Lily mendengar suara ketukan sepatu seperti seseorang sedang menuruni anak tangga, berharap Aran lah yang muncul turun ke bawah.
Yup benar saja pria itu muncul mengenakan setelan jas dengan sangat rapi, Tampaknya pria itu akan berangkat menuju kantor mengurus bisnisnya. Sempat terpikirkan di kepala Lily ia ingin ikut bersamanya agar dapat bertemu dengan ayahnya meskipun hanya untuk menyapanya. Lagi pula ia sudah jenuh terkurung di dalam rumah itu, lama sekali ia tak menghirup udara segar.
Sudah beberapa lama ia tak melihat ayahnya tentu saja sebagai anak perempuannya jelas merasa sangat rindu, setidaknya ia melihatnya guna menanyakan kabar. Hanya beliau lah satu-satunya keluarga yang ia miliki, yang selalu mengerti keadaannya.
Bagaimanapun caranya Lily harus membujuk Aran mengingat sifat pria itu sedikit keras kepala.
Langkah kaki Aran terburu buru menuju pintu keluar, mengecek arloji yang melekat di lengan kirinya dengan cemas berharap masih memiliki waktu untuk sampai di kantornya tepat waktu sembari menenteng tasnya.
" Aran!" Sebelum sempat keluar, suara Lily berhasil menahannya diambang pintu.
Pria itu hanya terdiam tak merespon apapun.
" Aran aku ingin ikut bersamamu." Mungkin ini memang terdengar konyol, tapi hal ini satu satunya cara agar ia dapat bertemu melepaskan rindu dengan ayahnya.
Aran menatap Lily sejenak kemudian menggeleng pelan membuang mukanya ke sembarang arah menghindari pandangan mereka agar tak saling bertemu, Aran membisu lalu melenggang begitu saja tanpa mengatakan apapun.
Lily menyusulnya menghadangnya kembali memaksa agar Aran berbicara.
" Aran, please! Dengarkan aku." Lily memohon dengan sungguh-sungguh.
Aran berpikir permintaan Lily adalah ide buruk untuk hari ini mengingat jadwal hari ini sangat padat, gadis itu hanya akan menyusahkannya saja di kantor, sebab ia akan bekerja ekstra jika Lily ikut dengannya, ia harus mengurus gadis itu juga.
Aran mendengus kesal memijit keningnya berusaha membuat dirinya sedikit rileks, tidak enak jika ia harus berdebat sepagi ini hanya untuk masalah sepele.
" Aku ingin bertemu ayah." Lanjut Lily.
Aran hanya menatap kemudian melanjutkan langkahnya terburu buru menuju mobil meninggalkan Lily. Saat ini adalah waktu yang tidak tepat untuk menuruti rengekan gadis itu, hari ini benar benar padat.
Kecewa, itulah yang dirasakan dalam dasar lubuk hati Lily. Ia kehabisan kata kata untuk mengungkapkan keadaan dirinya saat ini.
Atau memang dirinya tak dianggap lebih penting dari ego pria itu.
Selama ini Lily tak pernah menginginkan apapun dari Aran, dan hanya permintaan kecil yang ia inginkan Aran tolak mentah-mentah tanpa mengatakan sepatah katapun.
Harapan harapan dalam kehidupannya terasa tak berarti lagi. Semangatnya untuk bertahan hidup mulai meredup.
Semua yang ia temukan hanyalah kebuntuan, mimpinya telah raib, kebahagiaannya telah hancur, senyum yang selalu mengukir di bibirnya kini telah lenyap ditelan keputus asaan.
Ia hanya merindukan sosok ayahnya yang dulu sebelum perjodohan gila ini terjadi, dimana ayahnya selalu ada saat ia sedang bersedih. Bahkan selama ia bersama ayahnya ia tak pernah bersedih, pria paruh baya itu selalu menemukan cara untuk membuat Lily tersenyum seakan akan hari selalu cerah.
Sangat berbanding terbalik begitu ia sudah diserahkan kepada Aran, pria itu sama sekali tidak mempedulikannya sama sekali, tak pernah mengerti perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Bride
Roman d'amourLily benar benar tak menginginkan semua ini, hal ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Dia baru saja tamat sekolah ingin mengepakkan sayapnya selebar lebarnya demi meraih cita citanya dan seharusnya dia melanjutkan ke perguruan tinggi apalagi dia mas...