Dari luar terdengar suara beberapa mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya.
"Mereka sudah datang!" Pekik ayah Lily.
Keluarga besar Pak Hery berbondong bondong keluar hendak menyambut rombongan keluarga Ahmad, hanya tinggal Lily seorang yang berada dikamarnya. Lily berulang kali mengumpat dalam hati, mengapa mereka benar benar datang.
Lily mempersiapkan diri bersama bibinya di temani bibinya.
Ahmad memboyong keluarganya besarnya ikut berkunjung ke rumah pak Hery, sekaligus memperkenalkan keluarganya agar tali silaturahmi semakin erat karena sebentar lagi mereka akan menjadi besan.
Bisa disebut mereka akan menjadi keluarga baru, Lily lah yang menjadi jembatan antara mereka.
" Assalamualaikum." Seru keluarga Ahmad secara bersamaan.
" Waalaikumsallam, selamat datang." Sambut ayah Lily dengan penuh kegembiraan, terlihat dari simpul kegembiraan terlukis di bibirnya.
Ada satu pria memakai jas abu abu tua di samping Ahmad, mereka berdua berada paling depan, mereka adalah kakak dari Muhammad Aran calon mempelai pria.
" Apa kabar?" Seringai Ahmad menyalami ayah Lily.
Dengan sambutan riang gembira, tiba tiba raut wajah ayah Lily berubah ketika tak matanya tak mendapati calon mempelai pria yang dimaksud. " Loh mana Aran?"
" Oh Aran. Aran akan menyusul, dia masih dalam perjalanan dari Bali setelah mengelola bisnis barunya disana." Ahmad tau yang pak Hery khawatirkan. Begitupun dengannya berharap adiknya itu segera sampai dan tak menunda nunda permintaannya.
" Begitu rupanya, mari masuk. Calon mempelai wanita sudah tak sabar menunggu di dalam." Jawab pak Hery dengan cengengesan.
" Tak sabar melihat Lily yang cantik hari ini haha."
Lily yang mendengar basa basi itu membuatnya merinding sedikit ketakutan.
Sementara menunggu Lily bersiap, mereka berbincang bincang terlebih dahulu dengan suguhan minuman yang disediakan.
Terdengar suara cekakak cekikik sampai ke kamar Lily, tampaknya mereka sedang bahagia akan hal ini. Berbanding terbalik dengan suasana hati Lily. Gadis itu terlalu panik menghadapi situasi seperti ini. Sebenarnya berat hati dirinya akan menyerahkan diri pada seorang pria yang tak di kenalnya sama sekali
Sementara mereka berbincang, Lily sudah panik memikirkan suatu yang harus ia lakukan.
Ya, ia harus melakukan sesuatu demi menyelamatkan dirinya sendiri dari perjodohan gila ini.
Kebetulan bibinya sedang keluar tidak bersamanya.
Kesempatan Lily melakukan sesuatu agar lamaranya di batal kan, sempat terfikirkan dirinya hendak kabur namun jendelanya terhalang besi tralis, mana mungkin dia bisa kabur lewat belakang lantaran ada ibu ibu tetangganya yang ikut memasak membatu acara lamaran ini. Apa yang akan dikatakannya nanti?
Lily berjalan mondar mandir, menggigit telunjuk jarinya berusaha memikirkan sesuatu.
Posisi Lily terpojokan, harus berpikir cepat. Secepat kilat ia meraih kotak P3K di acak acaknya mencari sesuatu yang bisa ia minum.
"Nah obat untuk sakit kepala!" Pekiknya kegirangan.
Segera ia berlari mengambil minuman bersoda yang berada di lemari pendingin di ruang makan, di teguk nya 5 tablet obat pusing sekaligus.
Entah lah apa efek selanjutnya tak usah dipikirkan, Lily kembali berjalan menuju kamarnya duduk didepan cermin menatap lurus memandang dirinya sendiri, rambutnya disanggul sesederhana mungkin menyisakan sedikit surai di depan telinga, pupil matanya yang cokelat alami membuat dia terkesan seperti memiliki keturunan Eropa hal ini membuatnya tak usah repot repot menggunakan softlens lagi, tak luput dengan bibirnya yang mungil kini di poles sedikit warna merah, lihat lah dia kini amat manis sekali bukan?
Dia melihat setiap inci dirinya mengagumi dirinya sendiri setelah didandannin oleh bibinya sendiri.
Ia tak rela dirinya di jamah pria yang tak dicintainya, terlebih lagi om om semacam adiknya Ahmad yang tak tahu diri mengiyakan perjodohan ini.
Masih menunggu reaksi obat, berharap segera bereaksi.
Oke terus menunggu.
Satu menit dua menit belum ada reaksi.
Selang beberapa menit kemudian mulai terasa reaksi obatnya, tiba tiba Lily merasakan Pandangannya mulai samar samar, kepalanya terasa berputar tak henti henti, dilihatnya barang barang yang ada di depanya seperti membentuk gambaran abstrak yang tidak begitu dapat dilihatnya dengan jelas, ia pun mulai kehilangan keseimbangan tubuhnya, ia merasakan tak ada bobot lagi berpijak menopang tubuhnya, malah ia kegirangan karena hal ini. "Yess, bagus."
Dengan nekat Lily melakukan semua ini tanpa memikirkan keadaan kesehatannya. Yang ia tahu efeknya akan terasa nge-fly, bahkan ia tak tahu betapa bahaya nya yang is ia lakukan.
Tak lama kemudian ia mencoba mengambil sapu tangan yang ada di dekatnya, sebenarnya jaraknya amatlah dekat namun ia meraih raih sapu tangan itu tak dapat mengambilnya ia merasa dunia bergoyang goyang seperti gempa bumi, namun barang barang yang di sekitarnya tidak ikut bergerak.
Lily masih menjulurkan tangannya sekuat tenaga meraih sapu tangan itu dirasanya kurang sedikit lagi ia dapat mengambilnya dan saat ia berhasil meraihnya dan...
Brukkhh
Terdengar seperti benda yang besar terjatuh dari kamar Lily, semua orang yang berada di ruang tamu pun terkejut mereka saling tatap tatapan satu sama lain menebak nebak barangkali ada yang mengetahui suara yang barusan mereka dengar.
Pak Hery lah yang pertama melangkah untuk memastikan diikuti beberapa orang dibelakangnya menuju kamar Lily.
Begitu pintunya terbuka amat terperanjatnya pak Hery menemukan putrinya tergeletak lemas di lantai tak berdaya dengan mata masih dalam keadaan terbuka menatap lurus ke langit langit.
Mati rasa, itulah yang dirasakan Lily. Matanya masih bisa terbuka begitu juga syaraf syarafnya masih bisa merespon rangsangan dari luar tubuhnya namun tubuhnya tak dapat bergerak sama sekali.
Kesadarannya pun entah masih bisa di katakan masih sadar atau tidak, ia bisa melihat bisa merespon namun ia tak dapat melakukan apa apa.
Tentu saja hal ini membuat semua orang panik, pak Hery langsung menggendong Lily ke tempat tidurnya, seseorang telah menghubungi dokter, keluarga Ahmad pun ikut panik melihat Lily tak kunjung kembali normal.
Semua orang berada di sekeliling tempat tidur Lily menunggunya hingga pulih.
Setelah dua jam lebih belum ada tanda tanda Lily membaik, pak Hery berniat melarikannya ke rumah sakit.
Di sisi lain Ahmad berniat menunda lamaran ini sampai kondisi Lily stabil. Rupanya tuhan mengabulkan harapan Lily yang tersemat sebelum tragedi ini, bisa dibilang Lily adalah gadis yang nekat resiko yang dilakukannya saat ini sangat tinggi.
Dia terlalu banyak menenggak obat sakit kepala diluar dosis sewajarnya dan juga menenggak minuman soda secara bersamaan tentu saja resikonya dapat merusak syaraf syaraf penting dan jika tuhan tidak berbuat baik bisa bisa ia kehilangan nyawanya saat itu juga.
Ahmad berpamitan padahal adiknya yang ia jodohkan masih dalam perjalanan belum sempat singgah. Keadaan tak memungkinkan lamaran ini dilanjutkan kesehatan Lily lebih penting dari apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...