Lily turun hendak mengambil sarapan di lantai dasar.
Dilihatnya ruang untuk breakfast cukup ramai mengingat hari ini weekend dimana orang orang menghabiskan waktunya bersama orang terkasih, nampak banyak yang sarapan dengan pasangannya maupun keluarganya terlihat anak kecil berlari larian kesana kemari dengan bahagianya.
Sepertinya hanya Lily yang tanpa di temani siapapun, hanya seorang diri yeah bisa di sebut kesepian dalam keramaian.
Ia pun tak minta ditemani oleh siapa pun, ia hanya ingin menghabiskan waktunya untuk me time.
Berusaha berpikir positif ia berjalan menuju meja besar penuh dengan buah buahan yang sudah di slice, Lily mengambil cukup banyak slice semangka dan melon, meletakkan pada piringnya nampaknya hari ini ia sangat membutuhkan vitamin, selanjutnya ia hanya mengambil dua lembar toast bread yang di olesi blueberry jam kesukaannya, tak lupa sedikit kopi untuk mengisi tenaganya, dirasanya itu sudah cukup untuknya.
Lily menuju meja kosong berada di sudut ruangan dekat dengan jendela kaca yang cukup besar agar ia leluasa melihat pemandangan dari luar, cukup penat seharian kemarin ia hanya memandangi langit langit kamar dengan kepala penuh overtingking soal Aran.
Di luar sana langit membentang dengan luasnya memamerkan warna biru yang elok mengagumkan sedap dipandang, burung burung pun riang beterbangan kesana kemari, tampaknya hari ini memang akan cerah sepanjang hari.
Sehabis menghabiskan sarapannya sekedar mengisi tenaganya Lily berpikir untuk mengunjungi mall terdekat hanya untuk mengalihkan pikirannya soal semalam, lagi pula suaminya telah memberinya kartu ATM untuknya boleh lah jika hanya membeli beberapa barang kesukaannya.
Hm suami yang perhatian bukan?
Lily sendirian berjalan di tengah hiruk pikuk mall yang ramai di hari weekend, melihat beberapa orang bersama pasangannya membuat ada sedikit terbesit rasa iri di hati Lily.
Pria yang menikahinya pun tak melakukan hal seperti itu, sama sekali tak menaruh perhatian terhadapnya jangankan perhatian berbicara pun enggan.
Seperti itukah pria yang ayahnya bilang pria hebat? Yang di bilang perusahaannya dimana mana namun soal peduli pun tidak ada.
Dalam hati Lily mengumpat mengapa ia meratapi dirinya berharap perhatian dari Aran, bukan kah dia tak menginginkan semua ini termasuk rumah tangga ini.
Dengan segera Lily menampik pikiran pikiran tentang Aran, dengan sengaja ia menuju Converse store, memang barang barang milik convers lah yang membuat Lily tak habis bosan untuk menghabiskan uangnya.
Ia hanya memilih sepatu berwarna putih ber hak tinggi yang ia suka. Hmm cukup berguna juga memiliki suami yang royal seperti Aran toh tidak akan rugi Lily dinikahkan ayahnya dengan pria seperti itu, jika setiap hari ia bisa menggunakan uangnya.
Setelah keluar dari Converse store Lily mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang mungkin menarik untuk ia beli, namun setelah mengedarkan pandangannya matanya terkunci pada seorang wanita di depan sana dekat dengan eskalator, wanita itu seperti dia kenal, Lily memicingkan matanya mengingat ingat tiap inci wanita itu, wanita tinggi berkulit putih agak kemerahan berambut pirang se bahu. Yup tidak salah lagi, wanita itu yang ia temui di hotel bersama Aran waktu itu saat mereka bercumbu panas dibelakang dirinya.
Mengingat waktu itu membuat Lily mendengus kesal menatap tajam wanita itu.
Dilihatnya wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki sempat Lily mengatainya. Dasar perempuan jalang.
Wanita yang bernama Helena itu melenggang pergi, tak mau mangsanya lepas lantas Lily mengekorinya seperti paparazi.
Dilihatnya Helena masuk ke dalam sebuah caffe seorang diri.
Tak mau menyia nyiakan kesempatan Lily ikut masuk kedalamnya sengaja memang dirinya ingin menghampiri wanita sialan itu secara nekat.
Tak memerlukan waktu yang lama, Lily dengan cepat menangkap bayangan Helena berada di pojok dekat dengan jendela, wanita itu sedang duduk sendirian, ini kesempatan bagus untuk Lily.
