bab 6

2.2K 162 8
                                    

Karna merasa ada tugas yang harus diselesaikannya besok, Arga tak mau membuang waktu dan langsung pulang kerumahnya, walaupun ia harus membanting pintu utama lagi, karena tamu ibunya suka tak sadar kalau mengganggu ketenangan orang lain.

Seperti sekarang, tamu-tamu itu sedang berkaraoke-an ria di ruang tengah, ruang dimana ada meja belajar Arga di sana, tapi, kini, ia harus menunggu tamu-tamu itu pulang lebih dulu, barulah bisa mengerjakan tugas sekolah.

Sudah hampir satu jam Arga menunggu, namun tamu-tamu itu tak kunjung pulang, bahkan, ada beberapa orang yang nyelonong ikut.

Ga disekolah, dirumah, sama aja bangsat!!!!
Pekiknya sangat kesal.

Bahkan, saat adzan Maghrib pun lagu itu masih terputar keras, dengan sorak-sorak mereka yang bernyanyi sambil menari ria.

Sudah habis kesabaran Arga, ia tak tahan lagi dan memilih keluar kamar lalu melempar benda apa saja yang berada di dekatnya, ke arah televisi, hingga membuat televisi itu padam karna gelas kaca yang melesat tepat pada sasaran.

Semuanya menoleh serentak ke arah Arga, ada yang hendak mendekatinya -marah atau berniat menasehati, tapi secepatnya dicegat oleh Layla, Layla pun mendekati anaknya itu.

"Kamu ga bisa sopan santun?!"
Bentak mama.

"Emang ada di ajarin?" Jawab Arga ketus.

"Mama capek sama kamu!"

"Kalau capek gausah lahirin aku, dari dulu lu mentingin tamu tamu lu! Gue yg malu!, Gue berharap banget, ga lahir dari induk lonte kayak lu!"

Layla terdiam, semua temannya pun tercengang mendengar itu.

Layla sigap menyuruh teman-temannya untuk pulang, sungguh, betapa malunya Layla, di depan teman-temannya sang anak memperlakukan seorang ibu serendah itu.

Terlebih itu semua, rasa sakit paling membekas, saat Arga bilang, "ga berharap lahir dari induk lonte kayak lu" lagi-lagi hanya bisa menangis lalu bertanya pada Tuhan, kapan luluh hati putra satu-satunya ini?

****
Layla merasa tak enak pada Arga, bagaimanapun semalam itu salahnya, makanya pagi pagi buta Layla sudah bangun dan mempersiapkan sarapan untuk putranya itu.

Layla memberanikan diri mengetuk ngetuk pintu Arga, entahlah profesinya sekarang menjadi alasan sang putra begitu membencinya, ingin menghentikan ini semua tapi tuntutan hutang membuatnya berfikir ulang.

"Ga, Mama uda masakin sarapan buat kamu"

Tak ada Jawaban.

Layla pikir Arga akan keluar dengan sendirinya dan menyantap sarapan buatan tangannya, namun, Arga masih acuh dengan pergi tanpa pamit padanya, masih enggan makan masakan dari Layla, ibunya sendiri.

Lyla menghela nafas berat, Semoga tuhan membuka kan hati kamu buat mama ya, nak!
.
.

Angkutan itu melesat cepat sampai ke sekolah SMA swasta budaya abadi, sekolah favorit yang terkenal karena prestasi siswanya yang selalu mencetak juara perlombaan di bidang akademik.

Mengesankan.

Tapi, semua sekolah itu sama, sama sama membosankan, kata Arga, apalagi nunggu guru sejarah muda yang begitu menyebalkan.

Waktu istirahat itu, 35 menit, dan dirinya sudah hampir lima belas menit duduk diruang pak Rafli, dadanya berdesir, begitu dongkol menunggu si guru muda itu, padahal perutnya sudah keroncongan.

Lima menit lagi, Arga berniat pergi tapi akhirnya sang guru tiba, dan menatap heran muridnya itu.

"Kamu ngapain?" Tanyanya.

"Amnesia pak?" Arga balik tanya

Pak Rafli mendekat ke arah Arga,
"Ga di ajarin sopan santun kah kamu?"

Rafli mendongak menatap wajah pak Rafli, gurunya ini sangat tinggi.
"Waktu bebas saya itu jam istirahat, ga ada sejarahnya jam istirahat belajar!"

"Ahhh saya paham!" Sepertinya pak Rafli mengingatnya, "tapi tetap saja janji harus ditepati!"

"Saya ga janji istirahat kesini!"

"Tapi kamu ngangguk pas saya suruh jam istirahat kesini, itu bentuk kamu berjanji"

"Ga"

"Iya!"

"Ga masuk akal!"

"Apa yang ga masuk akal?" Pak Rafli semakin mendekatkan tubuhnya pada Arga, hingga tak ada celah sama sekali diantara mereka.

Arga mendorong kasar tubuh pak Rafli, "pak, saya mau setor tugas semalam! Tolong serius!"

"Baik, silahkan"

.
.
.
.

Hari makin hari, ada saja konflik yang terjadi antara Arga dan pak Rafli membuat sang murid jengkel dengan guru mudanya itu.

hukuman terlambat yang biasanya push up, kini harus membersihkan toilet sekolah, kalau ketiduran di kelas, harus lari lapangan sepuluh putaran atau keluar mata pelajaran sejarah.

Entah berapa kali sumpah serapah yang terlontar dari mulut Arga untuk sang guru.

Jika kalian bertanya bukannya guru itu pahlawan tanpa tanda jasa? Arga mendengus kesal.

Itu sama sekali tak berlaku untuk pak Rafli, si guru brengsek level akut.

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang