POV'S LAYLA.
Apakah mas Rafli menyukai orang lain?
apa benar pernikahan ini alibinya saja?
apa dia tak menyentuh ku karena dia tak mencintaiku?lalu, siapa dia yang mas Rafli maksud?
.
.
.remuk, bulir-bulir air merembes dari sudut mataku, terus mengalir hingga sedikit membasahi kerah bajuku, aku berlari tergesa kearah kamar, tak memperdulikan raut aneh terpampang dari ketiga pembantuku, bahkan aku membanting pintu kamar sekuat-kuatnya.
lalu, kondisi rapi di kamar bernuansa putih ini berubah berantakan bak kapal pecah; perlengkapan skincare ku berserak di bawah lantai, disusul oleh bantal dan guling yang sudah tak berada di atas kasur, hingga tumpukan seprei yang baru diganti tadi pagi.
ku porak-porandakan semua yang ada dikamar ku, bahkan aku tak segan mentitahkan bi Inah untuk tidak memasak, membiarkan lelaki pengecut itu pulang dengan kondisi kelaparan, itu tak seberapa dengan rasa kecewaku.
bulir itu berubah menjadi rintihan tangisan, ada untungnya tak tinggal dengan mertua, kalau kejadian seperti ini aku bisa nangis sepuasnya, tanpa mempedulikan siapapun, dan lagi, aku hanya meringkuk sambil memeluk lutut ku, menunggu si pengecut itu pulang.
.....
Pov Layla end
.....Sedangkan Rafli, lelaki berperawakan tinggi dan tegap itu sedang memijat dahinya, ia baru mendapat notifikasi pesan dari sang pembantu—bi Inah.
Rafli sudah curiga setelah beberapa karyawan di kantor memberitahunya bahwa layla datang dengan wajah ditekuk, ia berlari keruangan Rafli dengan tergesa, seperti ada urusan mendadak, tapi kenyataannya Layla tak menemuinya dan memilih pulang.
sampai dirumah; bi Inah memberitahunya lewat WhatsApp, katanya sikap Layla berbeda setelah menemui Rafli, suara bising terdengar dari kamar mereka, bahkan rantang yang Layla bawa untuk makan siang Rafli masih utuh di meja makan belum tersentuh sedikit pun.
Rafli menarik nafasnya berat, pusing sudah menjalar di seluruh kepalanya, lalu Rafli melirik arloji mahal yang melingkar ditangannya, jarum pendek itu mengarah ke angka sepuluh.
"tidur disini ajalah" tandasnya sembari membangkitkan tubuhnya dan tergopoh-gopoh ke sofa besar yang berada di ruang kerjanya.
hingga pagi tiba pun, kondisi kamar layla masih sama, ia juga tersadar bahwa dirinya tertidur di ubin semalaman, Layla tersentak ketika mendengar suara parau bi Inah dari luar kamar.
"mba, Uda bangun? bibi mau bersihin kamar mba"
Layla berdehem, lalu bangkit dengan melangkah berat kearah kamar mandi, saat merasa tak ada lagi bunyi nyaring dari shower, bi Inah berujar, dan Layla mendengarnya dari kamar mandi.
"mba, sepertinya bapak sudah di ruang kerjanya, mba"
Layla terdiam sejenak, lalu melangkah ke ruang kerja Rafli walau hanya mengenakan bathrobe sebagai penutup tubuhnya, Layla mengetuk pelan pintu itu, ia masih beretika untuk membicarakan hal-hal yang menggangu pikirannya semalam.
"mas?"
suara kenop berbunyi, Rafli membuka pintu itu dari dalam, lalu melempar senyum setelah terpampang wajah Layla dihadapannya, Layla yang datar segera masuk dan duduk di sofa berukuran sedang itu.
"mas mau ke Canada kan?"
Rafli mengangguk.
"kenapa ga bilang? mas mau kabur ninggalin aku?"
Layla mencoba menetralisirkan amarahnya.kini Rafli menggeleng, "boleh aku jawab?"
"iya"
"aku emang mau ke Canada, lanjutin S2, tapi aku masih ragu dan alasan aku itu kamu, dek" Rafli mendekati Layla.
"alasannya aku?"Layla membuang nafasnya berat, " kamu sebenarnya beneran sayang sama aku ga si, mas?"