Dengan menoleh kanan kiri memastikan tidak ada yang akan menghampirinya Lily pun bergegas.
"Hallo." Sapa Lily sok ramah memaksakan menyunggingkan bibirnya. Hm mungkin belum tepat dirasanya untuk menyerang saat ini
Helena terkejut melihat seseorang yang di hadapannya, tentu saja Helena mengenal gadis itu, Helena juga berada dalam pesta pernikahan pada saat itu.
Saat itu rasanya dirinya ingin mencegah pernikahan berlangsung namun karena melihat Ahmad ia mengurungkan niatnya.
Tentu saja nantinya Ahmad akan membela Lily dan mengusirnya jika ia membuat keributan disana, Lily lah yang akan menang tentu saja sebab Lily lah pengantin yang dipilihkan Ahmad untuk adiknya. Helena hanya bergumam menatap Lily dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Helena hanya tersenyum miring.
" Boleh aku duduk?" Timpal Lily datar.
Lagi lagi Helena hanya bergumam. Mereka saling menatap sama sama dengan penuh aura gelap.
Sebelum Lily hendak berbicara waiters datang dan mendahuluinya mengantarkan secangkir latte yang di pesan Helena sebelumnya.
"Namaku Lily..."
" Aku tahu. Jadi?" Helena sengaja memotong Lily dan menaikkan satu alisnya tersenyum miring. Sungguh wanita ini amat menyebalkan belum Lily sempat menghajarnya. Sangat angkuh gaya bicaranya.
"Kau tahu namaku?" Lily mengernyit.
" Kau Lily istrinya Muhammad Aran. Oh bagaimana aku tidak mengenalmu perebut lelaki orang!" Ucap Helena langsung tanpa basa basi sambil menyeruput menikmati latte miliknya.
Lily tidak mengerti semua ini, belum sempat ia menyerang wanita di hadapannya itu sudah mengajak perang dahulu.
Siapa tadi yang dia sebut perebut lelaki orang? Bukankah kalimat itu yang seharusnya di ucapkan Lily. Bukankah malah wanita itu yang telah menggoda suaminya. " Siapa yang kau sebut perebut lelaki orang?"
"Memangnya aku sedang berbicara dengan siapa lagi." Tatapan Helena sama sekali belum berubah sedari tadi tak lepas dari Lily.
" Apa maksudmu?!" Lily mulai tersulut emosi gadis itu mudah sekali untuk di pancing.
"Dengar ya Lily kecil, sebelum kau menikah aku sudah memiliki Aran terlebih dahulu sebelum dirimu muncul. Dan kami sudah berjanji akan bersama sama sampai kapanpun." Terbesit senyuman tengik di bibir Helena seperti hendak meledek Lily.
" Maaf aku tak mengenalmu, siapa kau, dan mengapa kau menyebutku perebut lelaki orang?" Lily masih belum berniat untuk langsung menyerangnya, ia berusaha berbicara senormal mungkin selayaknya basa basi biasa.
" Aku Helena, kekasih dari Muhammad Aran yang kau sebut suamimu itu. Dan sebelum kau mengenalnya, Kami sudah berpacaran sangat lama. Tiga tahun lamanya." Kata kata Helena penuh penekanan berusaha membuat Lily mengerti.
" Aran sudah menikah, mengapa kau tak putus saja dengan-nya. Bukankah yang pantas dijuluki perebut lelaki orang itu adalah kau?" Meskipun nada bicara Lily terlihat tenang, sebenarnya Lily amat kesal dengan aura wanita tengik itu.
" Suamimu yang meminta untuk mempertahankan hubungan kami, lagi pula kami saling mencintai. Tidak ada yang salah dengan ku bukan?" Ah ingin rasanya memukul Helena, lagi lagi ia menyeringai tengik membuat perasaan Lily membuncah.
Lily menghela napas, menenangkan dirinya.
" Tetap saja kau itu salah, Aran sudah menikah! Tidak seharusnya kau mengganggunya lagi." Usai menghela napas barulah Lily dapat menerobos dengan kecepatan penuh.
" Benarkah? Lihatlah siapa yang dicintai Aran kau atau aku." Helena menunjuk Lily dengan telunjuknya yang ramping memamerkan kuteks merah barunya.
Lily mendengus kesal. Lama lama wanita ini semakin lancang berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
RomanceLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...