bab 45

1.4K 115 16
                                    

Arga PoV's

Ribuan pesan dan panggilan memenuhi layar ponselku, aku hanya memandangi acuh, sebab, itu pesan kebanyakan dari Mama dan si brengsek, ah, iya, aku mengganti username nya, ada sih beberap dari Jaya dan Dinda, tapi aku terlalu malas untuk membukanya, karna aku yakin pesan mereka tenggelam oleh ribuan pesan Mama.

Aku lebih suka memandangi kekasih baruku yang kini tengah mengais keringat agar badannya terlihat makin profesional, padahal rasaku itu sudah lebih dari cukup—pelukkable, pandangan ku tak bisa berbalik, tumpukan otot ditubuhnya itu membuat ku meneguk salivaku, aku ingin dan ingin menggerayangi lekukan ABS nya, tapi sadar, setiap malam kami melakukannya, rasa sakit masih terasa di bagian prostat ku, laki laki kepala tiga ini sangat lihai bergulat diranjang.

"dek, ayoo olahraga!" ajaknya.

aku cepat menggeleng, dahinya mengerucut, ia menghentikan kegiatannya dan berjalan ke arahku.

"kenapa, dek?"

ahh, aku sungguh candu mendengar suara baritonnya, apalagi terselip panggilan sayang—adek, ah aku ingin terbang kalau seperti ini,

"heh, kok ngelamun?"

"iya mas, masih sakit pantat adek" balasku sambil melirik bagian bokongku.

"mas kasar banget ya mainnya?" raut wajahnya terlihat khawatir.

"gapapa, kan, aku suka kasar" ujarku centil.

" dasar "

"Ehem" suara deheman mengagetkan kami, itu Yoga dan putra yang segera berangkat kerja, merasa terganggu Damar melempar handuk kecil yang basah karena keringatnya tepat kewajah Yoga, Putra tertawa melihat itu, sigap Yoga memberi giliran sahabatnya itu untuk merasakan keringat Damar.

"anj jancok" maki Putra.

"makanya jangan ketawain gua lu, mampus!"

"udah sono kerja lu pada!" titah Damar.

"iye ni Nyambi gerak, ada yang mau gue tanyain nih Ama Arga" sahut Yoga.

"aku?" dengan menunjuk diriku sendiri, "apa itu kak?"

"emang ga di cariin orang rumah? Uda sebulan loh disini, nempel Bae Ama Damar"

"hooh, Uda kek bapak Ama anak" celoteh mereka menggelitik perut ku.

sejujurnya aku tau maksud pertanyaan ini, pasti kedua sahabat Damar merasa risih aku terlalu berlama-lama disini, walaupun aku pemilik rumah ini tapikan mereka yang menempati sekarang, mereka bayar untuk pertahunnya.

"ia aku betah banget disini kak" ngelesku.

"bilang aja mau terus dekat Ama tua bangka ini" dengan melirik Sinin Damar.

satu pukulan mendarat di tengkuk Putra, kedua sahabatnya ini sudah tau hubungan diantara kami, karena pernah, beberapa Minggu yang lalu, desahan ku terlalu melonglong kuat hingga membangunkan Putra dan Yoga, lantas mereka mengetuk pintu kamar kami dan mentitah agar aku memelankan suaraku takut bukan hanya mereka yang mendengar, mengingat rumah ini tak kedap suara.

"iri bilang, cari memek makanya!" cicit Damar.

"Bacot, Lu aja disuruh nikah Mulu, kagak nikah nikah"

nikah?
mataku tak berkedip melirik Darma, hal negatif merayap dipikiranku, suasana hatiku mendadak berubah, pikiran ku tentang pernikahan sangatlah buruk, semua orang yang dekat denganku pasti akan menikah atau yang dipaksa menikah.

Dadaku sesak, mendengar putra dan Yoga membicarakan perihal orang tua Darma yang memaksanya menikah, lagi-lagi Dejavu, aku takut dia meninggalkanku juga, sama seperti yang sebelumnya, ah, aku harus mengistirahatkan otak ku, aku lelah dengan pikiranku yang berkecamuk sekarang.

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang