Lily tak sabaran menunggu Aran pulang di depan pintu, karena hari sudah mulai gelap. Pria itu berjanji pulang sebelum matahari terbenam karena akan mengajak Lily makan malam di luar.
Entahlah Lily menjadi merasa cemas belum juga mendapati mobil Aran muncul. Atau mungkin ada keperluan lain sehingga memaksa Aran pulang lebih malam.
Lily bahkan tidak keberatan menunggu Aran hingga tertidur di kursi rodanya, gadis itu benar benar berharap Aran pulang lebih cepat.
Begitu mendengar suara pintu terbuka, Lily membuka matanya secara spontan. Mengucek matanya memastikan bahwa benar suaminya telah pulang.
Kemudian Aran menghampiri Lily dan berjongkok di hadapannya, pria itu mengelus lembut puncak kepala Lily, berat hati membuat Lily sudah menunggu hingga larut seperti ini.
" Aku minta maaf soal hari ini." Aran menatap dalam. Bersungguh-sungguh menyesal membuat Lily telah menunggu. Membuatnya kecewa sehingga makan malam mereka terpaksa harus dibatalkan.
Lily hanya mengangguk pelan, tersenyum kecut agar tampak seolah olah tidak apa apa mengiyakan sekaligus terbesit sedikit rasa kecewa.
" Kemana saja kamu?" Lily menghembuskan nafas dengan kasar sambil memonyongkan bibirnya karena sebal.
Aran terdiam, ragu dengan jawabannya dapat melukai hati Lily. Ia berpikir memilah milah kata berusaha agar tak membuat Lily merajuk karena alasannya.
" Aku tadi ada urusan sebentar." Aran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sebisa mungkin agar tidak salah tingkah jika pria itu sedang berdusta.
" Baiklah, lagipula kita bisa menggantinya esok hari." Gadis itu seakan akan mempunyai seribu wajah, dalam hitungan detik raut wajahnya dapat berubah drastis, kini Lily hanya cengar cengir menatap Aran, merangkul lehernya dengan kedua tangannya. Aran senang gadis itu tidak merajuk hari ini, akan sulit baginya untuk meyakinkan Lily dengan beribu ribu alasan entah kebohongan apa lagi yang harus ia perbuat.
Namun Aran tidak ingin berjanji untuk hari esok, kemungkinan ia akan sibuk bolak balik ke rumah sakit. Tentu saja waktu tidak dapat ditentukan olehnya. Akan tetapi sebisa mungkin ia meluangkan waktu untuk Lily. Jika Lily membutuhkan apapun Aran tetap memprioritaskan gadis itu.
Kini Aran menggendong Lily menuju kamarnya, hari sudah larut, hawa dingin malam tidak bagus untuk kesehatan.
Aran merebahkan tubuh Lily pada kasur, gadis itu tak mau melepas rangkulan kedua lengannya yang berada di leher Aran.
Aran menatapnya serius, berusaha melepasnya, namun Lily kekeh tak mau melepasnya membuat gadis itu terkekeh melihat wajah Aran yang tampak sebal.
" Ayolah Lily, lepaskan tanganmu."
Bukannya melepasnya, Lily malah cengengesan semakin mempererat rangkulannya. Seperti yang dilihat, Lily sudah mulai nyaman dengan kondisi seperti ini. Tak perlu repot-repot ada perdebatan panjang menundukkan gadis itu, mungkin karena Lily sudah menancapkan nama Aran di dasar hatinya dalam dalam.
" Besok temani aku kontrol ke rumah sakit bisa kan? aku akan kontrol lagi. Kata dokter sudah ada kemajuan, lihat kakiku sudah bisa digerakkan." Pinta Lily sedikit mengulas senyum di bibirnya, senang rasanya ada harapan baginya untuk bisa berjalan lagi. Lagipula ia sudah sangat lelah duduk di kursi rodanya, melelahkan jika hendak melakukan aktivitas hanya bisa mengandalkan kedua tangannya.
Aran mengangguk berusaha menyanggupi permintaan gadis itu, semoga esok hari ia dapat memenuhi janjinya.
Sebenarnya Aran juga ikut senang mendengar kabar baik ini, kini istrinya ada kemajuan, berharap Lily benar benar bisa berjalan kembali. Agar ia tak terus terus menyalahkan dirinya sendiri akibat kegagalannya dalam menyetir, meskipun bukan sepenuhnya salah Aran.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...