Arga melangkahkan kakinya pelan, masuk kedalam rumah, netra coklatnya mencari sang mama disekitaran ruang tamu, namun nihil, bahkan mama tak berada dirumah sekarang, Arga kembali keluar rumah dan bersamaan mama tiba dengan Rafli yang berada di sebelahnya.
tepat sekali, Arga langsung mendekati mama, tanpa bertele-tele ia langsung pada intinya.
"aku mau ngekos ma"terlihat Layla kaget mendengarnya, alisnya bertaut, "nanti kita bahas didalam aja ya, Nak" Layla memegang lengan kanan Arga.
"gausa, jarak dari kampus ke rumah itu jauh, jadi aku mau ngekos aja"
Layla sungguh malu, mau diletakkan dimana wajahnya, mengingat, ia terlanjur membangga-banggakan Arga di depan Rafli, ternyata semua ucapannya berbanding terbalik dengan faktanya.
"kita bahas didalam aja ya, bentar mama mau-
"biarin om ini tau, dia bakal jadi calon ayah kan? jadi ga ada yang perlu disembunyikan" dengan sigap Arga memotong ucapan mamanya.
Rafli tak memudarkan senyumannya, dari sejak ia tiba dihadapan Arga, dan sekarang ia memajukan langkahnya, mengikis jarak antara Arga dan dirinya.
Layla yang melihat itu secepatnya menghalau Rafli, ia takut Rafli akan marah dengan sikap tidak sopan anaknya, "mas, Arga emang gini kok, tapi sebenarnya dia baik anaknya"
Arga berdecak remeh mendengar sang mama membelanya, dan Rafli masih menatap lekat Arga walau remaja itu membuang pandangannya.
"benar saya calon AYAH KAMU" Rafli menekan kata (ayah) untuk Arga, "dan saya harap saya akan ikut serta dalam apapun kemauan kamu""bagus. saya mau ngekos!"
"silahkan, dimanapun kamu mau, tapi kita sekeluarga akan ikut sama kamu"
kalimat itu sukses membuat Arga membelalakkan matanya, "maksudnya apaan si?"
"saya yakin kamu ga ada masalah sama pendengaran kamu kan?"
hampir saja Arga mengumpat kasar, dengan kata lain, Rafli tak menyetujui; ide ngekosnya itu, bahkan ia membungkam ucapan Arga sehingga Arga mati kutu ingin menjawabnya dan hanya bisa menatap nyalang netra hitam pekat dihadapannya ini.
"gue mau ngekos, SENDIRI." Ia harus merendah jika meminta persetujuan.
Tak ada jawaban, Rafli masih tersenyum lebar, membuat Arga bergidik ngeri, Arga menoleh ke arah mama lagi,
"Ma, boleh aku ngekos kan?"
seumur hidup Arga belum pernah berbicara lembut seperti ini.Layla melirik Rafli, dan jawaban Rafli tetap tidak mengijinkan, hal itu membuat Arga mendengus kesal, ia kembali menghadap Rafli,
"tolong, aku mau ngekos!""jawaban saya akan tetap sama, walaupun pertanyaan kamu berulang-ulang"
Arga semakin berang, "Lo belum jadi ayah gue, jadi jangan atur hidup gue!" ucap Arga berapi-api.
Rafli sudah siap siaga dengan pernyataan ini, tak perlu ada ucapan lagi, Rafli langsung berhasil membungkam Arga dengan menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya.
dada Arga melengos, amarahnya larut oleh rasa kekecewaan yang begitu mendalam, terlebih seseorang yang sulit dilupakan menunjukkan terang-terangan bukti cintanya dengan orang lain, ralat, dengan mamanya sendiri.
Ia kehabisan kata-kata, hanya bisa berlalu dengan sengaja menabrak bahu kiri Rafli.
.
.
.
(gue benci banget sama Lo)(saya tau sikap ini akan semakin membuat mu jauh, walaupun hati saya masih menginginkan mu)
(ada orang sepengecut kayak Lo, yang beraninya mainin perasaan orang lain)
(maafin saya, tapi dengan kayak gini saya yakin, rasa cinta kamu akan hilang, perlahan kamu akan melupakan saya)
(bangsat Lo, pecundang!)
*****
Pernikahan yang dinanti-nantikan itu akhirnya tiba, hari ini Layla sengaja bangun lebih awal demi melihat kembali latar pernikahannya, Layla melirik arloji ditangannya, jam menunjukkan pukul 07.30, jadi mungkin, ia tak akan sendirian di sana pasti sudah ada beberapa Wedding organizer yang sudah standby.
Saat tiba disana, Layla melongo takjub dengan pandangan indah dihadapannya, konsep pernikahan yang begitu sesuai dengan mimpinya, dari white carpet yang terbentang panjang dari pintu aula menuju tempat dimana ijab kabul akan berlangsung, lalu, gorden atau tirai putih terpajang luas di seluruh sudut dan atap aula, tak lupa bunga Lily dan levender yang mengisi sudut-sudut ruangan—melingkar dipilar dan tergantung di atap tirai— dimana para bunga-bunga itu identik dengan tokoh Cinderella.
lalu, setelah indoor kita dihadapkan oleh konsep outdoor, masih terbentang white carpet menuju pelamin indah yang dibuat seakan-akan itu singgasananya raja dan ratu, beberapa pilar dibuat bersinambungan dengan tema kerajaan.
Dan lagi, kursi juga meja bundar terbuat dari kaca yang transparan kaca dikhususkan untuk para tamu—hingga ornamen-ornamen kecil yang bertengger ditengah-tengah meja kaca itu— terakhir, wajah Layla dan Rafli akan berdiri astetik di beberapa sudut juga layar.
"hei" salah satu staf WO mengejutkan Layla.
"iya?" Layla menoleh.
"hampir jam 09 mba, apa ga mau siap-siap?"
"ahhh iya iya" Layla menepuk dahinya, lupa, sangking asiknya melihat-lihat latar pernikahannya.
.
.
Beberapa tamu sudah mulai berdatangan, dan beberapa menit lagi acara akan dimulai—terkecuali Arga, pagi itu, notifikasi pesan masuk ke ponsel Layla,
"aku ga bisa datang, aku harap pernikahannya berjalan lancar, aku senang kalau mama senang, ini hari bahagia yang Mama tunggu kan? harus dinikmati, aku kedesa, mau healing ke tempat nenek. maaf!"
Setetes air merembes keluar dari mata Layla, ada dua perasaan yang bercampur aduk dihatinya, tapi didominasi oleh rasa kecewa dimana Arga tak bisa datang dihari bahagia mamanya, Rafli yang disebelahnya hanya bisa mengelus bahu Layla, ia paham, alasan terbesar tak adanya Arga disini adalah dirinya sendiri.
.
.
.
.gimana gimana? kita akan memasuki konflik baru nih bentar lagi, sekaligus big problem untuk Arga, Rafli, dan Layla...
yuk tarik nafas duluuu and gooo!
![](https://img.wattpad.com/cover/268278540-288-k246493.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STEP FATHER
Jugendliteratur"Bagaimana perasaan mu, jika kau mencintai ayah mu sendiri?" Arga si trouble maker itu hampir dikeluarkan dari sekolah gara gara tingkahnya, dan terancam tak lulus gara gara nilainya yang dibawah rata-rata, tapi guru sejarah nan baik hati membantu A...