bab 14

1.7K 142 1
                                    


Warning 18+
.
.

Bahagia?

Entah dasar apa Rafli berani mengambil resiko untuk menikahi Layla, padahal dia tau jelas, dia tak menyimpan perasaan pada wanita yang lebih tua darinya itu.

Bahkan Rafli sadar dia tak pernah menyukai seorang wanita, karna ia tau, ia berbeda.

Rafli membiarkan air hangat dari shower itu mengalir ke tubuhnya, membasahi tubuh tegap nan berotot miliknya, juga bulu-bulu tipis yang bertengger di dada bidang pria ini.

Rafli mencoba membayangkan wajah Layla, menjadikan wanita itu bahan untuk menaikkan hasratnya, tangan kanan Rafli mengarah pada penis yang berukuran besar itu, mengelus-elus pelan sampai akhirnya menegang sempurna.

Rafli sengaja mengeluarkan desahan yang menambah hasratnya dan mulai mengoc*k kuat penisnya, tetap membayangkan wanita itu.

Arghhhh,
fuck,
arghhhh,

Bukannya klimaks, yang ada area penisnya memerah, Rafli sama sekali tak bergairah membayangkan tubuh seorang wanita, ia memukul dinding kamar mandinya kesal, mengingat dia sudah mengambil keputusan untuk menikahi seorang wanita.

Rafli dikejutkan oleh suara ketukan pintu, ia mengambil handuk dan segera membukanya.

"Eh Arga?"

Arga terpaku menatap gurunya yang setengah telanjang ini, terlebih dada bidang yang berbulu itu menyita perhatiannya.

Nafas Arga terengah, tak sadar ia menyapu bibir bawahnya, membuat pak Rafli salah fokus karna bibir mungil miliknya itu.

Mereka serempak meneguk Saliva dan sama sama terengah, kepunyaan pak Rafli kembali mengeras, tanpa berfikir panjang ia langsung menarik tengkuk Arga dan menciumnya.

Arga mendorong tubuh pak Rafli, ia tak percaya gurunya akan senekat itu.
"Saya lebih baik pulang pak"

Pak Rafli tak bisa berujar apapun, ia malu, dan memilih diam membiarkan Arga berlalu darinya.
.
.
Ting!

Sampai di rumah, Arga mendapatkan notifikasi pesan di ponselnya, sebuah pdf tugas yang harus dikerjakan arga, besok malam, mereka akan sama sama membahasnya.

Arga masih membayangkan ciuman gurunya itu, rasanya aneh, baru kali ini dia dicium seorang laki-laki.

****

Seperti biasa pak Rafli menjemput Arga di Simpang tiga, ia menyapa Arga dengan senyuman, Arga tak membalasnya ia hanya diam sembari menundukkan wajahnya.

Pak rafli sadar, ini pasti ada kaitannya dengan kejadian tadi malam, pak Rafli menambah kecepatan motornya dan membuat Arga sigap memeluk pinggul gurunya itu.

Lagi-lagi aneh, Arga tak tau apa yang ia rasakan, setiap ia bersentuhan dengan pak Rafli, jantungnya akan berkerja lebih cepat dari biasanya, juga disertai dengan suhu tubuhnya yang memanas.

Sebelum masuk kelas, pak Rafli memberikan kisi kisian ulangan, Arga lupa bahwa hari ini ada ulangan.

"Ulangannya yang kita pelajari Minggu lalu, pasti uda kamu kuasai kan? Saya yakin kamu bisa!" Pak Rafli memberi semangat.

"Pasti pak, saya semangat karena bapak!" Jawab polos sang murid, pak Rafli terkekeh sembari mengacak rambut Arga.

Arga kikuk, jantungnya berulah lagi, ia langsung menepis tangan pak Rafli dan berlari darinya, tak peduli berapa pasang mata yang melihat mukanya memerah, intinya kalau sudah seperti ini, ia harus jauh-jauh dari gurunya itu.

.
.
.
Benar saja, ulangan kali ini menjadi ulangan pertama dengan hasil yang baik, 85.

Semua teman dikelasnya bergunjing akan nilai Arga, keseriusannya belajar kali ini membuat pandangan orang perlahan berubah terhadapnya, Arga pun tak sabar memberitahukan hal ini pada pak Rafli, sebagai support sistemnya.

"Kenapa ga diruangan saya aja, si?" Heran pak Rafli.

Arga membawanya ke halaman belakang sekolah, katanya ada yang ingin dia sampaikan, Arga langsung menyodorkan hasil ulangannya tadi ke pak Rafli.

Pak Rafli tersenyum bahagia melihat hasil dari semangat Arga ini, ia berhasil memupuk muridnya menjadi lebih baik, bahkan ia jarang melihat Arga merokok lagi, perlahan tapi pasti, Arga akan menjadi orang yang lebih baik.

"Gimana pak?"

"Gimana apanya?" Pak Rafli pura pura acuh.

"Hasilnya?"

"Biasa aja!"

"Yaudalah, Serah" Pak Rafli tak tahan dengan raut cemberut Arga.

Tangan kiri pak Rafli refleks menarik pinggul Arga, lalu tangan kanannya mengacak rambut dari murid kesayangannya itu.

Pipi Arga memerah, ia membiarkan jantungnya berulah lagi, kali ini entah dasar apa, Arga yang menarik tengkuk gurunya itu, lalu menciumnya.

Pak Rafli tak menolak, ia membalas ciuman Arga, untung dihalaman belakang sekolah hanya ada mereka.

....

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang