkan menunggu pria tua itu.
Ia berguling kekanan kekiri tak menentu, isi kepalanya meyalang layang ke udara memandangi langit langit dengan tatapan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomansaLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...