"itu pertanyaan apa si dek?" elaknya, sambil memegang lembut kedua bahu Layla,
"kamu istri aku, Uda bukan kata sayang lagi, dek""bukan?" alis layla terangkat serempak, bahkan ia hampir mendelik.
"apa si yang bikin kamu kek gini?"
"kamu" Layla ringan menunjuk ke dada Rafli, "kalau emang kamu anggap aku seorang istri, kenapa kamu ga nyentuh aku?"
skakmat!
"Uda setahun lebih kita nikah mas, dan kamu-
tiba-tiba dering ponsel berbunyi, dan itu mengganggu perdebatan yang belum usai ini, ia langsung mengalihkan fokusnya ke layar ponsel, setelah tau itu panggilan dari Chief Executive Officer—CEO kantornya, segera Rafli angkat dan meninggalkan Layla mematung disana.
Sepanjang perdebatan tadi, rupanya Layla memupuk air matanya, setelah Rafli berlalu begitu saja meninggalkannya tanpa jawaban, barulah bulir air itu mulai membanjiri pipinya.
****
Hatinya masih dongkol, Layla belum menemukan jawaban atas semua kegaduhan yang muncul di kepalanya, hari kian hari terus bergumul, menimbulkan dampak yang buruk pada aktifitasnya; tak selera makan, mood yang buruk, tidur larut malam hanya kaena memikirkan apa yang kurang dari dirinya sehingga sang suami mengacuhkannya.
lebih baik dihujam oleh sumpah serapah, ribuan hinaan dan cacian, dari pada diacuhkan, sakitnya melebihi luka fisik.
Layla kini duduk sendirian di meja makan, ia hanya memandangi tumpukan nasi dan lauk pauk dihadapannya, padahal bi Inah memasak makanan kesukaannya, berharap sang majikan makan dan asupan nutrisi membuat bobot tubuhnya naik.
namun, bi Inah hanya melihat air putih yang habis setengah, makanan yang lain tak tersentuh olehnya, bi Inah berdecak sambil menggelengkan kepalanya, sudah seminggu sikap Layla seperti ini, dan sangat buruk jika ia terus-terusan begini.
merasa ada yang tidak beres, bi Inah sebagai pembantu dan mata-mata dari mertua Layla, memberitahukan huru-hara apa yang terjadi yang menyebabkan sang menantu jadi tak terurus begini.
BI Inah melirik dulu sekitar, ia memastikan agar tak ada orang yang menguping pembicaraannya nanti, lalu mencari kontak dengan nama "nyonya besar" di ponselnya, setelah ketemu, bi Inah segera menghubunginya.
dari rumah besar bak istana megah, suara dering ponsel bergema di ruang tamu, sang pemilik benda pipih dengan harga diatas empat puluh juta itu tengah tertidur pulas di sofa, walau darah kolongmerat tidur semua manusia akan sama yaitu ternganga—mungkin, sebagian orang.
Adrian yang kebetulan lewat berinsiatif mengangkatnya, walau melanggar kode etik keluarga besarnya—dianggap mengganggu privasi, tapi sepertinya tuhan emang menunjuknya, baru hendak mengucapkan "hallo" sebagai kalimat awam, seseorang di balik ponsel itu seperti kesurupan meracau tidak jelas.
Adrian awalnya tak paham tapi setelah diberi jeda, dan mulai membicarakan topik permasalahannya, Adrian langsung paham siapa yang menelpon dan perihal genting apa yang sedang terjadi.
pokok intinya adalah, mba Layla kurus banget, kayak ada masalah sama pak Rafli, sependengaran saya, pak Rafli selingkuh dan membuat mba Layla kurus dan tak nafsu makan.
tangan Adrian mengepal, ia ingat betul siapa Layla itu, gambaran tentang Layla pun mengisi kepalanya, bagaimana dulu Adrian pernah menjalin hubungan dengan Layla sebelum adiknya menikah dengan orang yang masih begitu Adrian cintai.
Layla masih ada yang mencintaimu dengan tulus.

KAMU SEDANG MEMBACA
STEP FATHER
Fiksi Remaja"Bagaimana perasaan mu, jika kau mencintai ayah mu sendiri?" Arga si trouble maker itu hampir dikeluarkan dari sekolah gara gara tingkahnya, dan terancam tak lulus gara gara nilainya yang dibawah rata-rata, tapi guru sejarah nan baik hati membantu A...