bab 21

1.9K 120 0
                                    

Wangi-wangian khas bawang goreng, telur dadar, dan daun bawang, begitu menyengat, lantas pak Rafli serentak membuka kelopak mata dan membangkitkan tubuhnya, pandangan yang pertama kali dia lihat adalah hidangan nasi goreng dan perasan jeruk.

Pak Rafli meneguk salivanya,

Ada sesuatu dibawah nampan itu, sebuah sticky note, pak Rafli mengambilnya kemudian membaca isi didalam kertas kecil tersebut.

"Semoga bapak suka masakan Arga, sekali lagi makasih ya pak, dan kalau bisa lupakan hal yang terjadi diantara kita tadi malam :) "

Karena perut kerongkongan dan lapar yang mendominasi otaknya, membuat pak Rafli tak bisa mencerna apa yang dimaksud Arga, ia membaca saja sekilas lalu meletakkan kembali kertas itu, dan langsung menyantap nasi goreng yang menyita perhatiannya sedari tadi.

"Rasa yang pass" celetuknya sambil merem-melek menyantap setiap persendok nasi goreng yang masuk ke dalam mulutnya.

Kekaguman pak Rafli pun bertambah untuk Arga, ia mengingat ucapan semua orang yang mengolok-olok muridnya itu, Si tak punya masa depan, tak bisa diandalkan, dan di cap sebagai benalu yang tak tau diri, pasti mamanya ngebatin punya anak kek Arga.

Ia menarik nafas dalam, dan berdoa, semoga kebaikan selalu menyertai Arga, lalu kemudian pak Rafli bersiap-siap untuk ke sekolah.

****

Sebelum bel masuk berbunyi, adik kelas Arga menghampirinya dan menyodorkan bekal makanan padanya,

"Dari kamu?"tanya Arga.

Si adik kelas menggelengkan kuat kepalanya, dia hanya menyampaikan amanat dari pak Rafli untuk datang ke ruangannya pas makan siang, biar bisa makan bareng disana.

"Kasih lagi aja ke pak Rafli, bilang, gue uda janji makan siang bareng teman!" Arga kembali menyodorkan bekal itu, tak mau terlalu bergantung pada sang guru, mengingat perasaannya tak terbalaskan, jadi untuk apa bersama, saling memberi perhatian kalau tak ada status.

Arga tak mau hatinya digantung.

.
.
.
Saat jam istirahat tiba, suara derap langkah kaki mendekati Arga yang tengah membaca buku di depan kelas, sampai akhirnya seseorang itu duduk di samping Arga, Arga melirik sekilas dari ekor matanya.

Bekal itu.

Ah ini opsi kedua, sebenarnya Arga tau siapa orang yang disebelahnya, selain karna bekal yang ia bawa, wangi badannya terlalu mudah untuk ditebak.

"Katanya kamu makan bareng teman, tapi kok masih disini?" Tanya pak Rafli, yup, siapa lagi kalau bukan guru ini yang begitu perhatian padanya.

Arga diam.

"Kenapa bekal saya ga kamu ambil?" Tanya pak Rafli lagi.

Arga melempar tatapan sinis, "bapak bisa lihat kan saya lagi apa? saya mau belajar, saya ga mau dicap bodoh lagi!"

"Seorang tentara yang otoriter saja punya waktu untuk makan, masa kamu engga?"

"Saya ga lapar!, lagi pula bentar lagi mau ujian saya harus fokus!" Jawabnya ketus.

Alasan itu masuk akal, sampai disini, ia belum ada pikiran aneh-aneh, yang ia tau, muridnya itu ingin fokus belajar, pak Rafli menarik sudut bibirnya, ia senang Arga mau belajar giat sekarang.

Pak Rafli mengacak geram rambut muridnya itu, membuat detak jantung Arga berulah kembali.

"Yauda saya mau kekelas lagi" ucapnya, sembari meletakkan bekal itu disamping Arga, "jangan lupa dimakan ya!"
Arga berdehem saja membalasnya, bahkan matanya tak menatap sang guru saat berbicara tadi.

Saat gurunya mulai jauh dari pandangan, Arga membangkitkan tubuhnya, dan langsung berlari ke arah kantin, sekilas melirik jam di tangannya, ada dua puluh menit lagi untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Lalu bagaimana nasib bekal dari pak Rafli?

Ia buang ke tong sampah, begitulah Arga, tak mau berkutat pada pak Rafli secara terus-menerus, toh, buat apa kalau cintanya tak terbalaskan, buat apa saling berbagi perhatian.
.
.
.
.

Di kantin

Arga termangu, menatap sisa makanan yang tertinggal di piringnya, dahinya sedari tadi mengerut seakan semua hal harus ia pikirkan, pertanyaan itu acap kali berputar mengelilingi kepalanya, membuat Arga tak selera makan padahal sudah berada di kantin.

Benerkah Arga mencintai pak Rafli?

...

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang